Waktu 17: Moment

350 44 0
                                    

Jakarta, Juli 2017.

"Assalamu'alaikum warohmatullah," sapa seorang perempuan kepada kerumunan yang sudah riuh dengan banyak obrolan. "Maaf, telat."

"Wa'alaikumussalam warohmatullah," balas kerumunan itu serempak.

"Mbak Hanin!" teriak seorang perempuan yang nampak kaget dengan kedatangan Hanin. Perempuan itu menatap Hanin dari ujung kepala sampai kaki. Memastikan apakah yang ia lihat nyata atau hanya sekedar mimpi. "Ini beneran Mbak Hanin?"

"Menurut kamu, Han?" tanya Hanin balik. Hanin langsung duduk di sebelah Hanna. Alhamdulillah itu meja paling ujung dan dihadapannya juga ada istrinya Tyo. "Udah pada pesen?"

"Lo nggak ikut aliran apa-apa kan?" tanya Deo curiga. "Aduh ... apaan sih lo, Yo!" tambah Deo yang barusan menerima sikutan dari Tyo.

"Ikutan kok," balas Hanin. "Ikut alirannya Nabi Shallallahu Alayhi wa Sallam," balas Hanin mantap.

"Yah kalo itu ... Aw ... Tyo!"

"Ya udah sih jangan diheranin," balas Tyo menengahi. "Jaman sekarang mah nyunnah dianggap ikutan aliran apaan kek. Giliran syubhat aja dibela mati-matian," tembak Tyo telak.

"Ya ... nggak gitu, Bro. Tapi ..."

"Heran?" balas Tyo. "Lo keseringan pacaran sih, makanya nikah sana! Dajjal udah mau keluar, tapi lo belum nikah-nikah!"

"Nin, suami kamu kasih makan apaan? Mulutnya tajem amat sekarang," bisik Hanin ke Ninda.

Ninda hanya bisa tersenyum. "Kebanyakan cabe deh, Mbak, kayaknya."

"Ya udah sih, lo tadi pesen apa, Yo?" tanya Irsyad mengalihkan topik pembicaraan.

"Mbak Hanin," sapa Hanna yang ada disebelahnya. "Mbak nggak pernah datang nongkrong karena ini?"

"Nggak kok," balas Hanin sambil melihat-lihat menu yang ada. "Mbak memang nggak bisa datang karena emang udah ada jadual lain. Emang kenapa, Han?"

"Hanna kira, Mbak Hanin nggak mau bareng sama kita lagi."

"Lah emang kenapa nggak mau gabung lagi?"

"Habis WA story nya gitu," balas Hanna. "Mbak Hanin sama teman-teman Mbak Hanin yang baru."

"Kenapa emangnya?" tanya Hanin sambil tersenyum ke adik kelasnya yang sudah ia anggap adiknya sendiri. "Kamu mau ikutan?"

"Hm ... nggak gitu," balas Hanna ragu. Ragu karena ia lihat teman-teman kakak angkatannya itu kebanyakan ber-niqob. "Tapi ..."

"Besok Ahad ke Istiqlal mau nggak?" tawar Hanin.

"Ngapain?"

"Main ke taman surga," balas Hanin. "Lumayan lho, banyak malaikatnya. Ditambah bakalan nambah ilmu."

"Jam berapa, Mbak?" tanya Ninda.

"Mulai jam delapan sampai Dzuhur, inshaaAllah."

"Yang kajian sebulan sekali itu bukan sih?" tanya Tyo.

 "Maaf, Mas. Sebenarnya selama kajian, Arsy selalu bareng sama Mbak Hanin. Maaf kalo Arsy nggak ngomong sama Mas Irsyad."

Irsyad hanya bisa terdiam memandang Hanin yang sedang asik mengobrol dengan Hanna dan juga Ninda. Jadi selama ini, Arsy selalu bersama dengan Hanin?

"Syad! Itu tulis, kenapa malah bengong?!" ucap Deo menyadarkan lamunan Irsyad.

"Lo tadi mesen apa?"

¤¤¤

"Kalo Mas mau ngelamar Mbak Hanin, papa siap kok nemenin."

Irsyad hanya bisa menghela napasnya. Perkataan adiknya beberapa waktu lalu mengusiknya kembali.

Hari ini, setelah beberapa bulan ia tak pernah bergabung dengan teman nongkrongnya, Irsyad melihat perempuan itu dengan berbeda. Mereka memang tak banyak mengobrol, jarang juga berkesempatan untuk saling tatap melihat.

"Aku kayaknya pernah ngelihat Hanin di Aeon deh, Syad," balas Rifky. Teman kuliah Hanin dan juga Irsyad.

"Oh ya?" balas Irsyad kaget. Nggak biasanya Hanin ke Mall ala Jepang itu tanpa mengabari teman-temannya.

"Kayaknya lho ya. Soalnya aku nggak jelas ngelihatnya juga," balas Rifky. "Pakaiannya udah beda, terus ... teman-temannya juga beda. Kayaknya dia datang nggak sama Ninda atau Hanna."

"Oh ya?" tanya Irsyad bingung. "Kamu nggak ngelihat Deo? Biasanya kaloa Hanin ke sana barengan sama Deo."

"Aku WA Deo, malah Deo nggak tau kalo Hanin ada di Tangerang. Dia malah kaget. Katanya Hanin jarang ngumpul sama Deo."

Irsyad menghela napasnya. Jadi itu kenapa Rifky membahas Hanin di peretemuan kemarin. Pertemuan tak sengaja karena mereka sedang ada satu kerja sama.

"Hanin walinya di Surabaya kan ya?" tanya Rifky to the point. "Pakdenya di sana kan ya?"

"Kamu mau ngelamar Hanin, Rif?"

Irsyad langsung menghempaskan dirinya ke atas kasur. Mengingat setiap percakapannya dengan Rifky membuatnya lelah.

"Arsy sayang sama Mbak Hanin, Mas. Arsy pengen Mbak Hanin jadi kakak Arsy. Tapi ... kalo ujung-ujungnya Mbak Hanin hanya jadi fitnah buat Mas Irsyad, lebih baik Arsy nggak mengharapkan lebih."

Irsyad langsung berdiri dari tempat tidurnya. Hatinya tak tenang. Hatinya gundah.

Irsyad langsung melangkahkan kakinya ke kamar mandi. Mengambil wudhu dan melaksanakan sholat. Hanya itu yang ia bisa lakukan kini. Berlindung kepada Sang Pencipta hati. Berlindung kepada Dzat pemilik hati setiap bani Adam.

Dan semoga apa yang ia pertimbangkan akan ada jawabannya.

¤¤¤

Bedanya mukmin dengan tidak mukmin, orang mukmin kalau ada sedih, kalau ada galau, kalau ada kuatir, obatnya itu adalah mengingat Allah. Alaaa bidzikrillah. Alaaa bidzkrillah tathma-innii qulub, hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tentram. (QS. 13: 28). Itu mukmin, innamal mu'minuun Innamal mu'minunal ladzina idza dzikrollahu wajilat qullubuhhum, sesungguhnya orang yang berimn adalah mereka yang apabila disebut nama Allah bergetar hati mereka. (QS. 8: 2). Wa idza tuliyat 'alaihim ayatuhu zadat-hum imana, dab apabila dibacakan ayat-ayatNya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya. (QS. 8: 2). Wa 'ala robbihim yatawakkulun, dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal. (QS. 8: 2). Itulah obat orang yang beriman. - Ust. Hannan Attaki (Obat Galau) 

¤¤¤

WaktuWhere stories live. Discover now