Hashiru

1.3K 154 17
                                    

By : screamforhim

"Lee Seokmin, salam kenal."

"..."

"Kau Hong Jisoo bukan?"

"Y-ya."

"Jisoo, salam kenal. Aku Seokmin."

"Y-ya. Salam kenal juga, S-Seokmin."

-Sweet to Remember-

Jisoo kecil tersenyum getir ketika melihat wajahnya penuh dengan luka lebam, bibir yang mengeluarkan darah segar, dan juga tulang rusuknya yang terasa sakit seperti habis dipatahkan. Menurutmu bagaimana? Ketika ayah kandungmu melakukan kekerasan dan ibu kandungmu bahkan tak menoleh sedikitpun ke arahmu. Tak perduli seberapa banyak si kecil meraung meminta bantuan, meminta perlindungan, dan tak digubris barang sepersekon pun.

Jisoo maklum. Ibunya takut. Jika ia berusaha melerai itu, maka sang ibunda akan merasakan hal yang sama dengan apa yang ayahnya lakukan.

Jisoo membungkam dirinya.

"Kau itu laki-laki, Jisoo, kau harus kuat." Kata Ibunya saat dia menangis ketika pertama kali wajah serta tubuhnya memar telak. Bocah tujuh tahun saat itu hanya mengerjap dan mengangguk patuh. Memang sakit, tetapi Jisoo pikir, lebih sakit melihat jika melihat Ibunya terluka. Cukup dia saja. Dan dengan demikian itu, bocah yang beranjak besar tersebut semakin pintar mengelola rasa sakitnya.

Jemari remaja tanggung tersebut menyeka darah yang menetes dari sudut bibirnya. Menghisap perih dan meludahnya hingga wastafel di hadapannya terlihat mengerikan dengan bercak darah. Tangannya dengan cekatan mengambil beberapa tisu dan menutup lukanya dengan plester. Benar-benar seperti sampah, pikirnya. Lelaki manis tersebut bahkan tak repot-repot memberi antiseptik ataupun membersihkan lukanya.

Toh, besok, paling lama lusa, ia akan mendapatkannya lagi. Jadi buat apa dia bersusah mengobati dirinya? Itu adalah salah satu dari hal yang tak berguna selain menjadi anak dari Pak Tua tak berperasaan bertitel ayahnya.

Jisoo melepaskan hoodie hitamnya dan berdecak melihat seberapa banyak bekas luka di tubuhnya. Dia bahkan tak sudi melihatnya. Bekas suntungan rokok di perut kirinya, bekas siletan benda tajam di bahunya, dan oh, jangan lupa dengan bekas memar yang bahkan dari dua hari yang lalu belum hilang juga di pinggangnya. Ditambah dengan hari ini.

"Terlihat menyedihkan, Jisoo." Ucapnya dan langsung mengenakan sweater abu kusam di tubuhnya. Dia bergegas keluar dari jendela kamar mandi yang untungnya dengan badan kecil nan rampingnya ia dengan mudah lolos dari tempat yang lebih pantas disebut jahannam daripada rumahnya itu. Bibir kucingnya menggumam ketika perutnya meronta minta diisi. Dengan berbekal beberapa lembar uang pemberian ibunya—yang syukurnya masih memberikan barang sedikitpun kepadanya—, Jisoo melangkah dengan cepat sebelum bajingan yang sangat ia benci tersebut melihatnya dan akan menyeretnya masuk lalu tak akan memberinya makan sampai beberapa hari ke depan.

Pilihannya jatuh kepada kedai langganannya, memesan yang biasa pada waiter yang menatapnya kasihan yang tak di perdulikan oleh Jisoo. Jisoo duduk di depan meja paling sudut dari yang tersudut dengan nampan makanan di tangannya. Menghabiskannya dengan kilat dan bergegas pergi ke tempat favoritnya selain kedai bernuansa vintage ini.

Kaki jenjangnya menapak dengan tegas, membelah fraksi kehidupan, seolah tak memiliki rasa takut terhadap apapun. Pupil tegasnya menatap lurus ke depan dan tak memperdulikan tatapan aneh dari sekitarnya.

Sweet to Remember - SeoksooWhere stories live. Discover now