"Niall kenapa?" langsung.

Ya Tuhan sudah 3 hari aku tidak bertemu Niall dan aku sangat merindukanya, merindukan panggilan sayangnya, merindukan tatawanya, merindukan leluconya dan aku sangat merindukan wangi parfum Niall.

"Apa lo tau udah 3 hari dia nggak bisa ketawa, nggak bisa senyum sedikitpun. Tiap hari dia nyebut-nyebut nama lo. Tiap hari Niall SMS lo kita juga SMS lo tapi nggak pernah lo bales, dia telepon lo tapi nggak pernah mau lo angkat, lo tau kan dia doyan banget makan, 3 hari ini dia makan di paksa terus sama kita, kalau nggak kita paksa pasti dia nggak akan makan. Lo nggak kasian sama dia?" ujar Zayn.

NYESSS banget kena hati, mendengar keadaan Niall kayak gini bikin aku merasa bersalah tak terasa jatuhlah air mataku membasahi pipiku.

"Aku minta maaf aku nggak tau." Ucapku dan kembali menundukan kepala.

"Gimana lo mau tau kalau lo dihubungin aja nggak bisa! Bahkan Niall dan kita udah sampai depan pintu kamar tidur lo pun lo nggak mau keluar. Lo tau? Niall nangis pas dia bujuk lo keluar kamar tapi lo nggak mau, apa lo tau dia teriak teriak depan pintu kamar lo manggil-manggil nama lo tapi lo nggak mau keluar, lo nggak kasian sama dia apa?" Zayn sangat menekanku, menekan batinku, aku merasa bersalah banget. Ya Tuhan, aku benar-benar bingung.

Tiba-tiba ponsel Zayn berdering dengan sigap Zayn langsung mengangkatnya.

"Apa Haz?" jawab Zayn.

"Sekarang?—Lo gila apa?—Hah Lisa yang minta?—Bukanya lusa kan?—Ayesa?—Udah soal gampang—Ya udah gue kesana sekarang lo tunggu disana." Zayn mematikan teleponya dan langsung menghabiskan cappucino nya.

"Kita kerumah sakit sekarang." Ajak Zayn padaku.

"Ngapain?" tanyaku tidak mengerti.

"Gue nggak bisa kasih tau sekarang." Zayn langsung berdiri dan menarik tanganku.

"Aku nggak mau ikut kerumah sakit." Aku berusaha menepis tangan Zayn.

"Ayes untuk kali ini please lo jangan keras kepala." tegas Zayn yang memegang erat tanganku.

"Zayn aku nggak mau!" aku berusaha menepis tangan Zayn, tapi sia-sia.

Zayn tidak menghiraukannya, dia langsung membawaku ke tempat parkir dan langsung mendorongku masuk kedalam mobilnya.

"Zayn aku nggak mau! Aku nggak mau liat hal-hal nggak enak lagi!" rengekku kesal.

"Ayes stop! Dengerin gue ini penting banget dan darurat banget, so please sekarang lo jangan keras kepala dulu ini demi Niall." Zayn langsung tancap gas menuju rumah sakit.

Di perjalanan aku dan Zayn hanya berdiam diri nggak ada yang berusaha membuka pembicaraan. Pikiranku kacau banget, ruwet mumet! Aku bingung, aku pusing, kenapa perasaanku nggak enak banget ya?

Sesampainya dirumah sakit aku langsung kembali di tarik oleh Zayn, ya Tuhan semoga nggak ada sesuatu. Zayn langsung membawaku ke kamar dimana Lucy dirawat, semoga semuanya baik-baik saja amin.

Zayn langsung membuka pintunya dan—taraaaaaa tidak ada siapapun disana, kamar sudah rapih dan bersih, bukanya Lucy umurnya udah nggak lama lagi ya? Kok keluar dari rumah sakit? "DAMN!" umpat Zayn langsung dia menutup kembali pintu kamar tersebut dan kembali menarik tanganku.

Ini ada apasih sebenernya? Kok perasaan aku nggak enak banget ya? Ya Tuhan apa yang terjadi. Zayn jalan terburu-buru entah Zayn mau mengajakku kemana, tapi akhirnya kita berhenti di ruang tunggu, disana ada Harry sedang duduk sendiri dan terlihat sangat serius.

"Haz gimana?" Zayn langsung duduk di sebelah Harry dan aku hanya berdiri mematung.

"Ayesa." Harry langsung berdiri dan memelukku.

My Idol is My BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang