Waktu 9: Prasangka

572 81 1
                                    

(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:"Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun" (Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan kepada Allah jugalah kami kembali). (Al-Baqarah 2:156)

¤¤¤

Magetan, Maret 2010.

Hujan rintik menghiasi langit kota kecil yang terletak di kaki Gunung Lawu. Suasana dingin sudah melingkupi kota kecil ini walaupun langit masih nampak senja.

Beberapa orang telah pamit pergi kembali ke rumah masing-masing. Beberapa lagi pamit akan kembali ke kota mereka masing-masing setelah mengantarkan jenazah dua orang yang dikenal sangat baik ini.

Dan seorang perempuan berkerudung hanya bisa menundukkan kepala sambil berucap terima kasih sudah datang mengantar kedua orang tuanya ke peristirahatan terakhirnya.

Kayla Hanindya ada perempuan berkerudung itu. Wajah yang biasanya tersenyum, tertawa, riang dan gembira, kini berubah seratus delapan puluh derajat. Bibirnya terkunci, seakan tak mampu tersenyum kembali. Tak ada air mata yang mengalir, Hanin tak mengeluarkan setetes air matanya sekalipun. Saat mulai berangkat dari Semarang sampai ke rumah duka peninggalan kakeknya.

"Nin," ucap Ergi menyapa Hanin. "Udah hampir Maghrib."

"Kalian duluan aja," balas Hanin. Tegas. Tegar.

"Nin ..." ucap Dika.

"Kalian duluan aja, inshaa Allah, sebentar lagi aku nyusul," balas Hanin kekeuh.

"Nin ..." balas Dika, namun tangan seseorang telah menepuk pundak Dika pelan.

"Kalian duluan aja, biar gue yang jaga Hanin," ucap Irsyad. Nadanya begitu tenang. "Sebelum adzan, inshaa Allah, gue udah bawa Hanin balik."

Semua mata tertuju pada Irsyad. Tak ada yang menjawab. Hanya desahan napas panjang yang mereka hembuskan.

"Kita duluan, Syad. Bawa Hanin pulang sebelum Maghrib," balas Ergi mengalah.

Irsyad hanya mengangguk meyakini teman-temannya.

Perlahan, rombongan terakhir meninggalkan kompleks pemakaman itu. Meninggalkan Irsyad dan Hanin yang masih terdiam di tempatnya.

Tak ada satu katapun terucap. Hanya hembusan angin yang terdengar. Irsyad bukanlah tipe anak yang akan menenangkan seseorang dengan ucapan atau tindakkan. Tapi Irsyad akan mendiamkan sejenak dengan kedua telinga terjaga.

Dan mungkin, untuk saat ini, itulah yang terbaik bagi Hanin. Mendiamkannya sejenak.

Waktu semakin berlalu. Langit senja kini semakin menggelap. Namun Hanin masih tak kunjung bergerak dari tempatnya.

Irsyad menghela napasnya. Ia mulai melangkah mendekati Hanin. Berusaha membujuk perempuan yang sedang dilanda duka.

"Syad ..." ucap Hanin pada akhirnya. "Gue kira selama seminggu ini, nyokap sama bokap gue udah semakin bahagia. Bokap sama nyokap udah sering ke masjid. Sering mengaji. Sering bershodaqoh. Gue kira ..."

"Kullu nafsin żaaa'iqotul-mauut," ucap Irsyad melantunkan ayat ke tiga puluh lima surat Al-Anbiya. "Wa nabluukum bisy-syarri wal-khoiri fitnah, wa ilaina turja'uun," ucap Irsyad menyelesaikan ayat tersebut. "Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan mengujimu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu hanya dikembalikan kepada Kami."

Hanin masih terdiam. Perkataan Irsyad sedikit membuatnya tersentak.

"Semua makhluk hidup semuanya akan mati, Nin. Manusia, hewan, tumbuhan, apapun yang bernyawa Nin. Termasuk nyokap-bokap lo, nyokap-bokap gue. Nyokap-bokapnya anak-anak. Semuanya akan merasakan mati," jelas Irsyad. "Allażiina iżaaa ashoobat-hum mushiibah, qooluuu innaa lillaahi wa innaaa ilaihi rooji'uun. Orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata ..."

"Sesungguhnya kami milik Allah dan kepadaNya lah kami kembali ..." balas Hanin. Ada setetes air mata yang keluar dari pelupuk matanya.

"Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara," ucap Irsyad. "Gue yakin lo udah tau kelanjutannya. Sekarang ... yang bisa lo lakuin buat kedua orang tua lo adalah selalu berdoa bagi kedua orang tua lo."

Hanin tersenyum tipis mendengar perkataan Irsyad.

"Nggak ada kata terlambat buat berbakti selagi kiamat belum diperlihatkan. Lo, orang tua lo, keluarga lo masih dimudahkan untuk mencari pahala demi surgaNya," balas Irsyad menenangkan. "Cabut yuk. Ntar lagi adzan. Kasihan bulek sama om lo. Pasti khawatir."

Irsyad melangkahkan kakinya menuju parkiran motornya. Sesaat Irsyad membalikkan tubuhnya, memandang Hanin yang menatap dua gundukkan tanah yang masih basah.

Irsyad menghela napasnya. Andai saja ... andai ... ada ikatan halal diantara mereka, Irsyad sudah pasti akan memeluk perempuan itu. Menenangkannya. Menghapus air matanya. Namun sayang ... Irsyad masihlah orang lain bagi Hanin. Bahkan rasa sayang diantara mereka hanya antara sahabat dan sahabat.

¤¤¤

Ketika hati berkata 'ingin', kadang Allah berkata 'tunggu'. Ketika air mata jatuh menetes, tapi Allah berkata 'tersenyumlah'. Kita merancang, Allah juga merancang. Tapi rancangan Allah adalah sebaik-baiknya rancangan. Ingatlah, Allah menitipkan kelebihan dibalik kekurangan, Allah menitipkan kekuatan dibalik kelemahan. Allah menitipkan senyum dibalik kesedihan. Allah menitipkan harapan dibalik keputus-asaan. Ketika hati mulai lelah, suatu ketika saat hatimu mulai lelah dalam berdoa. Ingatlah Tuhan tak henti mendengar jeritan doa-doamu. Diapun memenuhi segala kebutuhanmu. Jangan pernah berhenti berdoa. Teruslah bertahan, tetaplah berharap. Karena doa itu akan menjadi ladang amalmu kelak. Ketika hatimu lelah dengan keadaan yang ada. Ingatlah Tuhan tak henti menemanimu. Bahwa Dia akan selalu bersama dengan orang-orang yang sabar. Tiada pernah memberi sesuai diluar kemampuanmu. Yakinilah. Bahagia akan hadir juga pada akhirnya. - Rencana Allah Lebih Baik (eleknie_ellenie)

¤¤¤

WaktuWhere stories live. Discover now