Bab 4

166 17 1
                                    



⚠️ (kiss scene) — tolong ditanggapi dengan bijak ya:)

"Demi Lovato yang Skyscraper aja, deh." Terdengar suara seseorang yang sangat dikenal baik oleh Jungkook maupun Lalisa. Suara tersebut terdengar hingga keluar ruang vokal— hingga Lalisa berjengit kaget dan bergeming didepan pintu.

Jungkook ikut menghentikan langkahnya, berbalik menghadap Lalisa walaupun tangannya sudah bergerak untuk memutar kenop pintu. "Kenapa?"

Lalisa menoleh kearah Jungkook, menggeleng pelan sebelum akhirnya berjalan mundur— menjauhi ruang vokal.

"Lalisa," ucap Jungkook dengan suara lembut dan menenangkan. Lalisa menatap manik mata teduh milik Jungkook, ia merasa lebih tenang, namun belum sepenuhnya.

"Aku masih belum bisa bertemu dengannya Jungkook. Aku tidak mau," lirih Lalisa— setengah merengek. Ia benar-benar akan menolak mentah-mentah jika tahu dari awal kalau Jimin juga berpartisipasi dalam pertunjukan festival.

Jungkook menghela nafas pelan, kemudian melangkah mendekati Lalisa dan meraih tangan mungilnya dengan lembut. Senyum meyakinkan terukir di bibirnya.

"Jimin hanyalah masa lalu, apa yang perlu ditakutkan?" Tanya Jungkook. Meskipun perkataan Jungkook ada benarnya, Lalisa tetap bergeming.

"Kau bisa mengandalkanku, Liz. Tenang saja, ada aku." Kali ini barulah Lalisa berhasil keluar dari ketakutannya. Gadis itu menatap ragu kearah Jungkook, namun Jungkook membalasnya dengan tatapan menenangkan— hingga akhirnya Lalisa mengangguk dan mengekor dibelakang Jungkook.

"Ada Krystal didalam, Kai juga. Kuharap kau tidak membunuh dua anggotamu itu. Terlalu mengerikan." Jungkook terkekeh, membuat candaan yang terdengar garing namun berhasil membuat Lalisa ikut terkekeh. Sepertinya gadis itu sudah mulai nyaman dan merasa baik-baik saja selama disisinya ada seorang Jeon Jungkook.

"Omong-omong kamu tahu darimana? Kalau aku sedang ingin membunuh mereka berdua," gumam Lalisa yang masih bisa didengar oleh Jungkook.

Jungkook pada akhirnya berhasil membuka pintu ruang vokal— yang sudah menjadi ruangan terfavoritnya selama ini setelah rumah Lalisa, pemuda itu mengeratkan genggaman tangannya.

"Aku mendengarmu mendumal kemarin."

Dan setelah itu Lalisa langsung terdiam dengan perasaan jengkel. Dasar tukang nguping!

[•]

Sekitar pukul 2 siang, Krystal meminta waktu istirahat karena memang ia sudah menggerakkan badannya sejak pagi tadi tanpa henti— ditambah lagi beberapa pukulan Lalisa yang sukses membuat punggungnya nyut-nyutan. Lalisa pun merasakan hal yang sama, hanya saja gadis itu sudah terbiasa melakukan gerakan yang sama dalam waktu lama.

Lalisa mendudukkan dirinya diatas karpet beludru hitam yang ada di pojok ruangan. Tangannya berkibas-kibas didepan wajah manisnya— panas dan berkeringat, benar-benar lengket.

Baru saja Lalisa merasakan ketenangan, seseorang sudah mengusik ketenangannya dan tebak siapa orang itu? Jimin. Tentu saja, kapan pemuda itu pernah membiarkannya hidup tenang?

"Kurasa ini baru beberapa sejak kita putus. Sudah dapat pengganti, hm?" Pertanyaan Jimin membuat Lalisa ingin tertawa. Astaga, lihatlah pemuda ini— bermuka dua dan juga tebal seperti babi, maaf jika itu kasar.

Lalisa memberikan senyum miringnya, menatap Jimin dengan pandangan meremehkan. "Dan tolong tanyakan pada dirimu sendiri, Jim. Kurasa saat itu kita belum putus, dan dirimu sudah mendapatkan mainan baru."

Dengan senyum puas Lalisa berhasil mengutarakan hal yang ada dipikirannya. Dan jangan lupa bahwa semua itu adalah fakta tentang Jimin si bedebah brengsek.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 30, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Attention SeekersWhere stories live. Discover now