Ritual Satan

379 36 0
                                    


Lima hari yang lalu aku resmi berpacaran dengan Rey. Sudah enam bulan ia mengejarku. Aku terpaksa melanggar aturan keluarga yang melarang pacaran saat masih SMA. Selain karena kasihan pada Rey yang tak pernah lelah mengambil hati, aku juga sudah jatuh cinta padanya. Dia terlihat sungguh-sungguh mencintaiku.

Seperti gadis-gadis lain yang ceria saat jatuh cinta, aku pun demikian. Saking cerianya aku datang ke sekolah lebih awal. Padahal biasanya aku sering terlambat. Belum ada satu orang siswa pun yang terlihat sepanjang koridor lantai satu.
Aku melangkah naik ke lantai dua, berjalan santai melewati koridor menuju kelas sepuluh IPA Tiga. Lewat di depan kelas sepuluh IPS dua, tiba-tiba jendelanya terbuka lalu tertutup kembali.

Mungkin angin. Mungkin ada siswa yang iseng. Aku terus mensugestikan diri agar tidak ketakutan. Aku memilih melangkah, mengabaikan kejadian itu. Namun, baru beberapa langkah, aku merasa ada yang mengikuti. Angin sepoi menerpa tubuhku. Bulu kudukku meremang.

Aku berhenti melangkah, mencoba menoleh ke belakang. Dan ....

"Aaahh!!" Aku pikir hantu, ternyata bukan.

Di belakangku, seorang gadis berjalan mendekat. Wajahnya pucat. Lingkaran hitam mengelilingi matanya. Mungkin dia sakit. Aku membalikkan badan, berhadapan dengannya. Aku membaca name tag di kemejanya, Khalisa Khaerani. Dia berhenti melangkah dan menatap tajam padaku.

"Jauhi Rey!"

Ucapannya terdengar dingin dan datar. Setelah mengatakan itu, dia membalikkan badan dan meninggalkanku. Aku masih memperhatikannya. Dia masuk ke kelas sepuluh IPS dua. Tapi, tunggu. Tubuhnya dapat menembus pintu yang tertutup. Mataku terbelalak. Debaran jantungku tak karuan. Namun, aku mencoba tenang. Kusugestikan diri lagi. Mungkin aku salah lihat. Mungkin dia bisa sulap. Atau, kemungkinan yang lain asalkan dia bukan makhluk dunia lain.

Terdengar suara sepatu mendekat dari arah belakangku. Aku was-was. Ada apa lagi ini? Napasku tersengal, padahal hanya berdiam diri. Ketika pundak ditepuk pelan, aku terlonjak dan berteriak kencang.

"Aaaahhh!"

"Hei! Maaf. Aku mengangetkanmu. Mukamu jadi pucat gitu."

Aku menoleh pada orang yang hampir membuat jantungku berhenti berdetak. Seorang cowok berperawakan menarik tersenyum hangat padaku. Tanganku mengusap dada sambil memejamkan mata, lalu menarik napas lega.

Untuk meyakinkan diri bahwa apa yang terlihat tadi mungkin hanya halusinasi, aku menoleh ke arah kelas itu. Mendadak tubuhku kembali lemas. Gadis tadi ada di jendela. Ia melotototiku. Bola matanya seakan menyeruak keluar dari tempatnya. Kepalanya menggeleng-geleng.

Suara dehaman terdengar. Aku kembali menoleh pada cowok di samping. Debaran jantungku sangat kacau. Sedikit keringat keluar dari pelipisku.

"Sepertinya kau sakit. Di mana kelasmu? Biar aku antar," kata cowok itu lagi. Aku menganguk pasrah. Karena jujur, aku takut melihat yang aneh-aneh lagi.
Kami berjalan bersisian. Tak ada pembicaraan, kami hanya diam. Karena begitu hening, aku mendengar suara-suara aneh. Suara cewek yang terisak sambil memohon.

Jangan Riko! Kenapa kau kejam sekali.

Aku nggak mau mati. Tolong. Tolong aku Maya.

Bunuh saja orang di sampingmu. Dia setan.

Aku tersentak saat suara itu menyebut nama Maya. Itu namaku. Aku mempercepat langkah. Tiba di kelas aku meminta cowok itu menemaniku. Dia setuju. Kami akhirnya bertukar cerita. Namanya Hari Dia sudah kelas dua belas.

Saat siswa sudah ramai berdatangan, Harry keluar. Di pintu ia berpapasan dengan Rey. Rey memandang tajam padanya. Mungkin Rey cemburu. Sedangkan Hari menepuk pelan pundak Rey, lalu berbisik. Aku memilih tak peduli dengan urusan mereka.

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang