Leaf IV

452 51 2
                                    


Matahari sudah hampir menggantung di atas kepala. Aku dan Gintoki-sama masih setia menunggu hasil pencaharian yang dilakukan oleh beberapa pengawal pemimpin dari Klan Sakata tersebut. Sambil menunggu, aku dan pria yang selalu ada saat aku sedang kesulitan itu masih asyik bercengkrama di pelataran kuil yang biasa ku kunjungi itu.

Kami-sama...

Engkau telah memberikan musim semi paling indah yang pernah ada di dalam hidupku. Bisa menikmati bunga sakura dan juga tawa lepas dari Gintoki-sama. Mungkin musim semi ini adalah musim semi yang terakhir bagiku dan juga Gintoki-sama. Terakhir? Karena tidak ada yang menjamin esok, lusa, atau kemudian hari aku akan bisa menikmati pemandangan ini lagi bersama dengan pria yang kupuja itu. Karena suatu saat nanti dia pasti menikmatinya dari sisi yang berbeda dariku.

Terima kasih atas kesempatan yang Kau berikan padaku hari ini, Kami-sama...

Saat sedang bercerita, Gintoki-sama mengalihkan pandanganya lurus ke arah jalan keluar kuil. Aku juga mendengar suara derap kaki menuju ke arah kami. Tidak lama diketahuilah siapa pemilik suara tersebut. Pengawal Gintoki-sama. Mereka berdua kembali. Dan segera menuju ke arah anak tangga kuil di mana aku dan Gintoki-sama telah menunggu mereka.

"Sakata-sama. Kami telah kembali."

Salah satunya membawa keranjang belanjaku. Hatiku menjadi lega tahu kalau tas belanja yang sudah berisi bahan mentah untuk membuat makan siang Hijikata-sama telah di dapatkan. Gintoki-sama menuruni anak tangga menuju ke pengawalnya.

"Kerja bagus." Puji Gintoki-sama kepada laki-laki yang menyamar sebagai rakyat biasa tersebut.

Sebagai rasa terima kasih, mereka menundukkan kepala sedikit. "Mohon maafkan kami, Sakata-sama. Kami sudah menemukan keranjang ini. Namun, tidak ada dompet di dalamnya."

Salah. Seharusnya aku tidak lega dulu sebelum kedua orang tadi menyelesaikan laporanya. Perasaan yang tadi lega, kembali terbawa panik. Panik? Tentu saja panik! Tidak ada dompet di dalamnya. Dompet itu berisi uang belanja untuk kebutuhan sehari-hari rumah tangga kediaman Hijikata-sama... Terdapat uang yang jumlahnya cukup banyak di sana!

"Kami berusaha mencari dompet yang disebutkan namun kami tidak menemukanya. Kemungkinan si pelaku hanya mengincar dompet itu, karena kami hanya menemukan keranjang ini ditinggal begitu saja. Kami mohon maaf." Mereka membungkukkan badan untuk meminta maaf atas kegagalan mereka untuk menemukanya.

Gintoki-sama yang telah mengambil keranjang belanjaku dari salah satu pengawalnya melihat ke arahku. Sepertinya dia bisa menebak kalau aku sedang kalut, walaupun aku tidak bisa mengekspresikanya selain dengan wajah termangu.

Gintoki-sama beralih lagi kepada dua laki-laki yang berada di hadapanya. "Benarkah? Apakah kalian sudah mencarinya di daerah sekitar kalian menemukan keranjang ini?"

"Ya. Kalau diperlukan, kami akan memperluas lagi lokasi pencarianya." Tegasnya.

"A...anu! Tidak usah." Aku memotong pembicaraan Gintoki-sama dan dua orang yang sudah berbaik hati membantuku menemukan keranjang belanjaku. "Terima kasih banyak telah membantu saya untuk menemukanya. Tapi tidak apa-apa. Ini kesalahan dan keteledoran saya. " Aku tidak ingin merepotkan orang terlalu jauh.

Aku dan Gintoki-sama memutuskan untuk segera kembali pulang ke Kediaman Hijitaka. Mengingat waktu makan siang sudah semakin dekat. Khawatir kalau Tuanku itu segera kembali namun makan siangnya belum tersedia karena hal ini. Sebelum meninggalkan kuil, aku mengenakan lagi selendang berwarna ungu yang tadi kugunakan untuk menutupi warna rambutku.

Kami bersama menapakkan kaki menuju keluar kuil. Selama perjalanan menuju ke kota di mana Kediaman Hijitaka-sama berdiri, Gintoki-sama bercerita tentang masa kecilnya yang suka menjahili Hijitaka-sama bersama dengan Sougo-sama. Dia bercerita seperti layaknya bocah yang sangat antusias menceritakan permainan seru yang tadi dia lakukan bersama dengan teman-temanya kepada ibunya. Aku yang mendengarnya juga tidak kuasa untuk menahan tawaku karena kejahilan pewaris klan Sakata itu sewaktu dirinya masih kecil. Namun aku berusaha menahanya dengan baik. Karena aku tidak bisa menertawai majikanku sendiri.

The Story of AutumnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang