"Mau kemana Sena?" Tanya Cici polos.
"Udah ikut aja, Sena sama Divo ngeliat ayunan dibelakang kedai. Kita main disana yuk!" Sena masih menarik tangan kedua anak perempuan itu. Berlari menuju belakang kedai yang terletak dibelakang taman rumah mereka.
Saat mereka sudah sampai tepat dibelakang kedai, mereka tidak menemukan siapapun. Tidak ada Divo disana, hanya terdengar decitan dari besi karat ayunan.
"Divo! Kamu dimana?"
"Divo!"
"Divo!"
"Divo! Jangan main sembunyi-sembunyi dong!"
Ketiga anak itu masih senantiasa meneriaki nama Divo berkali-kali. Tanpa sadar mereka sudah berada di depan sebuah kabin kumuh yang terletak di seberang kedai yang terdapat ayunan tadi.
"Divo kemana bang?" Tanya Bella sedikit takut.
"Gatau, ayo cari lagi." Jawab Sena singkat.
"Coba ke situ, paling dia sembunyi disana." Cici menunjuk sebuah kabin yang pintunya agak sedikit terbuka.
Tanpa rasa curiga, mereka berjalan memasuki kabin itu dengan terus memanggil nama Divo.
Sarang laba-laba terdapat disekeliling tembok kayu kabin tersebut. Jendelanya juga sudah banyak yang pecah. Kabin itu tidak besar, namun terdapat tiga pintu yang menghubungkan ke suatu ruangan.
Prang!!
Terdengar suara besi yang terjatuh. Suaranya terdengar dari salah satu ruangan.
"Bang, aku takut." Bella bersembunyi dibalik punggung Sena.
"Itu suara apa?" Cici tidak sabar, dia langsung membuka salah satu pintu yang berada dekat dengan dia.
"Ci, jangan asal asalan." Sena berkata dengan sedikit takut. Cici hanya menoleh tanpa berkata apapun dan kembali masuk kesana.
Bella masih saja bersembunyi dibalik punggung Sena. Cici yang memimpin jalan kemudian dilanjutkan Sena dan Bella.
"Pelan-pelan." Bella sedikit berbisik.
Mereka berjalan terus kedalam, tidak memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Yang mereka tahu, ini hanyalah sebuah permainan petak umpet antar mereka dengan Divo. Tidak tahu bahwa resiko yang sangat besar telah menghantui mereka.
Mereka masih berjalan sampai mereka menemukan sebuah pintu besar yang lebih bersih dari pintu yang lain.
"Kau adalah aset, jadi kau harus tetap makan!" Terdengar suara lelaki dari balik pintu itu.
"Lepasin! Aku mau pulang!" Terdengar rengekan anak kecil yang meronta.
"Diam kau!" Lelaki itu kembali membentak.
Cici membuka pintu perlahan, terlihat pemandangan yang menyeramkan. Divo sedang diikat diatas kursi dan terdapat seorang lelaki yang memegang pistol. Itu pistol sungguhan. Dan di kaki belakang lelaki itu terdapat pisau belati, dengan bungkusan rapih.
"Divo!" Bodohnya Sena malah berteriak disaat seperti ini.
Flashback off
Divo yang tadi bercerita dengan santai tiba-tiba berteriak tidak jelas, sekelebat ingatannya mulai membuatnya kesetanan. Dia tidak sanggup untuk melanjutkannya.
"Cukup Divo," terdengar Suara Faiz yang menyadarkan Divo. "Kamu sudah tidak terkendali. Sesi saat ini kita sudahi aja, hei!"
Divo terlihat pucat, dia benar-benar kacau. Divo masih terguncang, dia masih belum siap melanjutkan ceritanya itu.
"Sebentar, pas kamu di rumah sakit terus ketemu anak perempuan itu—"
"Itu pertemuan pertama aku sebelum kami jadi temen, dia Cici. Seminggu setelah aku masuk rumah sakit, Papa memutuskan untuk pindah dan kebetulan aku tetanggaan dengan Sena, Bella dan juga Cici." Divo memijat pelipisnya.
"Baiklah, kita lanjut besok saja." Faiz beranjak dari duduknya.
"A-aku masih sanggup bang," ucap Divo terbata-bata.
"Jangan memaksakan diri kamu, kamu mau Zein muncul?"
Divo bungkam, dia tidak ingin hal itu terjadi. Hold on, siapa itu Zein?
♛♛♛♛♛
Haii fellow:))
Semoga kalian suka yaa dengan chapter kali ini ;))
Love, GhenardyAbby♥
YOU ARE READING
AURORA♕[ON GOING]
Teen Fiction⚠️FOLLOW SEBELUM BACA!!!⚠️ Takdir memang suka bermain dengan kehidupan, seperti takdir Cici yang bertemu kembali dengan Divo diwaktu yang tidak disangka. Mereka kembali bertemu dan masih dihantui oleh masa lalu yang kelam. Divo berusaha mencari seb...
♕Nine♕
Start from the beginning
![AURORA♕[ON GOING]](https://img.wattpad.com/cover/60544432-64-k75216.jpg)