MKT (9)

908 55 4
                                    

Apa? Jadi mereka sengaja jauh-jauh setelah Umroh ke Yaman hanya untuk bertemu dengan diriku? Lantas, apa yang mereka inginkan dariku? Pertanyaan-pertanyaan itu terus menghantam jiwaku, hingga Abah mengungkapkan tujuan mulianya.

“Jadi gini Nak Imam. Kami mempunyai puteri yang sedang belajar di Daruz Zahra. Dia sudah 3 tahun di sana. Setahun lagi dia akan pulang”, dengan tatapan serius Abah menghadapkan wajahnya kepadaku, sedangkan Ummi seperti sibuk menghubungi seseorang.

Abah: “Setelah menimbang baik-buruknya, dan setelah mengenal Nak Imam lebih dalam, akhirnya kami semakin yakin seyakin-yakinnya untuk meminta Nak Imam untuk menjadi Imam bagi puteri kami. Kami ingin ketika dia kembali ke Indonesia sudah ada yang menggandeng dan menjaganya, syukur-syukur ada yang dia gendong juga, he he he”.

Koq, harapan abah gak jauh beda ya dengan harapanku?”, ucapku dalam batin yang bisu.

Suara Abah tiba-tiba terpotong oleh suara pintu terbuka. Seorang gadis bercadar masuk bergabung di meja makan. Dia langsung mengambil duduk di antara Abah dan Ummi, tepat berpapasan dengan wajahku. Sedangkan seorang laki-laki yang mengantarnya ijin pamit, katanya dia ada urusan. Nampaknya yang mengantarkan adalah Mamangnya Abdul.

Detak jantungku tiba-tiba berdebar sangat kencang. Untuk menghadapi lawan bicara seusia denganku yang merupakan lawan jenis adalah hal yang sangat berat bagiku.

Aku selalu gugup jika harus bertatap muka dengan gadis asing. Keringat dingin mulai bercucuran di wajahku. Sejak awal aku sudah curiga dengan Jus Strawberry yang mereka pesan yang diletakkan di meja depan kursi kosong tanpa ada yang mendudukinya. Hingga akhirnya rasa curiga itu mulai terbuka tabirnya saat gadis bercadar itu duduk di antara Abah dan Ummi.

Ini adalah situasi yang belum aku alami sebelumnya. Abdul-pun tak menceritakan kepadaku bahwa tujuan utamanya mengajakku ke Tarim adalah untuk lamaran. Aku tak mempersiapkan apa-apa untuk ini. Sejenak kutundukkan pandanganku dalam-dalam dan berdo’a semoga semuanya berjalan lancar dan diridhoi Allah.

Gadis itu seolah nampak ragu untuk membuka cadarnya. Namun setelah Uminya meyakinkannya, akhirnya diapun membuka cadar yang menutupi wajahnya itu. Jantungku kian berdebar tak menentu.

Cadar sudah ia lepas. Awalnya aku menebak-nebak seperti apa wajah gadis di hadapanku ini. Aku baru ingat, 4 tahun lalu Abdul sempat mengirim foto dirinya bersama kakak perempuannya saat jalan-jalan ke Istanbul – Turki.

Wajahnya begitu cantik. Hidungnya mancung, kulitnya putih dan bibirnya merah semerah jambu. Ada lesung di kedua pipinya yang putih kemerah-merahan. Oh Tuhan, aku tak bisa berkata apa-apa tentangnya selain seperti apa yang dikatakan oleh wanita-wanita di Kerajaan Mesir tentang Yusuf a.s.:

((مَا هَذَا بَشَرًا إِنْ هَذَا إِلاَّ مَلَكٌ كَرِيمٌ))

“Ini bukanlah manusia, ini benar-benar malaikat yang mulia”. [QS. Yusuf : 31]

Hanya saja redaksinya akan sedikit kusesuaikan dengannya, yaitu:

((مَا هَذِهِ بَشَرًا إِنْ هَذِهِ إِلَّا حُوْرٌ عَيْنٌ))

“Ini bukanlah manusia, ini benar-benar bidadari yang cantik jelita”.

Abdul dulu bercerita bahwa Neneknya berasal dari Mesir. Pantas saja kakak perempuannya memiliki wajah yang cantik jelita. Ada pesona Cleopatra terpatri di parasnya yang ayu. Sedikit saja ia menarik ujung bibirnya ke arah lesungan di pipinya, itu sudah benar-benar mampu membuatku tersihir oleh keindahannya. Oh Tuhan Pencipta Keindahan, aku bersyukur keindahan itu Kau hadirkan di dekatku, di depan kelopak mataku. Kian lama kian dalam aku menatap kecantikan yang menyihir itu. Bukankah Rasulullah saw bersabda:

((إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمْ الْمَرْأَةَ فَإِنْ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَا يَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ)) رواه أحمد وأبو داود

“Jika salah seorang di antara kalian melamar seorang wanita, maka jika ia bisa melihat terhadap apa yang bisa membuatnya tertarik untuk menikahinya, maka lakukanlah!”. HR. Ahmad (no. 14.626) dan Abu Dawud (no. 1.783)

Yah, ini adalah salah satu dari tujuh tatapan kepada lawan jenis yang diperkenankan dalam Syariat Islam. Itupun hanya wajah dan telapak tangan saja, tidak lebih. Sedangkan tatapan lainnya adalah kepada isteri, mahram, budak, ketika bermu’amalah (transaksi), persaksian, berobat, belajar dan membeli budak dengan syarat dan ketentuan yang berlaku di dalamnya. Bahkan Rasulullah saw memberi contoh langsung akan hal ini di hadapan sahabat-sahabatnya, sebagaimana diriwayatkan oleh Sahal Bin Sa’ad As-Sa’idi r.a. beliau berkata:

((جَاءَتْ امْرَأَةٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُوْلَ اللهِ جِئْتُ أَهَبُ لَكَ نَفْسِي قَالَ فَنَظَرَ إِلَيْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَعَّدَ النَّظَرَ فِيهَا وَصَوَّبَهُ ثُمَّ طَأْطَأَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأْسَهُ فَلَمَّا رَأَتْ الْمَرْأَةُ أَنَّهُ لَمْ يَقْضِ فِيهَا شَيْئًا جَلَسَتْ فَقَامَ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِهِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكَ بِهَا حَاجَةٌ فَزَوِّجْنِيْهَا...)) رواه البخاري ومسلم

“Seorang wanita datang kepada Rasulullah saw lantas berkata: “Wahai Rasulullah, aku datang untuk menyerahkan diriku kepadamu”. Kemudian Rasulullah menatap wanita tersebut kemudian melihat kepadanya dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas, lantas Rasulullah saw menggelengkan kepalanya. Ketika wanita itu melihat bahwasannya Rasulullah tak menginginkannya, maka dia duduk. Kemudian seorang laki-laki dari sahabat Nabi berdiri seraya berkata: “Wahai Rasulullah, jika kau tak menginginkannya maka nikahkanlah ia denganku...”. HR. Al-Bukhari (no. 4.697 ) dan Muslim (no. 2554).

Syeikh Muhammad Ba’athiyah mengomentari Hadits ini dengan berkata:

"Dalam Hadits ini Rasulullah saw mengajarkan kepada kita umatnya agar ketika ingin menikahi seorang wanita maka lihatlah ke wajahnya dan perhatikan badannya. Apakah dia cocok untuk kita atau tidak. Sekiranya cocok dalam artian tiada cacat atau keburukan, maka nikahilah dia”.

Begitu halnya Sahabat Jabir Bin Abdullah Al-Anshory r.a. sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad (no. 14.626), setelah beliau meriwayatkan hadits tentang anjuran melihat calon istri beliau berkata:

((فَخَطَبْتُ جَارِيَةً مِنْ بَنِيْ سَلَمَةَ فَكُنْتُ أَخْتَبِئُ لَهَا تَحْتَ الْكَرَبِ حَتَّى رَأَيْتُ مِنْهَا بَعْضَ مَا دَعَانِيْ إِلَى نِكَاحِهَا فَتَزَوَّجْتُهَا ))

“Kemudian aku melamar seorang wanita dari Bani Salamah. Maka aku bersembunyi darinya di bawah tandan pohon kurma hingga aku melihat darinya sebagian dari hal yang menarikku untuk menikahinya, lantas aku menikahinya”.

Hanya saja aku tak bisa menatapnya terlalu lama. Aku harus menjaga image dan wibawaku di hadapan orang tua gadis jelita ini, meskipun kecantikannya terus menarikku untuk terus memandanginya tanpa henti. Lamunanku tentangnya terus berkelebat dalam pikiranku. Merasa seolah-olah dunia hanya milik kami berdua, dan seolah-olah tak ada siapa-siapa di restauran ini kecuali kami berdua. Aku bahkan membayangkan seperti apa jadinya nanti setelah aku mengucapkan “Qobiltu Nikahaha Wa Tazwijaha Bil Mahril Madzkur Wa Rodhitu Bihi...”, yang disambut dengan suara serempak “Sah!”.

Mendadak Ke TarimWhere stories live. Discover now