Bagaimana?

560 35 0
                                    

Tik tik tik tik

Tik tik tik tik tik tik

Tik tik tik tik tik tik tik tik

"Hampir selesai! Aku tinggal membuat bagian epilog saja. Menyenangkan sekali. Kira-kira bagaimana tanggapan mereka soal ini ya?"






















.
.
.























Luhan menatap pemandangan jalanan yang macet dengan tatapan datar. Bukan karena ia kesal, hanya saja ia bingung harus menunjukkan ekspresi seperti apa. Apa normal jika ia tersenyum senang di tengah kemacetan begini? Atau ia harus cemberut dengan mata berkaca-kaca? Aduh, dia sudah cukup dewasa untuk bersikap seperti itu. Lagipula tidak ada perasaan berlebih jika soal macet bagi Luhan. Sudah biasa. Terlalu biasa. Bahkan kalau ia ingin menulis ulang jadwal sehari-harinya, bisa dimungkinkan akan ada tambahan kalimat "Menikmati Kemacetan" di bawah kalimat "Pulang dari Kantor". Ahahah.

Jarak rumah yang sedang ia tuju sudah tidak terlalu jauh. Ia penasaran dengan undangan yang diberikan oleh si pemilik rumah. Bukan undangan formal, hanya semacam "Ayo main ke rumahku!" begitulah. Orang itu termasuk jarang menyuruhnya untuk berkunjung. Lebih sering sebaliknya. Meskipun Luhan harus tersenyum tabah sembari mengelus dada ketika orang itu berkunjung ke rumahnya, tetapi dia cukup menyenangkan. Mudah membuat Luhan rindu.

Jadilah sepulang dari kantor ia langsung melajukan mobilnya ke arah yang berbeda dari biasanya. Ia mengira, di perjalanan yang berbeda ini tidak akan ditemuinya kemacetan seperti yang ia alami setiap perjalanan pulang ke rumahnya sendiri.

Tapi ternyata sama saja.

Ya sudahlah.


























.
.
.




















"Sebentar-sebentar. Satu lagi. Aduuuh jangan menarik-narik bajuku dong! Woy!"

"Lagipula kau ini lama sekali! Memangnya kau tidak tahu sudah berapa kali kau bilang 'satu lagi' 'satu lagi'? Sudah tidak terhitung tau!"

"Ah kau ini berlebihan sekali. Kau yang mendengarkan, harusnya kau yang menghitung! Apa sebenarnya kau ini tidak bisa berhitung? Hah?"

"Wah wah wah. Dasar ya kau ini! Enak saja bilang aku tidak bisa berhitung! Kalau aku tidak bisa berhitung tentu saja aku tidak bisa masuk ke SMA! Nah, sekarang siapa yang bodoh?!"

"Heh! Aku tidak bilang kau bodoh ya! Aku hanya bilang kau tidak bisa berhitung! Dengar? Ber-hi-tung! Aduh Baek, sabar sedikit! Satu lagi! Oke?!"

"AAAAAAA! Terserah kau saja! Kalau sampai Kyungsoo marah, itu adalah salahmu! Dengar? Sa-lah-mu!"























.
.
.





















Sudah jam enam. Pacarku bilang aku harus pergi ke rumahnya sebelum jam tujuh. Oke. Aku akan mengakhiri latihanku dan segera bergegas kesana. Untung saja hari ini aku membawa sepeda motor sendiri. Jadi aku bisa sampai disana lebih cepat.

Ruang latihan juga sudah mulai sepi. Hanya ada aku, Taemin, Jimin, dan...siapa itu? Ah, Sungwoon. Mereka terlihat masih bersemangat. Mau latihan sampai jam berapa ya mereka?

Scary MomentWhere stories live. Discover now