Cici menarik napas dalam-dalam, "Ternyata cowok itu beneran dia bang."

Nata tersentak, dia langsung menarik tangan Cici dan berjalan menjauhi kantin. Dia masih tidak paham, dia butuh penjelasan detail dari Cici.

Nata menyodorkan air mineral kepada Cici yang masih mengatur napasnya yang belum stabil. Nata masih diam menunggu Cici yang meneguk airnya dengan sadis. Dia dehidrasi.

Saat Cici sudah agak mendingan, Nata langsung memulai pembicaraan.

"Ci, gue ga ngerti maksud lo apa." Nata memiringkan sedikit kepalanya.

Cici menghela napas pendek. "Bang Nata masih inget anak cowok yang ada di rumah sakit tujuh tahun yang lalu? Anak cowok yang jadi temen deket aku dulu?" Cici tidak memandang Nata, melainkan menatap lurus ke depan.

Nata tampak berpikir sejenak, lalu wajahnya berubah seakan dia baru saja mengingat sesuatu.

"Maksud lo? Anak itu ada di sekolah ini?" Nata menaikkan satu oktaf suaranya, Cici hanya mengangguk.

"Dan lo habis ketemu dia?" Cici lagi-lagi mengangguk. Dia memang tidak menatap Nata, tetapi Nata tahu sekali kalau tatapan Cici saat ini menyimpan makna yang tersirat.

"Dia Divo! Senior yang waktu itu ngehukum aku. Dia Dianda Divo." Suara Cici bergetar, menahan tangis.

Nata terdiam. Dia tidak ingin bertanya lebih jauh lagi. Dia tidak ingin Cici menangis dan yang bisa dia lakukan hanya memeluk Cici erat. Dia tidak pernah melihat Cici menangis sedalam ini.

Jika tidak menahan air matanya untuk jatuh, itu pertanda dia menangisi hal yang sangat berarti. Menangis dalam diam.

***

Divo sudah siuman. Luka Revan juga sudah diobati oleh dokter UKS. Tetapi, Revan masih belum bicara karena untuk tersenyum saja dia akan merasakan nyeri sampai ke ubun-ubun. Jadi, Revan hanya berbicara lewat tangan. Layaknya orang bisu.

Revan mengerakkan tangannya seperti orang sedang minum yang artinya: gue mau minum, haus nih. Galang yang mengerti akan hal itu ber-oh ria lalu mengambil segelas air.

Revan mengerakkan lagi tangannya dan mengelus-elus pipi Galang dengan sayang artinya: makasih ya Galang, baik deh!

Galang yang tidak menduga akan dielus langsung menepis tangan Revan dengan geli.

"Apasih gilak! Gue masih waras!" Galang bergidik geli.

"Efek kepentok dinding jadi gitu dia, sarap." Reno cekikikan.

"Ye kan! Makanya jangan sok hero lo pake acara berantem segala." Galang menoyor kepala Revan yang membuat Revan meringis kesakitan.

Revan menatap Galang dengan tatapan yang mengatakan sakit bego!

"Mampus!" Tawa Reno makin menjadi-jadi. Dia hampir terjungkal dari kursinya. Spontan dia langsung berdiri agar tidak jatuh.

Dia mendekatkan kursinya ke dekat kakinya dan mengambil ancang-ancang untuk duduk. Belum sempat dia meletakkan bokongnya di kursi, Revan langsung menarik kursinya. Bokong Reno langsung mencium lantai dengan mantap.

AURORA♕[ON GOING]Where stories live. Discover now