Leaf XXIX

320 33 15
                                    


Seketika juga aku mengingat kata-kata terakhir laki-laki yang kemarin dipenggal oleh Amanto. Kenangan menyakitkan kembali berputar di kepalaku dalam waktu yang singkat. Aku mengingat dengan baik detik per detik apa yang telah Amanto lakukan kepada Yamazaki.

"Ya-Yamazaki—"

Matahari sudah kembali ke peraduannya. Bersama dengan Rurimaru aku kembali ke Edo menuju ke sangkar emasku. Di perjalanan aku melihat orang-orang heboh membicarakan tentang pembakaran kuil yang terjadi hari ini. Aku tidak bisa berkata apa-apa untuk menghentikan kepanikan di kota. Aku melalui kerumunan warga Edo dengan perasaan yang kosong.

Sejujurnya aku tidak perduli dengan pembakaran kuil yang dilakukan oleh Amanto, kata Rurimaru.

Kenapa aku tidak perduli?

Karena jika Dewa itu benar-benar ada...

Dia tidak akan membiarkan manusia menghukumnya dengan cara seperti ini...

"Shogun-sama. Ada seseorang yang ingin bertemu dengan Anda."

Aku mendengar suara pelayanku. Terlintas dari pintu shoji berlukis bunga dan teratai itu di seberang sana sedang menanti seseorang. Siapa kira-kira yang berani datang kemari malam hari ke istana? Apakah dia tidak punya sopan-santun?

"Siapa?" Tanyaku lebih jauh.

"Kondo-dono ingin menemui Anda, Shogun-sama."

Telingaku bergidik. Aku segera berdiri dari bantal tempat dudukku untuk menyambut orang yang pernah membawaku pulang ke Kediaman Okita waktu aku kecil. Aku membuka sendiri pintu shoji kamar yang aku tempati. Aku melihat sosok pria dewasa dengan kulit coklatnya. Cengiran yang lebar memamerkan deretan gigi putih yang tersusun rapi.

"Kondo-san..."

Aku tidak bisa menolak kedatangan Kondou Isao. Laki-laki yang selama ini sudah mengabdikan diri kepada Kediaman Okita. Selain pada Mitsuba-sama, dan Sougo-sama dia juga sempat melayaniku untuk beberapa saat sebelum aku mengirimnya bersama dengan Sougo-sama ke hutan untuk mengusir mereka ke Bushu.

"Kau terlihat tidak sehat, (Y/N)-sama." Kondo-san mengomentari sunyinya aku selama lima menit semenjak kedatangannya kemari.

Tidak, sebelumnya aku melayaninya berbasa-basi. Aku menggeleng menolak prasangka Kondo-san. "Aku baik-baik saja, Kondo-san. Panggil saja aku (Y/N). Aku masih tetap (Y/n) yang pernah bekerja untuk Kediaman Okita terdahulu."

Kondo-san tertawa renyah. "Anda masih belum melupakannya?"

Aku mengangguk pelan. Aku tidak memandang laki-laki itu. "Apakah aku masih tetap orang yang sama?" Netraku memandang suguhan kue-kue kecil yang dihidangkan oleh pelayan untuk Kondou-san.

Dia tertegun dengan pertanyaan yang aku ajukan barusan.Tapi aku tahu aku tidak butuh jawaban dari pertanyaan yang membingungkan orang lain, yang bahkan diriku sendiri tidak tahu jawabannya. Aku mengangkat kepala dan tersenyum ramah kepada orang yang sudah jauh-jauh datang dari Bushu untuk menemuiku.

"Jangan pikirkan yang barusan, Kondo-san. Apakah ada kabar dari Sougo-sama atau kabar yang lain?" Aku mengambil teko yang sudah berisi teh oolong untuk kutuangkan ke cangkir tanah liat yang saat ini ada untuk Kondo-san.

Pria dewasa itu membalas senyumanku. Dia mengambil secarik surat yang berada di dalam hakama yang dia kenakan.

"Surat untuk Anda dari Sougo." Selembar kertas yang dilipat panjang dia berikan padaku.

The Story of AutumnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang