21. Mepet atau kepepet?

12.3K 966 5
                                    

Malam ini diisi dengan pengakraban. Ada api unggun di tengah - tengah mereka dan sudah ada band lawak yang menghibur kami. Semua tertawa lepas, menikmati acara. Tiar tidak pernah berpikir ibu suri memberi kami hadiah seperti ini. Biasanya juga hanya rekreasi tanpa acara khusus. Tidak ada ruginya tidur di tenda.

Tiar bertepuk tangan setelah satu lagu selesai di nyanyikan. Ada beberapa tingkah lucu dari teman - teman yang membubui malam ini. "Mbak Ren, dingin banget ya." Tiar duduk di antara Mbak Rena dan Citra. Mereka membentuk lingkaran penuh.
"Iya, mana lesehan lagi. Kaki gue kesemutan nih." Kata Mbak Rena sambil meluruskan kakinya.

Tepat pada saat itu Tiar melihat Alex dan Tomas berjalan ke arah Tiar dan Rena. Alex duduk tepat di belakang Tiar dan Tomas memilih di belakang Mbak Rena. "Kok di sini, Pak?" Tanya Citra basa - basi. Tiar berusaha cuek mendengarnya. Meskipun telinganya sudah siap merekam apa yang akan terjadi dan menerkam Alex kalau sampai dia tergoda oleh Citra. "Maju depan sini, Pak." Katanya sambil menggeser tubuhnya ke samping. Dan itu membuat tempat duduk Tiar semakin sempit. "Tidak usah. Saya disini saja." Tolaknya halus. Tiar lega mendengarnya, diam - diam dia juga menghembuskan nafas yang ditahannya sendiri. Pertama karena ulah Citra yang terus - terusan sok manis di depan Alex, kedua karena Alex di belakangnya.

"Pak, itu bawa apa?" Citra kembali bersuara sambil menoleh pada paper bag yang di bawa Alex.

Nih orang nekat bener,nggak tahu apa calon istrinya disini.

"Jaket." Jawabnya datar. Aish, basa - basi lagi. Tiar tidak peduli lagi melihat tingkahnya yang sok centil itu.
"Boleh di pinjam pak? Dingin, jaket saya masih di tenda."
Hello, yang nggak pakai jaket bukan elo doank kali.

"Beb, gitarisnya ganteng ya?" Tiar menoleh ke belakang, menjawab pertanyaan Tomas tetapi fokusnya tetap untuk mengawasi pacarnya.
"Iya beb, cakep." Tiar menjawab Tomas sekenanya. Dan dia mendapat tatapan tajam dari Alex. Tiar mengangkat alis seolah bertanya pada Alex. Apa?

Citra bagai mendapat seikat bunga mawar saat menerima jaket dari Alex. Sumpah, orang ini mulutnya terbuat dari apa sih? Telinga gue sampai pegel dengernya. "Tiar, denger lagunya." Mbak Rena meneriakkan padanya seolah Tiar tidak mendengarnya.

Itu lagu favorit Mbak Rena. Band yang berbau - bau lawak itu tak henti melempar pertanyaan sederhana pada kami yang jawabannya kadang ngawur. Dan kalau tidak bisa menjawab akan di hukum berjoget di depan. Vokalisnya ada dua, yang satu melempar pertanyaan dan yang satu sebagai umpan untuk di buly. Hanya untuk memeriahkan, tidak benar - benar di buly.

Tiar melonjak kaget saat salah satu vokalisnya melempar pertanyaan padanys.
"Mbak yang pakai baju merah." Tiar langsung menoleh padanya sambil mengamati sendiri warna pakaiannya.
"Ok, pertanyaanya." Mc mengambil jeda sebentar yang membuat Tiar menahan nafas.

Gila, gue nggak mau joget.

"Sebutkan nama ikan - ikan yang hidup di Sungai Bengawan Solo." Buset kata - katanya meluncur seperti mengucap ijab kabul. Dalam satu tarikan nafas yang begitu cepat. "Bisa atau tidak?" Lanjut mc itu membuat Tiar berpikir keras.
"Bisa." Jawab Tiar tanpa berpikir lebih panjang lagi.

"Kamu?" Tanyanya pada partnernya yang bertugas untuk di buly. Dia terlihat bingung, "Pertanyaannya yang masuk akal donk. Ikan - ikan yang hidup di Sungai Bengawan Solo?" Katanya sambil berpikir.

"Satu, du....a, ti....ga." semua peserta ikut menghitung menyudutkan dia.

"Jo, lo payah. Sama cewek kalah." Kata dia yang menyebut temannya Paijo. Dan yang melempar pertanyaan di panggil Parjo.

"Pertanyaannya terlalu tega deh, lebay deh...." Kata Paijo membela diri. Ngomong - ngomong tentang Paijo, dia ini sedikit melambai.

"Dengar baik - baik nih," Parjo memberi peringatan "Sebutkan nama ikan - ikan yang hidup di Sungai Bengawan Solo." Kata - kata Parjo di buat lebih pelan seperti guru tk yang mengajari muridnya.

"Bisa.... atau... tidak?" Parjo menekankan setiap kata dan di sambut jawaban dari Paijo.

" Tidak."

"Nah,ini. Si Mbak - mbak cantik bisa. Kamu?" Parjo kembali mengulang dialognya.

"Tidak." Paijo mengulangi bahasa formalnya. Semua menertawakan kebodohan Paijo yang di buat - buat.

"Elo yang joget jo." Tiar dan Mbak Rena terbahak sampai sakit perut melihat Paijo berjoget.

"Aduh gila! Pipi gue sampai sakit." Mbak Rena nggak bisa menahan tawanya.
"Sama. Perut gue juga sakit." Tiar masih tertawa sambil memegang perut. Dan tiba - tiba musik mati saat gaya paijo aduhai banget. Pantat sedikit nungging dan bibirnya monyong. Dia langsung berhenti otomatis.

"Cucok broo." Tomas mulai membuat rusuh.

"Maju Tom, cium pas bibirnya." Mbak Rena memaksa Tomas beraksi.

"Hahahahha...." air mata Tiar hampir keluar melihat Paijo mati kutu di depan. Tomas benar - benar maju, di tangannya sudah membawa seikat daun pinus kering yang dia kumpulkan dan diikat menjadi satu seperti rangkaian bunga.

Tomas sudah memonyongkan bibirnya dan mendekat pada Paijo. Tawa riuh, celotehan, dan siulan menggema menjadi satu di sana.

"Hahahaha, biang rusuh edan." Tiar memaki dari jauh. Dia benar - benar tidak bisa menahan tawa. Tomas mengganti ciumannya dengan meletakkan seikat daun pinus ke tangan Paijo yang masih mematung di tempatnya.

"Jijik gue beb. Orientasi lo udah berubah ya?" Tiar menimpali Tomas begitu sampai di belakang Mbak Rena.

"Enak aja. Gue belum belok kali. Masih setia nungguin Sinta."

"Yaelah. Ngakunya gitu, padahal bencong aja lo embat." Mbak Rena mulai sarkas. Tiar sampai memegang pipinya menahan tawa yang tidak bisa berhenti. Dia melihat sekilas, Alex ikut terhibur dengan acara ini.

Tiar mengusap lengannya sambil menahan sisa - sisa tawa. Angin malam tidak mau bertoleransi sedikitpun. Dia sedikit menggigil. Dan tiba - tiba ada sebuah jaket yang menyampir di kedua bahunya. Tiar langsung menoleh ke belakang. Alex melepas jaket yang di pakainya dan dia hanya mengenakan kaos lengan tiga perempat yang lumayan tipis. "Jangan." Kata Tiar sambil melepas jaket Alex, tapi di tahan dengan kedua tangannya yang di letakkan di bahunya. Tiar tidak tega melihat Alex kedinginan. Dia tidak mau Alex jatuj sakit.

"Pakai." Katanya tepat di belakang telinga Tiar dan tidak bisa di bantah.

Tiar melihat tatapan tajam dari Citra, tapi dia sambut dengan hati berbunga penuh kemenangan. Jelas. Dia laki gue. Batinnya seolah Citra bisa mendengarnya.

"Beb, lo mau pakai jaket gue nggak?"
"Edan!." Tiar memaki Tomas. Dia tidak menggubris kata - katanya karena partner bicaranya adalah Mbak Rena.
"Nggak usah beb, ntar lo masuk angin. Lo kan gedhe badan doank." Balas Mbak Rena yang membuat Tomas mengeluarkan makiannya.
Tiar tersenyum salah tingkah. Dan Alex hanya geleng - geleng kepala melihat Tomas dan Mbak Rena. Sekali lagi, hanya Citra yang tersenyum masam.

Resolusi Love  (Tamat)Where stories live. Discover now