1. Ayah, I Love You

2.6K 170 10
                                    

  ☆☆

Suara guntur bersahutan, menggelegar seakan meluapkan amarahnya pada bumi.
Guyuran deras hujan, membuat apa yang di bawahnya basah.
Di malam gelap gulita ini, sebagian besar makhluk bumi istirahat, setelah seharian penuh bekerja.
Walaupun hujan, guntur, badai masih terpampang di luar persembunyiannya, mereka tak terusik sedikitpun, mereka nyaman bergelut di kasurnya.
Terkecuali pasangan kecil yang berjalan tak tentu arah, pasangan kecil yang malang nasibnya. Di usir dari rumah orang tuanya karena kelakuan nakal yang berakibat fatal.
Mereka, melakukan perbuatan zina di usia yang tidak lebih dari 17 tahun.

Sepasang bocah laki-laki dan bocah perempuan ini memang sudah sah menjadi suami istri akibat paksaan dari tetangga kompleksnya.

"Kita harus kemana lagi Lang?" si gadis memulai pembicaraan. Gadis cantik berparas khas indonesia yang memiliki wajah yang sempurna dan terlihat kalem. Sedari tadi ia menangis, walaupun air matanya tersamarkan oleh derasnya air hujan.

"Kita cari kontrakan, aku masih punya sedikit uang," jawab si laki-laki yang kerap di sapa Galang, bocah 15 tahun yang memiliki wajah blasteran amerika.

"Tapi aku sudah capek Lang." gadis itu mulai menggigil. wajahnya sangat pucat. Tangannya yang sedari tadi memegangi perutnya, tempat si penghancur hidupnya, yang sebenarnya karunia tuhan, tumbuh dan bersemayam di sana, kini mulai ia gosok-gosokkan.

"Setidaknya untuk menghangatkan tubuh," batinnya. Gadis itu, Mutiara Ramadhan, yang kerap di sapa Ara.

"Sebentar lagi kak, bertahanlah." Galang bersuara parau. Ia mulai menuntun Ara, kakak kelasnya yang kini menjadi istrinya, tak ada yang tau akan hal itu, terkecuali keluarga dan warga sekitar kompleksnya.

Ia mendudukan Ara di kursi yang berada di depan rumah pemilik kontrakan, ia tau karena membaca plang tadi. Rencananya ia akan mengontrak di kontrakan kecil yang ada di pinggiran pesisir pantai anyer ini.

"Ada yang bisa saya bantu dek?" Suara lembut itu mengangetkan sepasang sejoli ini. Galang menoleh, di lihatnya wanita paruh baya yang masih cantik dengan perut besar.

"Sepertinya ibu itu hamil," batin Galang.

"Kita mau ngontrak di sini bu," balas Galang dengan polosnya, ia meletakkan koper berat yang di bawanya. "Kami? Kalian saudara? Orang tua kalian di mana, sehingga anak sekecil kalian mencari tempat tinggal sendiri." Ibu pemilik kontrakan itu menyatukan alisnya sembari menyerbunya dengan beberapa pertanyaan.

"Maaf bu, sebetulnya kami bukan saudara. Tapi kami suami istri. Saya dan istri saya.."

"Syut.. udah-udah, ibu mengerti kok. Kalian boleh ngontrak di sini. Kalau ada perlu apa-apa panggil ibu ya, nggak usah sungkan." Ibu itu tesenyum tulus.

"Terima kasih banyak bu?"

"Tini, panggil saya ibu Tini."

"Iya, terima kasih banyak ibu Tini," ucap Galang, bu Tini mengangguk saja.

  ☆☆

"Besok aku akan cari pekerjaan kak," ucap Galang. Saat ini mereka berada di kamar sempit sebuah kontrakan, mereka sedang berbaring di ranjang. Ara menoleh, menatap wajah tampan Galang yang ada di sampingnya.
Wajah tampan itu menyimpan segurat kelelahan yang terlihat sendu.

"Tidak! Kamu harus melanjutkan sekolah," balas Ara. "Tapi kak, bagaimana dengan tubuh kita yang membutuhkan asupan makanan, terutama kamu yang sekarang sedang berbadan dua." Galang membantah, Ara beranjak duduk dari tidurnya, dan di ikuti Galang.

"Kamu harus tetap sekolah. Aku sudah susah payah memohon kepada papa untuk memindahkan mu ke sekolah lain, ini demi masa depan kita Galang."

"Tapi kak."

"Aku bisa bekerja di warung bu Tini." Ara menyahut. "Oke! Aku akan lanjutkan sekolah. Tapi, jangan larang aku untuk kerja setelah pulang sekolah," ucap Galang, Ara tersenyum sembari mengangguk.

"Itu pasti Galang. Sekarang tidurlah, aku juga akan tidur." Ara berucap sembari merebahkan tubuhnya kembali dan menutup matanya. Galang mengamatinya lama, ia bangga tehadap Ara yang sudah berfikir dewasa.

  ☆☆

Delapan bulan berlalu. Kini usia kandungan Ara sudah genap berusia sembilan bulan. Saat ini, ia sedang bercanda dengan si bayi ibu kontrakan yang saat ini berusia empat bulan, Zidny imam latifa namanya.
Sang suami sedang mengais rezeki di perairan anyer bersama para bapak-bapak yang seprofesi.

Tiba-tiba rasa yang luar biasa itu menyerangnya, air bening itu keluar dari kepemilikannya. "Awss... sakit.. IBU, TOLONG..." ibu Tini yang mendengar teriakan itu pun dengan segera mendatanginya dengan perasaan khawatir. Dengan tangan gemetar ia menelephon bidan.

"Pak, apa Galang belum mendarat?" Tanya bu Tini kepada bapak nelayan yang kebetulan melewati rumahnya.
"Belum bu, Galang akan mendarat nanti malam," jawab bapak itu. "Yasudah, terima kasih." Setelah mengucapkan itu bu Tini kembali ke rumahnya.

"Ayo dek. Tarik nafas dalam-dalam, buang pelan-pelan, lakukan itu berkali kali. Saya yakin adek bisa." Bu bidan memberi intruksi sembari menyemangati, dengan kesakitanya Ara mengikuti. "AAaaa...."

Oek.. Oek..

Bayi mungil nan cantik itu telah lahir dengan tangisan yang tiada henti. Seiring menutupnya mata Ara, seorang ibu yang masih remaja, berjuang untuk si bayi di dalam kerasnya hidup ini, yang mampu bersabar di dalam kehidupan yang 180 derajat telah berubah, dan mempertanggung jawabkan ke khilafannya, dan sekarang ia berada di titik lelah hidupnya.
Seiring itu pula, Ara, gadis yang seharusnya masih bangga dengan seragam putih abu-abunya, menghembuskan nafas terakhir.

☆☆

Gadis cantik itu memeluk ayahnya dengan masih menggunakan mukenannya. "Maaf yah, (Namakamu) sudah buat ayah mengingat itu. Ayah nggak perlu cerita lagi ke (Namakamu)," ucap gadis itu, lalu menghapus air mata ayahnya.

"Maafkan ayah (Namakamu), ayah telah menjerumuskan mu ke dalam kehidupan yang menyedihkan." Galang membalas pelukan gadisnya, (Namakamu) mendongak, menatap wajah tampan ayahnya. "(Namakamu) bahagia kok yah," katanya, kemudian ia melepas mukena putih yang masih di pakainya sehabis sholat subuh tadi.

"Ayah mau melaut ya?" Tanyanya. "Iya, nanti kamu nggak perlu menunggu ayah karena ayah pulang agak larut." Galang menjawab sembari berpesan.

"Oke ya. Yaudah yuk, (Namakamu) antar. (Namakamu) juga mau lihat sunrise," ucap (Namakamu). Kemudian sepasang ayah dan anak itu keluar dari rumah.

Lanjut atau tidak??

SUNRISE❌IDRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang