Titik Balik

23.3K 1.1K 70
                                    

 Saya pernah mencoba banyak bidang untuk dipelajari. Semasa sekolah, smp sampai sma, saya pernah ngotot jadi anak band --karena di era itu yang disukai remaja adalah anak band. Internet belum seheboh hari ini. Apalagi aplikasi-aplikasi video dan semacamnya, yang isinya kamu joget-joget atau berpura-pura sedang bernyanyi kemudian memakai latar musik lagu orang lain, kamu bisa terkenal lebih cepat. Waktu remaja saya tidak ada hal semacam itu. Kalau mau terkenal, ya mau tidak mau harus melatih kemampuan, yang waktu itu otomatis main alat musik. Saya pada saat itu sama sekali bukan orang yang berbakat. Bahkan sampai di tahun 2009 saya main musik. Kemampuan itu tidak berkembang sama sekali. Hingga akhirnya saya mulai mengukur diri saya. Saya tidak mungkin jadi musisi. Saya sadar diri. Kemampuan saya jauh di bawah rata-rata.

2011 adalah tahun-tahun paling galau dalam hidup saya. Selain tahun galau karena urusan asmara tentunya. Percayalah, semakin dewasa kamu, semakin kamu bukan menomor satukan lagi urusan asmara. Kamu akan disibukkan oleh pikiran-pikiran, hendak menjadi apa di masa depan? Pekerjaan semacam apa yang akan kamu lakukan? Hingga pertanyaan; apakah kamu siap dan punya kemampuan itu?

Seusai mengubur cita-cita menjadi anak band. Saya pernah mencoba bidang-bidang lain. Saya pernah mengurus event organizer (eo yang waktu itu hanya sekelas eo kampus, namanya lentera). Kemudian saya belajar stand up komedi, meski tak pernah masuk ke dalam komunitasnya. Saya hanya main di acara kampus yang kelasnya masih kelas acara kecil. Tapi, saya merasa itu juga bukan bidang yang membuat saya 'nyaman'. Ada alasan tersendiri yang sebaiknya tidak saya tuliskan kenapa saya tidak melanjutkan bidang itu. Ya, selain karena saya merasa saya tidak lucu.

Jauh sebelum hal-hal dan bidang itu, saya pernah bekerja sambilan sebagai pegawai rumah makan, penjaga konter pulsa, bahkan tukang parkir motor menjelang lebaran --kebetulan rumah orang tua saya di daerah pasar. Jadi kesempatan itu saya ambil. Dan jelas, sekarang setelah sekian tahun berlalu. Saya menyadari saya bersyukur pernah melalui titik-titik itu. Banyak kegagalan dan hal-hal 'pahit'.

Kegalauan itu benar-benar berada di puncaknya saat hari ulang tahun saya di 2011. Saya sehari itu tidak bertemu teman-teman saya. Kebetulan saya menjadi pengurus organisasi kampus waktu itu dan tiap hari saya ke kampus atau ke sekretariat organisasi untuk urusan kegiatan mahasiswa, atau sekadar nebeng wifi kampus. Hari itu saya benar-benar ingin mengenali diri saya sendiri lebih dalam. 

Saya memutuskan, seingat saya, waktu itu saya naik angkot menuju pasar raya. Lalu jalan kaki seputaran pasar raya. Memahami apa yang harus saya lakukan? Hidup seperti apa yang ingin saya jalani? Hari itu saya benar-benar berada di titik dilema paling tinggi dalam hidup saya soal menentukan jalan hidup. Setelah saya renung-renungi. Akhirnya saya memutuskan; jalan hidup saya adalah menulis. Saya mau jadi penulis!

Tapi, tidak semudah itu memang. Ada banyak hal yang ternyata harus saya lalui dan jalani lagi. Langkah nekat itu adalah awal untuk kegagalan-kegagalan lainnya. Tapi, jikalau tidak mau gagal, bagaimana mungkin kita bisa mendapatkan pelajaran? Maka, keputusan untuk menjadi penulis waktu itu adalah keputusan untuk terus belajar sampai hari ini.


Padang,  04:18 pagi.






hidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang