"Sakbo apaan?" Cici mengerutkan keningnya.

"Sesak boker. Ah lu mah kudet, Ci."

Cici berdesis, "Engga lah. Kalo sakbo gue udah ke toilet daritadi."

"Ga mau ke UKS minta obat?" tanya Zena lagi. Cici menggeleng tanda menolak.

Cici masih memegang perutnya, semakin lama semakin nyeri dan sakit. Cici pun menenggelamkan wajahnya dibalik lengannya yang diletakkan diatas meja.

Zena duduk disebelah Cici yang masih mengaduh kesakitan. Sambil memainkan ponselnya yang daritadi banjir notif instagram. Sampai bel berbunyi pun, Cici masih merasakan sakit yang luar biasa, ditambah lagi mereka masuk pelajaran Matematika. What the fuck.

"Lo ngerti?" Zena menoleh kearah Cici yang sejak tadi menulis.

"Integral mah gampang. Yang susah itu kalo lo ngerjain soalnya."

Masih sempat-sempatnya Cici bercanda, Zena hanya menatap datar kearah Cici. Dia kira sahabatnya yang satu itu paham betul, melihat dia yang daritadi sibuk menulis.

"Baik lah anak-anak, nanti pr nya di salin. Minggu depan di kumpul, sekalian ulangan harian. Sekarang kalian boleh istirahat." Ucapan bu Neti selaku guru Matematika yang berhasil membuat semua murid mengumpat kesal dalam hati. Tidak ada yang berani membantah, karena konsekuensi pengurangan nilai dan sikap.

-

Saat SMA hal yang sering dilakukan adalah bolos sekolah, dan itu yang sedang di lakukan oleh Sena saat ini. Gempulan asap rokok keluar dari mulut pemuda itu. Dengan masih memakai seragam putih abu-abu dan beberapa temannya yang lain.

"Ngapain sih nongkrong di depan sekolah ini?" salah satu teman Sena yang bernama Robby berdecak kesal saat Sena mengajak mereka buat bolos dan malah nongkrong di depan sekolah Pelita.

"Gue masih belum puas," ucap Sena seraya menatap sekolah itu tajam.

"Ck, masih aja dendam sama tu anak."

Sena menginjak puntung rokoknya yang tinggal setengah itu, "dia masih rival gue, sampai kapanpun."

"Terserah lo deh," pasrah Robby. Namun, seakan tersadar satu hal dia kembali nyeletuk membuat Sena terkejut. "Oiya, btw Cici sekolah di sini, Sen. "


"Ha!"

-

Cici sudah tidak tahan lagi. Perutnya benar-benar membuatnya kewalahan. Tenaganya terkuras cuma karena ini.

Cici masih saja menenggelamkan wajahnya dibalik lengannya. Tidak ada siapapun dikelasnya, karena sekarang mereka tengah masuk pelajaran olahraga. Jadi, semuanya berada di lapangan, kecuali Cici tentunya.

Baru saja Cici hendak memasuki alam mimpi, tiba-tiba suara bariton terdengar dari ambang pintu kelasnya.

"Ci, gapapa?" Tanya Divo dengan sedikit peluh yang membasahi dahinya.

Cici mendongak untuk melihat siapa yang bertanya, dan seperti tebakannya dia adalah Divo.

Cici bersandar di kursinya, lalu menganggukkan kepalanya. "Gapapa."

"Kata Zena lo sakit perut, sakbo?" Tanya Divo polos. Sumpah polos kali.

Cici menggembungkan pipinya kesal, "engga ish!" Cici beranjak dari duduknya berniat untuk ke toilet. Tapi saat dia sudah melewati Divo, tiba-tiba Divo menarik tangannya.

"Ci, jangan keluar." Divo menarik tangan Cici sampai dia hampir terjungkal.

"Why? Aku mau ke toilet astagah." Cici menepuk tangan Divo memberi isyarat untuk melepaskannya. Cici tetap kekeuh ingin ke toilet, tapi bersusah payah Divo melarangnya.

"Kenapa sih?" Cici sudah mulai kesal. Divo mengambil taplak meja yang terbentang diatas meja guru, lalu mengikatnya di pinggang Cici.

"Apaan nih?" Cici bingung dengan tingkah Divo yang mengikatkan taplak meja di pinggangnya.

Divo menghembuskan nafasnya pelan, "Kalo lo tetep mau kesana bentar deh." Divo mendekatkan kepalanya ke telinga Cici.

"Lo mau ngapain?"

Divo berdecak pelan. "Gue cuma mau ngasih tau." Divo semakin mendekatkan kepalanya, "Di rok lo banyak darah, lo bocorkan? Lo yakin masih tetap mau keluar?"

1 detik.

2 detik.

3 detik.

"HA?! SERIUSAN?" Wajah Cici memerah menahan malu yang luar biasa. Bisa-bisanya dia tembus di depan Divo. Dan yang memberitahunya juga Divo, ya ampun. Tidak pernah sekalipun terlintas dipikiran Cici.

Dengan cepat Cici langsung menguatkan ikatan dipinggangny dan berlari menuju toilet. Dia benar-benar malu saat ini.

Divo hanya terkekeh pelan melihat tingkah Cici yang menurut dia sangat lucu.

Terkadang hal yang sangat memalukan merupakan hal yang sangat rutin terjadi diantara mereka yang saling mencintai. Heleh anak kecil udah cinta-cintaan-,

Lucu juga batin Divo menggelikan hatinya.

---------

AURORA♕[ON GOING]Where stories live. Discover now