MKT (7)

1.2K 59 5
                                    

Selesai membaca Fatihah dan Tawassul kepada Syeikh Karamah, akupun mengajak Abdul untuk kembali ke hotel. Saat itu taksi di area pemakan Zanbal sedang kosong, akhirnya kuputuskan untuk pergi ke Jami' Tarim, di situ banyak diparkir taksi yang siap untuk ditumpangi.
Lepas tawar menawar dengan sopir taksi, akhirnya taksi langsung meluncur menuju Hawi melalui Masjid Al-Muhdhor. Saat berlalu di depan Masjid Al-Muhdhor aku berkata kepada sopir: "Ammu istanna syuwayya, banasyuf Masjid Al-Muhdhor", [Pak mohon agak pelan, kami mau lihat Masjid Al-Muhdhor].

Saat itu kulihat orang-orang baru saja keluar dari Masjid. Yah, jadwal Taraweh di Masjid Al-Muhdhor dimulai setelah selesainya Taraweh di Masjid Ba'alawi.

Setiap 4 hari sekali masjid ini mengadakan Khataman Al-Qur'an di bulan Ramadhan, dan setiap khataman selalu membagi-bagikan Kacang Himmesh rebus kepada jama'ah dengan setiap orang mendapat jatah satu genggam kacang. Dahulu, 2 tahun silam tepatnya. Kacang Himmesh yang kami bawa pulang ke asrama selalu saja tak pernah habis dan lebih hingga satu baskom. Karena siangnya puasa jadi kami tak memakannya. Dari itu aku berinisiatif untuk menyimpannya di kulkas dan memblendernya lantas menjadikannya sambal kacang yang dicampur dengan kecap manis.

Masjid Al-Muhdhor merupakan ikon Prov. Hadhramaut. Di bagian depan masjid terdapat menara segi empat yang merincung ke atas yang terbuat dari adonan tanah liat setinggi 175 hasta. Ini adalah menara tanah liat tertinggi di dunia. Masjid ini dibangun oleh Syeikh Umar Al-Muhdhor Bin Syeikh Abdurrahman As-Seggaf pada tahun 1333 H.

 Masjid ini dibangun oleh Syeikh Umar Al-Muhdhor Bin Syeikh Abdurrahman As-Seggaf pada tahun 1333 H

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

[Masjid Al-Muhdhor]

[Penulis, di Masjid Al-Muhdhor]

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

[Penulis, di Masjid Al-Muhdhor]

Sepuluh menit berlalu dan kini kami sudah tiba di hotel untuk beristirahat. Rasanya lelah sekali hari ini, nampaknya istirahat yang kuambil masih belum cukup meskipun sepanjang perjalanan menuju Tarim aku lebih banyak tidur. Sebelum beranjak tidur, aku mengajak Abdul untuk membeli makanan untuk sahur di rumah makan dekat hotel. Jam di tangan sudah menunjukkan angka 2, itu pertandanya 120 menit lagi Adzan Shubuh akan dikumandangkan. Lepas Shalat Shubuh hingga menjelang waktu Dzuhur kami hanya berada di dalam hotel. Yah hanya sekedar tidur, sebab di bulan Ramadhan seperti yang kukemukakan di awal, kesibukan warga Yaman berubah total, siang jadi malam dan malam jadi siang.

Setelah Shalat Dzuhur kulihat Abdul nampak sibuk menyambut beberapa orang di bawah hotel. Aku hanya memandanginya dari jendela kamar dan tak berhasrat untuk berbaur dengan mereka, rasa letih perjalan masih saja menyelemutiku 24 jam terakhir ini, aku lebih memilih istirahat saja.

Lepas Shalat Ashar aku mengajak Abdul untuk berkunjung ke Al-Ahgaff Library yang berada di pusat Kota Tarim, tepatnya di lantai 2 Jami' Tarim. Perpustakaan ini merupakan perpustakan manuskrip terbesar nomer 2 di Yaman. Di dalamnya terdapat ratusan manuskrip-manuskrip tulisan tangan Ulama'-Ulama' Tarim yang produktif melestarikan Khazanah Keilmuan Islam.

 Di dalamnya terdapat ratusan manuskrip-manuskrip tulisan tangan Ulama'-Ulama' Tarim yang produktif melestarikan Khazanah Keilmuan Islam

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

[Ahgaff Library]

Perpustakaan ini didirakan pada bulan Desember 1972 dari hasil leburan perpustakaan-perpustakaan pribadi di Tarim. Di antaranya adalah perpustakaan keluarga Al-Kaff, perpustakaan keluarga Bin Yahya, perpustakaan keluarga Bin Sahal, perpustakaan Rubath, perpustkaan Al-Husaini, perpustakaan keluarga Al-Junaed dan beberapa lainnya.

Setelah puas melihat manuskrip-manuskrip yang tersusun rapi di dalam etalase Al-Ahgaff Library, aku mengajak Abdul untuk berkunjung ke Maktabah Tarim Al-Haditsah yang lokasinya hanya sekitar 200 m dari pemakaman Zanbal. Yah, itung-itung ngabuburit jalan kaki di sore hari dari Jami' Tarim menuju Maktabah Tarim Al-Haditsah yang merupakan toko kitab terbesar di Kota Tarim. Maktabah ini secara khusus mencetak kitab-kitab karya Ulama' Tarim dan juga menjadi Distributor Publisher kitab dunia seperti Daar Al-Kutub Al-Islamiyah - Beirut, Daar Al-Fikr - Beirut, Daar Al-Minhaj - Jeddah dll.

Kalau dipetakkankan mungkin luas Maktabah Tarim Al-Haditsah pusat ini sekitar 20 x 30 m, cukup besar untuk sebuah toko kitab. Maktabah ini mempunyai dua cabang di Tarim, yang satunya di depan Darul Mushtofa dan satunya lagi di Ribath Tarim. Dua tahun silam ketika aku menetap di Tarim, Maktabah Tarim Al-Haditsah adalah salah satu tempat yang paling sering aku kunjungi, entah tak terbilang sudah berapa puluh kali aku memasukinya, baik yang di dekat Zanbal, Darul Mushtofa ataupun Ribath Tarim. Yah, apa lagi keperluanku di Maktabah Tarim Al-Haditsah kalau bukan untuk mencari kitab? Setidaknya ada 5 toko kitab yang sering aku kunjungi selain Maktabah Tarim Al-Haditsah selama aku di Tarim.

 Yah, apa lagi keperluanku di Maktabah Tarim Al-Haditsah kalau bukan untuk mencari kitab? Setidaknya ada 5 toko kitab yang sering aku kunjungi selain Maktabah Tarim Al-Haditsah selama aku di Tarim

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

[Maktabah Tarim Al-Haditsah]

Setelah puas melihat-lihat kitab-kitab yang dipajang di Maktabah Tarim Al-Haditsah kami kembali ke hotel. Di tengah perjalan menuju hotel aku bertanya kepada Abdul tentang orang yang dia temui di hotel siang tadi. Sayangnya Abdul enggan bercerita tentang orang-orang yang dia temui seraya berkata kepadaku: "Nanti aja abang ane kenalin langsung ke mereka. Kebetulan jam 7 malem mereka ngajakin kita makan malem di Restoran dekat hotel". Si Abdul memang selalu bisa bikin penasaran aja. Tapi apalah dayaku dia tetap enggan buka mulut tentang hal ini. Namun setidaknya malam ini aku bisa makan enak di restauran yang seumur-umur di Yaman mentoknya kalau masuk restauran cuma makan Fried Chiken yang disebut Brust sama orang-orang Yaman.

Tepat jam 7 malam aku dan Abdul sudah siap untuk menghadiri acara makan malam di restauran dekat hotel. Ketika sampai di restauran, aku diajak Abdul untuk masuk ruang makan keluarga. Semua restauran di Yaman menggunakan sistem ruangan terpisah untuk perempuan. Sehingga ketika kita masuk restauran kita akan melihat beberapa ruangan bertulisan "Qismul 'Ailah" [Bagian Keluarga]. Hal ini dimaksudkan untuk menutupi wanita-wanita dari pandangan lelaki yang bukan mahramnya saat makan. Sebab semua wanita di Yaman mengenakan cadar dan tak ada tempat makan terbuka atau campur antara laki-laki dan perempuan di sini.

Mendadak Ke TarimWhere stories live. Discover now