Part 21.2

8.5K 570 35
                                    

Haiii selamat pagiii

Alina balik niih

Semoga kalian suka yhaa

Selamat membaca

"Aku udah buat Disya sedih." Damar masih setia menanamkan kepalanya di perit Alina. Tangan Alina juga masih mengelus kepala Damar.

"Disya cinta laki-laki lain." Alina meringis. Ini Damar sedang cemburu atau gimana? Yha Tuhan, kalau ada kontes laki-laki tercemburu di Indonesia, mungkin Damar bisa masuk nominasinya. Bagaimana bisa Damar cemburu dengan anak kecil bernama Max itu?

"Disya masih kecil mas." Alina masih mengelus kepala Damar.

"Dia udah cinta sama laki-laki selain aku." Oh, drama sekali laki-laki ini. Suatu saat pun Disya akan mencintai suaminya.

"Aku marah waktu tau Dista cinta laki-laki lain." Tambah Damar lagi.

"Mas, aku pikir ini wajar. Dulu waktu aku TK juga pernah naksir anak kok. Biasalah kalau liat yang ganteng jadi naksir. Nanti juga lupa, mas."

Mendengar itu, Damar langsung menjauhkan kepalanya dari perut Alina. Kepalanya mendongak mentap tajam Alina "Siapa? Kamu masih sering ketemu dia? Masih cinta?"

"Damar! Aku aja udah lupa namanya siapa. Wajahnya juga udah lupa." Alina benar-benar lupa. Buat apa dia memgingat hal receh seperti itu? Toh cintanya hanya bertepuk sebelah tangan.

"Oh, yha udah." Damar kembali memeluk pinggang Alina. Kepalanya juga ditanamkan di perut Alina lagi.

"Emang gimana sih bentukannya Max itu? Namanya aja kayak bule, aku curiga orang tuanya Max itu alay. Suka kasih nama kebarat-baratan. Paling juga aslinya gak ada bule-bulenya." Cerocos Damar dalam pelukan Alina.

"Hush! Kamu lama-lama kok kayak ibu-ibu gitu sih. Biar besok aku yang anterin Disya Deno ke sekolah. Nanti aku mau ketemu Max. Mau liat anaknya gimana aslinya."

"Liat aja sendiri. Paling juga gantengan aku. Awas kamu kalau kamu sampek ikutan suka sama Max! Pokoknya aku enggak setuju." Demi apapun, Alina sudah gatal ingin menjambak rambut Damar tapi Alina ingat kalau Damar masih sedih. Sedih tapi nyebelin.

"Loh kok jadi marah sama aku?"

"Bukannya kamu besok kuliah?" Bukannya menjawab, Damar malah bertanya hal lain.

"Masuk jam sembilan. Masih sempetkan anter anak-anak?"

.

.

.

"Hai sayang." Alina membuka pelan pintu kamar krucil-keucil Damar. Setelah menenangkan papa mereka yang tidak kalah manjanya dengan anak TK, mamih Alina mohon izin untuk menemui Disya Deno. Sedang kata Damar, si kakak Dendi sedang ada jadwal bermain dengan teman-teman komplek.

Sepertinya kakak Dendi juga tidak tau kalau adik-adiknya sedang terlibat drama percintaan yang tidak direstui orang tua. Disya yang notabene masih TK Kelas A sudah terjerat cinta monyet -bahkan bisa dibilang sebelum cinta monyet ada- membuat papa Damar pusing dan emosi.

"Mami!" Disya dan Deno sontak menjawab sapaan Alina. Disya dan Deno benar-benar sedang ingin bertemu mami Alina. Bagi mereka, mami Alina sangat baik dan keren. Mami Alina seolah tau semua urusan yang keren, misalnya urusan percintaan Disya dan Max. Mami pasti paham perasaan Disya. Setidaknya Disya berharap bahwa mami Alina akan tau kalau memang Max itu keren dan baik.

Dua anak itu sedang duduk di tempat tidur milik Disya. Posisi mereka sangat menggemaskan. Dengan baju couple bertema biru milik mereka, Deno bersender malas di sandaran tempat tidur dan Disya dengan mata sembabnya tidur dengan kepala ada di paha Deno. Alina tersenyum melihat dua anak yang akur ini.  Untung saja Disya sudah berhenti menangis. "Haii, ini anak-anak mami kenapa sedih?"

"Mami!!" Disya bangun dari tidurnya. Dia ingin segera memeluk mami Alina. Tangannya sudah terbuka lebar karena tidak sabar untuk menerima pelukan dari mami.

Alina mendekat ke tempat tidur Disya dengan tangan yang sudah merenggang untuk menerima pelukan Disya. Belum Alina sampai ke pelukan Disya, dirinya sudah melihat air mata Disya turun. "Mami.. papa marah sama Disya hiks.. hiks.."

Dengan cepat Alina menarik Disya dalam pelukannya. Memberikan suntikan semangat untuk Diaya yang sedang sedih karena  dimarahi papa. Detik berikutnya Deno juga ikut bergabung memeluk Alina. Dua manusia ini berusaha memberikan perlakuan baik untuk Disya supaya dia berhenti menangis.

Setelah beberapa menit berpelukan dan merasa Disya sudah kembali tenang, Alina merenggangkan pelukannya. Deno dan Disya pun ikut merenggangkan badannya. Alina berfikir ini waktu yang tepat berbicara dengan krucil-krucil.

"Memangnya ada apa? Apa yang membuat papa marah?" Alina mencoba menengahi. Meskipun jujur Alina masih buta dengan urusan parenting. Alina benar-benar kosong kalau ditanya ilmu cara menghadapi anak. Selama ini Alina hanya mengandalkan insting.

"Disya cinta Max, mih, tapi papa marah. Hiks hiks.." Oh poor Disya.

"Minum dulu Sya." Oh, ini tidak kalah sweetnya. Deno mengambilkan air putih yang sudah tersedia di bupet sebelah tempat tidur. Deno memang sangat menyayangi Disya. Meskipun hanya selisih satu tahun, Deno mampu menyayangi dan memahamu Disya seperti layaknya orang dewasa.

"Jadi ini masalah cinta?" Alina mengelus kepala kedua anaknya. "Sebenarnya mami juga masih belum paham betul dengan cinta." Alina terkekeh kecil. Memang benar dia masih belum paham apa makna cint. Alina hanya tau cinta dari orang tua. Untuk masalah cinta yang lain Alina masih buta.
"Tapi ada satu hal yang mami tau. Cinta papa mama kita itu adalah cinta yang paling besar. Kalaupun papa marah, itu pasti karena papa cinta kita. Misal karena mamih enggak mau makan,terus opa sama oma marah sama mamih. Itu karena opa oma khawatir, gimana kalau anaknya sakit? Opa oma pasti sedih"

"Opa oma cinta mamih?" Disya berceloteh dengan wajah bulat menggemaskan.

"Pasti. Cinta orang tua ke anaknya."

"Papa, mamih dan Max cinta aku, mih?" Hah, tetap ada Max yang nyempil. Alina semakin penasaran dengan sosok Max.

"Papa, mamih, kak Deno dan kak Dendi cinta sama Disya. Semua cinta Disya. Iya kan Deno?" Alina lebih baik mengganti topik Max.

"Iya, kakak cinta Disya." Uuh so sweet banget.

"Cinta itu banyak sayang, cinta anak ke orang tua, cinta orang tua ke anak cinta kita ke teman, cinta kita ke saudara, juga ada cinta kita kepasangan kita, tapi cinta ke pasangan itu ada disaat kita dewasa sayang." Ini sepengetahuan Alina. Semoga saja apa yang dia sampaikan benar dan dapat dimengerti krucil-krucil. Oh Alina bersumpah akan belajar banyak hal tentang parenting.

"Mamih belum tau apa Max dan Disya benar saling mencintai sebagai pasangan, tapi sepertinya Max dan Disya saling mencintai sebagai teman."

"Mamih, jadi Disya cinta Max sebagai teman?"

"Sepertinya gitu. Nanti Disya bisa pastikan itu cinta ke pasangan kalau Disya sudah dewasa."

"Papa sangat mencintai kalian, sayang. Kalau papa marah itu bukan berarti papa jahat, tapi kebalikannya. Papa ingin semua yang terbaik untuk kalian."

"Tapi papa sudah marah. Disya takut."

"Sayang, coba minta maaf ke papa. Papa pasti akan senang. Papa sekarang juga sedih kok. Tadi kan mamih ketemu papa dulu sebelum masuk kamar kalian, terus mamih liat papa lagi sedih. Coba deh samperin papah."

"Mamih, mami cinta papa kan?" Deno selalu aja begini. Ini sedang bahas Max Disya kenapa jadi nyeleweng ke Alina dan Damar.

"Mami cinta kan?" Sekarang ganti Disya.

"Eeh... i-iya cinta." Aaahh.. Alina malu harus mengakui ini.

.thanks yha udah mau baca.

.udah mau vote&comments juga.

T.H.A.N.K.Y.O.U

and

S.E.E.Y.O.U.S.O.O.N

Babay!!

Stepmother Wannabe (Miss Nyinyir)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang