Epilog

17.3K 1.9K 308
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Pada hakikatnya manusia hanya menunggu. Menunggu waktu shalat atau disahalatkan. Menunggu datangnya jodoh atau mautlah yang datang, menunggu pertemuan atau perpisahanlah yang menyapa. Semua perpisahan pastilah sangat menyakitkan, itu fitrah manusia. Tetapi, yakinlah bahwa  dalam setiap perpisahan pasti ada hikmah yang terkandung di dalamnya.

Sarah memandang kelu ke arah jenazah Ayahnya yang mulai diturunkan ke liang lahat. Perlahan tanah menimbunnya.

Manusia tercipta dari tanah dan pada akhirnya akan kembali ke tanah. Itulah takdir yang telah Allah tentukan untuk setiap hambanya.

Setelah jenazah Ayahnya benar-benar telah tertimbun oleh tanah Sarah mengalihkan pandangannya ke arah seorang anak perempuan yang tengah menangis tersedu-sedu di dalam dekapan Tante Olive. Anak perempuan itu mirip sekali dengannya. Apakah anak perempuan itu adiknya? Apakah karena kelahiran anak perempuan itu maka Ayahnya memilih untuk melupakannya? Apakah Ayahnya selalu memanjakan anak perempuan itu?

"Sarah," Petang yang berdiri tepat di belakang Sarah menegur Sarah yang terlihat melamun sambil menatap ke arah adik tirinya.

Sarah beristighfar. Dia menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya berbalik ke arah Petang, "Aku ingin langsung pulang," ucapnya lirih.

Petang mengangguk. Dia langsung meminta ijin kepada Ari untuk membawa Sarah kembali ke Jakarta. Awalnya Ari tidak mengijinkan. Dia berharap Sarah menginap satu malam di Solo, sebab Ari dan Ibunya memang belum dapat pulang, ada beberapa hal yang harus segera diurus. Namun saat melihat wajah Sarah yang terlihat tertekan akhirnya Ari mengijinkan Petang untuk membawa Sarah pulang ke Jakarta.

"Gue titip Sarah. Insyaallah besok gue dan Mama balik Jakarta," ucap Ari sambil menepuk bahu Petang.

Petang mengangguk. Setelah itu dia dan Sarah langsung menuju bandara Adi Soemarmo. Jadwal keberangkatan ke Jakarta masih satu jam lagi. Petang mengajak Sarah untuk menunggu jadwal keberangkatan di salah satu tempat makan yang memang ada di dalam area bandara tapi Sarah menolaknya, dia lebih memilih untuk menunggu di ruang tunggu.

"Lo tunggu dulu disini?" Petang beranjak dari duduknya.

"Kamu mau kemana?" tanya Sarah dengan suara yang parau.

"Gue mau cari makan dulu."

Sarah mengangguk. Petang langsung berjalan ke arah Dunkin'donuts. Dia membeli lima donut dengan rasa cheese me up, crunchy crunchy, tiramisu, Hello Berry dan Don mochino. Setelah itu dia langsung kembali kepada Sarah.

"Makan dulu," ucap Petang sambil menyodorkan donut rasa tiramisu kepada Sarah.

Sarah menggeleng.

"Lo kan belum makan dari pagi, terus tadi siang juga lo nggak jadi makan, jadi sekarang lo harus makan. Tubuh lo punya hak untuk makan. Jangan Lo ngedzolimi tubuh lo. Ingat tubuh lo titipan dari Allah bukan punya Lo," ucap Petang tegas.

Mendengar itu akhirnya Sarah mau menerima donut yang Petang sodorkan kepadanya. Dengan susah payah Sarah mengigit donut itu. Dia mengunyahnya sambil menangis saat dia mengingat kembali kenangan indah yang dulu pernah dia lalui bersama Ayahnya. Dia sangat suka donut rasa tiramisu hampir setiap pulang tugas Ayahnya pasti akan pulang dengan membawa donut tiramisu. Hingga akhirnya dia berkata kepada papanya, "Sarah bosen rasa tiramisu terus."

"Terus kamu mau rasa apa?"

"Sarah ingin rasa apel. Ada nggak?"

"Belum ada sayang, adanya rasa pisang, strawberry, berry dan mangga?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 13, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang