PROLOG

87 10 6
                                    

Mereka tidak dapat melihat apa yang aku lihat.  Mereka tidak memiliki pola pikir seperti diriku. maka dari itu aku spesial. Tapi kenapa mereka menghinaku. Padahal mereka tidak dapat melakukan apa yang aku lakukan.

***

Aku tidak suka sekolah. Mereka membosankan. Aku berusaha menggerakan tanganku, kakiku, dan benda apapun yang dapat menghapus kebosananku ini. Sesekali para guru sedikit memarahiku. Mereka berusaha mengajakku berkomunikasi. Namun aku hanya membalas satu atau dua kata yang tidak ada kaitannya dengan apa yang mereka katakan padaku.

Aku pintar. Karena itu mereka sedikit lebih baik padaku. Mereka terus menyerahkan buku tebal padaku. Berharap aku dapat menghafal seluruh isi buku itu. Tentu saja dapat kulakukan. Aku hanya duduk tenang sambil membaca. Aku terus-terusan mengetukkan jari ke meja agar suasana tidak terlalu sepi.

Aku suka mendengarkan musik. Apalagi musik klasik. mereka memberiku sebuah kaset yang berisi kumpulan lagu-lagu klasik. Aku tidak bisa memutar musik tersebut, karena itu aku meminta bantuan mereka.

Mereka memberikanku fasilitas yang cukup. Aku memiliki kelebihan karena itu aku masuk ke sekolah khusus. Orangtuaku tidak pernah memarahiku. Mereka selalu berkata halus dan lembut padaku. Tapi tidak dengan orang disekitarku. Mereka memandangku aneh namun sedikit takjub begitu aku menunjukkan kemampuanku. Mereka memandangku iri. Mereka tidak pernah merasa puas, padahal mereka memiliki segala sesuatu yang lebih lengkap daripada aku. Tuhan memberikan mereka jiwa raga yang sehat. Tapi walaupun senormal apapun mereka tetap saja tidak pernah merasa puas.

Aku sangsi aku akan memiliki teman di dunia yang dipenuhi paradigma ini. Mungkin aku akan terisolasi dari semua pergaulan sosial dan hanya akan menggantungkan hidupku ke ibu dan ayah. Walaupun begitu, aku tidak mau bersusah payah mencari teman. 

***

Love SyndromeWhere stories live. Discover now