Chapter 2 - Pria Tua Misterius

38 9 9
                                    

Indonesia, Februari 2018

Rumah Alvi

"Bangunlah wahai makhluk astral! ... Bangunlah wahai makhluk astral! ... Bangunlah wahai makhluk astral! ... "

Suara alarm yang sangat mengganggu menarikku keluar dari alam mimpi. Tanganku sigap meraih ponsel pintarku dan mematikan suara menyebalkan tersebut.

Aku mengucek mataku, "Sudah jam berapa ini?" pandanganku kuedarkan untuk mencari letak jam dinding yang selalu kuubah setiap harinya. Kadang tertempel di depan kasur, di samping ranjang, di depan pintu, kadang juga tergeletak diatas lantai. Kenapa? Karena mencari itu pekerjaan yang sangat mengasyikan.

"Baru jam satu siang rupanya," gumamku.

Kalian jangan aneh kenapa lak-laki tampan sepertiku selalu bangun siang hari. Kenapa lagi kalau bukan karena pekerjaanku yang menuntut untuk bekerja di malam hari. Pulang tengah malam, bahkan sampai dini hari jika kedai sedang sangat ramai. Resiko profesi.

"Sebaiknya aku segera siap-siap."

Ritual biasa yang dilakukan saat seseorang akan berangkat kerja adalah mandi, makan, dan merias diri. Kegiatan mandi dan makanku tak beda jauh dengan orang lain, hanya diselingi konser tunggal yang membuatku menghabiskan waktu lebih lama di kamar mandi.

Kini aku sedang merias diri. Bukan! Bukan merias diri dengan memakai bedak, blush on, eye liner, maskara dan semacamnya. Ini merias diri ala laki-laki. Mematutkan diriku di depan cermin memastikan setelanku dan wajah tampan sudah pantas atau tidak untuk dilihat. Karena bagaimanapun juga penampilan adalah segalanya untuk menghadapi para pelanggan. Apalagi ini hari minggu, sudah pasti banyak pelanggan yang datang membawa keluarganya, tak ayal juga banyak gadis-gadis manis yang sengaja menikmati liburan dengan secangkir kopi buatanku. biar sekalian tebar pesona maksudnya.

Setelanku cukup dengan kaos dan celana jeans. Kenapa? Karena saat kerja nanti juga akan diganti dengan seragam ninja. Okey, Alvi kau tampan hari ini.

Aku melirik jam dinding lagi, sudah hampir jam tiga sore. Aku bergegas mengambil jaket dan tas lalu berlari keluar rumah. Menaiki kuda besi tua kesayanganku dan memacunya menembus jalanan kota yang padat.

"Loh? Kak Alvi? Tumben datang cepet," seru juniorku Nadila. Dasar junior kurang ajar, datang telat dimarahin, giliran datang cepet dibilang tumben. Aku tuh gak bisa diginiin.

"Bagus dong kalau aku datang cepet," timpalku. Dan apa yang dia lakukan? Hanya mengangguk dan pergi meninggalkanku. Sungguh junior yang mengesalkan, untung lucu.

Aku menahan diri untuk tak melontarkan kata-kata kasar. Aku pun memilih untuk memasuki ruangan khusus untuk karyawan laki-laki untuk mengganti seragamku dengan seragam kerja. Tolong jangan ikut masuk karena ini daerah privasi, aku tak ingin membuat kalian terkesima dengan perut roti sobek milikku.

Kini aku sudah berada di balik bar, bersama juniorku yang lucu dan menggemaskan. Kami sedang menata gelas dan alat-alat kopi agar lebih efisien saat digunakan. Sekalian mencoba kopi-kopi segar yang baru saja datang hari ini.

Sesi mencoba kopi baru ini biasa kami sebut cupping. Kenapa harus dicoba terlebih dahulu? Karena tiap biji kopi yang baru datang, kita tidak mengetahui karakteristiknya dan rasa yang ada. Meski sudah ada Flavour Notes, kami harus tetap melakukan cupping, untuk mengetahui cara atau teknik apa yang cocok agar rasa yang terkandung dalam biji kopi bisa kita maksimalkan.

Srluup!

"Mmm ... Gimana Nad?" tanyaku pada Nadila yang sedang menyeruput kopi.

"Enak," jawabnya. Hanya empat huruf itu yang keluar dari bibir mungilnya. Oh ayolah.

Caffeine Knight ALPA Ft. Profesor FrikDove le storie prendono vita. Scoprilo ora