15: Worst Goodbye

11 2 0
                                    

“The worst goodbye ever”
.
.
.

Dibawah sinar bulan itu, kita berbagi cerita satu sama lain. Walaupun melelahkan tetaplah di sampingku.-Kwon Chaerin-
.
.
.

Dengan langkah gontai Chaerin berjalan menuju halte bus. Walaupun jarak yang cukup jauh dari rumah Chanyeol, ia berjalan. Menundukkan kepala sambil memandangi ujung sepatunya yang terus bergerak adalah hal yang bisa dilakkukannya dalam situasi ini. Ia tak pernah tahu jika sakit di dadanya begitu menyiksa, membuat dirinya seakan ingin muntah.

Hari sudah malam, terlihat dari langit yang sudah berubah warna menjadi gelap serta munculnya beberapa bintang di beberapa sisi. Jalanan di komplek rumah Chanyeol terlihat lengang dan tidak banyak orang yang lewat. Ia menghentikan langkah ketika berada di depan sebuah rumah. Ia memandang ke atas, menatapnya dengan nanar. Berharap Kyungsoo melihatnya dari kamarnya. Tetapi itu mustahil.

Ia kembali melanjutkan langkahnya sambil bergumam dan tertawa seorang diri. Orang-orang mungkin menyebutnya gila. Kali ini ia mencoba memperlebar langkahnya.

Srak…srakkk…srak…

Langkah ganda terdengar oleh Chaerin. Ia merasa ada yang mengikuti langkahnya saat ini. Ia sedikit menengok ke belakang dan ia menemukan seorang lelaki bertubuh tinggi mengenakan jaket hitam bertudung sedang mengikutinya di belakang. Ia tidak begitu gelisah saat ini. Ia malah sudah tahu apa yang harus dilakukan jika orang tersebut mendekat.

Chaerin menghentikan langkahnya setelah memasuki sebuah gang buntu yang amat sepi. Mungkin hanya ada beberapa tikus atau kecoa disana. Lelaki itu masih mangikutinya, saat Chaerin berhenti lelaki itu juga berhenti. Dengan cepat dan tanpa aba-aba Chaerin membalikkan tubuhnya kemudian mencoba memukul wajah lelaki itu.

Sayangnya tak-tiknya kurang perhitungan. Membuat pukulannya tidak tepat sasaran. Ia masih menimbulkan jarak beberapa centi dari wajah targetnya. Chaerin meringis karena ia merasa pundaknya sangat sakit dan perih. Seperti ototnya telah robek –itu adalah cedera yang dialami Chaerin ketika berlatih tenis. Lelaki itu menyeringai dari sorot matanya kemudian meraih tangan Chaerin dan memelintirnya ke belakang tubuh Chaerin, membuat Chaerin mengumpat.

“Sialan!” umpat Chaerin sambil menahan sakit yang menjalar dari satu titik ke seluruh tubuh. Lelaki itu tertawa di belakangnya sambil terus mengunci gerakannya. Chaerin tidak tahu pasti tetapi ia merasakan lelaki itu yang membekap mulutnya dan hidingnya menggunakan sebuah kain.

“Ahah…, hahh…,” Chaerin berusaha meraup oksigen yang menipis karena bekapan lelaki itu. Tetapi ia merasakan tubuhnya melemah serta pandangannya gelap dan ia hanya melihat satu titik cahaya yang kabur. Sebelum pada akhirnya ia terkulai lemas didekapan lelaki asing itu.

Chaerin membuka matanya perlahan dan ia merasakan badannya yang begitu lemas. Ia merasakan mulutnya yang tidak bisa terbuka karena tertutup oleh lakban yang kuat. Kakinya dan tangannya terikat dengan tali tambang dengan begitu kuat.

Ia menatap sekitar, ia sedang berada di sebuah ruangan besar yang kosong. Seperti gudang dengan beberapa kardus besar dan balok kayu di beberapa sisi. Angin kencang melewati jendela membuat rambut Chaeriin yang sudah berantakan berterbangan. Di tembok yang letaknya cukup jauh dari Chaerin ada sebuah pintu kayu yang sudah termakan rayap. Chaerin sedang didudukkan di tengah tengah ruangan tepat sinar lampu mengenai dirinya.

Ia bersyukur karena saat ini ia masih menggunakan bajunya dengan lengkap. Walaupun jaketnya sudah melorot sampai siku. Ia mencoba melepaskan ikatan yang menjerat kedua tangannya itu. Demi apapun lengan kanannya terasa sakit, rasa sakit itu terasa amat sangat menyiksa baginya.

CarameloWhere stories live. Discover now