Waktu 16: Merenung

494 60 6
                                    

Doktrin diri kita. Bangun perasaan, bisa jadi Ramadhan ini, Ramadhan terakhir kita. Kesempatan terakhir kita berpuasa, kesempatan terakhir kita merasakan syahdunya sahur bersama pasangan tercinta kita, dengan anak-anak kita, kesempatan terakhir melihat gelak tawa cucu-cucu kita. Anak-anak kita ketika berbuka, ini kesempatan terakhir. Kesempatan terakhir membaca Qur'an di bulan Qur'an. Kesempatan terakhir mencatatkan nama kita sebagai pengkhatam-pengkhatam Al-Qur'an di bulan suci Ramadhan. Kesempatan terakhir untuk tahajud di bulan penuh berkah ini. Seseorang yang merasakan bahwa ini adalah Ramadhan terakhirnya, maka dia akan luar biasa dalam beribadah. Orang akan mengeluarkan seluruh potensinya ketia dia merasa ini adalah kesempatan terakhir. Ini saatnya mengejar ketertinggalan. Ini kelas akselerasi, dimana amal ibadah dilipat gandakan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Nabi Shallallahu Alaihi wasallam bersabda, solatlah anda seperti anda mengerjakan solat terakhir anda di muka bumi ini. Kita akan khusyuk, kita akan nangis kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kita akan merinding, kita akan sujud selama-lamanya dan bisa jadi ini adalah Ramadhan terakhir kita. - Ust. M. Nudzul Dzikri (Ramadhan Terakhir Kita)

¤¤¤

Jakarta, Juni 2017.

"Gimana kalo ini menjadi Ramadhan terakhir elo bersama keluarga elo, Syad?" tanya Hanin disela memandang langit. "Apa yang lo lakukan?"

"Maksud lo?" tanya Irsyad tak mengerti.

"Gimana kalo malaikat maut ngebroadcast ke elo, kalo dia bakalan datang di pertengahan Ramadhan, ngejemput elo?"

Bayangan percakapan Hanin dan Irsyad terlintas di pikiran Irsyad. Pertanyaan random Hanin, setahun setelah kematian kedua orang tuanya.

Apa kabar, Hanin?

Tanya Irsyad di dalam hatinya. Sudah beberapa bulan ini memang ia tak mendengar kabar perempuan itu. Tak ada chat yang masuk juga di HP nya. Bahkan Hanin tak berkomentar di dalam grup.

"Atau gimana kalo Ramadhan ini menjadi Ramadhan terakhir bagi orang yang elo sayangi? Nyokap-bokap elo, Arsy, Farih?" tanya Hanin tanpa melihat ke arah lawan bicara. "Andai ... andai aja gue tau kalo tahun kemarin adalah tahun terakhir gue sama orang tua gue, mungkin ... mungkin gue nggak akan terlalu sibuk menghabiskan waktu di luar rumah."

Irsyad menghela napasnya. Ada sesak ketika ia teringat perkataan dari Hanin. Ada pilu saat Hanin mengatakan itu. Sangat menusuk.

"Jangan terlalu banyak datangin bukber, Syad. Nyokap sama bokap lo pasti nunggu elo di rumah."

Irsyad hanya mampu memandang langit-langit kamarnya ketika ia teringat perkataan Hanin setahun lalu. Waktu itu, Irsyad dan Hanin tak sengaja buka bareng karena memang kantor mereka sedang ada kerja sama.

"Mas ... udah ditunggu sama mama, papa di ruang makan," suara Arsy menyadarkan lamunan Irsyad.

Irsyad langsung duduk di atas tempat tidurnya. Memandang adik perempuannya yang sedang berjalan mendekatinya.

"Mas Irsyad mikirin apaan?" tanya Arsy yang langsung duduk di sebelah kakaknya. "Bukan tentang Mbak Hanin kan?"

"Kenapa kamu mikirnya selalu Mbak Hanin sih?" tanya Irsyad sambil mengelus kepala sang adik. "Mas memang mikirin Mbak Hanin, tapi ..."

"Tentang Ramadhan terakhir, Mas?" tebak Arsy. "Mbak Hanin juga pernah ngomong gitu ke Arsy. Baru kemarin."

"Kemarin?" tanya Irsyad bingung. "Kamu sering ketemu sama Mbak Hanin?"

Arsy terdiam sejenak. Mulutnya tertutup sejenak. Ia memandang sang kakak yang sedang mengerutkan dahinya. "Maaf, Mas. Sebenarnya selama kajian, Arsy selalu bareng sama Mbak Hanin. Maaf kalo Arsy nggak ngomong sama Mas Irsyad," ucap Arsy jujur.

Irsyad hanya tersenyum melihat adiknya tertunduk, merasa bersalah. Tangannya kemudian mengelus lembut kepala sang adik. "Mas ngerti kok maksud kamu, Ar. Terima kasih ya."

"Tapi benar tebakan Arsy? Tentang Ramadhan terakhir yang diceritain Mbak Hanin?" tanya Arsy.

Irsyad hanya tersenyum.

"Dan itu sebabnya, kenapa Mas Irsyad selalu pulang lebih awal dan menolak ajakan bukber?" tanya Arsy.

"Itu juga alasan kamu kan? Menolak ajakan bukber dan memilih membantu mama di dapur?" balas Irsyad menggoda sang adik.

"Ya ... gimana nggak? Kalo beneran Ramadhan ini adalah Ramadhan terakhir kita berkumpul sama mama-papa. Atau gimana kalo ini adalah Ramadhan terakhir Arsy untuk berkumpul? Arsy nggak mau ada penyesalan nantinya, Mas ..."

"Andai ... andai aja gue tau kalo tahun kemarin adalah tahun terakhir gue sama orang tua gue, mungkin ... mungkin gue nggak akan terlalu sibuk menghabiskan waktu di luar rumah."

Perkataan Hanin sangat jelas terdengar di kuping Irsyad. Bahkan raut wajahnya ketika Hanin mengatakan perkataan itu, Irsyad masih teringat jelas.

"Mas ..." sapa Arsy. "Kalo Mas mau ngelamar Mbak Hanin, papa siap kok nemenin."

¤¤¤

WaktuWhere stories live. Discover now