2.3. LunatiC : Pulang

Magsimula sa umpisa
                                    

"Apa dulu kalian sering membicarakan Rika dan Dave?"

"Aku tidak ingin membahas itu"

Tidak ada lagi perdebatan. Aku berdiri dan berjalan pulang melewati mereka berdua.

***

"Begini, aku sudah memutuskan bahwa aku akan pergi dari sini." Ucap Nina. Disampingnya terdapat koper besar yang menurutku sudah penuh oleh pakaian dan barang-barang miliknya.

"Aku juga akan pulang hari ini" ucap Gilang.

Rudi menoleh takut padaku yang menatap tajam kearah mereka.

"E-em, itu tidak masalah... benar kan, Erick?" Aku mengalihkan pandanganku kearah meja ruang tamu dihadapanku.

"Aku pergi"

"Aku juga, jaga diri kalian baik-baik"

Setelah kepergian dua orang itu, ruangan masih saja sepi.

"Bagaimana dengan kalian?" tanya Dave. "Aku mungkin juga akan pergi, karena pemilik rumah sudah tidak disini lagi"

Aku selalu tahu bahwa perpisahan akan datang. Rumah ini akan kehilangan penghuninya satu per satu. Karena masing-masing dari kita akan pergi, entah karena suatu alasan, atau hanya sekedar ingin meninggalkan. Saat itu terjadi, aku tidak bisa meminta mereka untuk tetap tinggal. Aku hanya punya satu pilihan. Membiarkan mereka pergi. Aku tidak ingin menjadi egois, karena setiap orang punya jalan hidup masing-masing.

Apa yang dikatakan oleh Dave itu benar. Rika tidak lagi disini, lalu apa yang kita tunggu disini? Pergi secepatnya, itulah yang terbaik. Jangan biarkan dirimu berkabung karena terus berada disini. Melihat temanmu pergi satu per satu sambil terus mengingat kenangan yang pernah kalian buat bersama.

Jadi, ayo Erick! Ayo pergi!

"Kita akan pulang kan, Erick?"

Aku mengangguk.

***

Setelah meninggalkan rumah yang penuh kenangan itu, aku dan Rudi kembali ke desa. Kami menjalani hidup dengan normal, dan setelah beberapa hari berlalu, tidak satu pun dari kami mendapat kabar dari teman-teman kami. Begitu juga dengan kami yang tidak pernah sekalipun menghubungi mereka. Jika kita bertemu nanti, akan seperti apa jadinya? Bukankah, kami seperti orang asing sekarang?

"Ada yang kurang dari kita!" Kata Rudi. Saat ini kami sedang berjalan melewati hutan pinus. Bulan purnama membuat jalan sedikit lebih terang dari malam sebelumnya.

"Kita?" Aku mengangkat salah satu alisku.

"Ya, kita! Maksudku, kita ber enam"

"Ooh..." ucap ku.

"Kau tahu apa yang kurang?"

aku menggeleng.

"Foto"

"Hn?"

"Ya, foto! Kau tahu? Kita tidak pernah berfoto bersama!"

"Foto kelas juga foto bersama kan?"

Rudi terlihat cemberut dengan jawabanku.

"Lupakan! Lupakan" Ucapnya. "Oh ya, tadi pagi aku melihat berita di televisi"

Aku menoleh padanya, "Apa?"

"Ada sebuah kecelakaan di tempat yang tak jauh dari rumah panti"

Aku hanya ber'Oh' ria.

"Kau tahu? rumah panti benar-benar sepi"

"Memang begitu seharusnya. Tidak ada yang tinggal disana kan?"

"Sangat disayangkan jika itu tidak ada pewarisnya" Kata Rudi. "Erick?"

"Ada apa?" tanyaku. Kami berhenti sejenak dari perjalanan. Hampir keluar dari hutan pinus ini ketika melihat hamparan sawah terbentang dan rumah-rumah penduduk di hadapan kami.

"Kau mencium sesuatu?"

"Maksudmu bau ubi manis?"

"Jangan menakutiku*! Ini.. seperti bau kebakaran..."

Aku menatapnya bingung. Melihat sekeliling, aku melihat asap keluar dari tubuh Rudi. "Rudi... sesuatu yang aneh terjadi padamu"

"Apapun yang terjadi... tolong, menjauhlah dariku" Ketika aku menatap matanya, Rudi menangis.

Dia berlari menjauh dariku, kobaran api yang entah dari mana asalnya membakar habis tubuhnya.

"RUDI! RUDI!" Aku berlari mengejarnya.

"PERGI! MENJAUH DARI KU ERICK!!!" Dia berlari dan terus berlari. Aku mencari cara untuk menghentikan kobaran api itu. Aku berhenti untuk mengambil apapun yang bisa digunakan sebagai wadah.

"Dimana? Dimana?! Ayo cepat temukan!" Air mataku menetes. aku mencari sambil terus mengusap air mataku. Putus asa, aku kembali berlari mengejar Rudi. Dia pasti pergi ke sungai karena dia berlari kearah dimana sungai berada.

Sebelum sampai di sungai, aku melihat sesuatu yang terbaring di tanah mengeluarkan asap. Tidak ada tubuh, tangan dan kepala. Hanya sepasang kaki yang dinodai oleh darah. Darah kering.

Teriakan ku dimalam itu, membangunkan para penduduk. Menggiring mereka berjalan menuju tempatku yang tidak sadarkan diri.

.

.

TBC

(*) Biasanya bau Ubi manis (atau ketela?) bisa di anggap sebagai kehadiran makhluk seperti Kunti*anak.

Kritik dan Saran sangat diperlukan^^

LunatiC : Deep World Dark Side [END]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon