Jagat pun ber-oh ria menanggapi respons itu, lalu memandangi Riv dan Arraf bergantian dengan mata menyipit curiga. Namun, Jagat tak ingin terlalu menekan temannya sekarang. Alih-alih, dia tersenyum dan berkata, "Okelah. Ayo ke tribun!"

Mereka ke tribun FMIPA bersama-sama dan seperti yang sudah Arraf duga, adik-adik tingkatnya yang aktif ketika dulu dia ada di BEM maupun menjadi koas seketika mengenalinya. Arraf sibuk bertegur-sapa dengan adik-adik tingkatnya bersama Jagat sementara Riv dan Nirvana sudah duduk di bagian belakang tribun yang kosong.

Usai bertegur-sapa, Arraf menoleh untuk mencari sosok Riv. Mata Arraf sempat bertemu dengan mata Riv ketika gadis itu menatapnya. Mencipta waktu henti di benak Arraf untuk sesaat. Rasanya sulit dideskripsikan. Arraf tak pernah terlalu paham makna berbagai puisi, tetapi detik ini rasanya Arraf bisa memahami makna puluhan puisi cinta yang dulunya tak dia pahami. Momen magis, atau momen di saat dia merasa bumi sedang berhenti berputar untuk sesaat, dan itu terjadi hanya karena matanya bertemu dengan mata seseorang yang begitu memahaminya tengah Arraf rasakan sekarang. Rasanya indah dan kompleks seperti semesta ini.

Riv adalah kekasih yang dia banggakan, tetapi Arraf tak bisa mendeklarasikan hal itu kepada dunia. Rasanya agak terkekang. Arraf tak biasa seperti ini. Namun, Arraf tahu ini tak perlu berlangsung lama. Riv lebih nyaman seperti ini dan Arraf hanya mengikuti apa yang Riv inginkan. Tidak lama. Hanya dua bulan dan Arraf bisa lebih bebas menunjukkan kepada semua orang mengenai hubungannya dengan Riv. Dan, Arraf yakin tak semua orang bisa memiliki hubungan seperti hubungannya dengan Riv yang lebih dewasa dan memiliki visi besar. It's more than just physical attraction and he's proud with that.

Acara pembukaan Oksigen pun dimulai dengan sambutan dari MC yang masuk. Riv menatap Arraf yang naik ke mimbar tinggi untuk pemimpin supporter dan duduk di sana bersama Jagat dan adik tingkat yang menjadi jenderal supporter fakultasnya. Tak lama, datanglah kesempatan untuk perang jargon. Tabuh drum menyemarakkan suasana supporter itu.

Berbeda dari dugaan Riv, Arraf justru turun dari mimbar ketika perang jargon dimulai dan memilih untuk ikut dalam barisan supporter lainnya di tribun, membiarkan para adik tingkatnya yang bekerja untuk memimpin supporter.

Sambil mengikuti arahan dari jenderal supporter fakultasnya, Riv jadi teringat masa-masa Oksigen dulu ketika FMIPA menang. Dari awal pembukaan hingga penutupan Oksigen, Arraf memimpin di mimbar kayu itu tiap ada kesempatan. Dan sambil berdiri di tribun belakang, Riv melihat Arraf begitu bersinar. Seolah memang di situlah tempatnya berada. Di bawah sorotan dan dilihat oleh semua orang dalam ruangan. Dan karena semua orang sudah tahu dia berprestasi baik di akademik maupun non-akademik, makin tinggilah rasa respek mereka kepada Arraf.

Karenanya, Arraf dipuja-puja bagai dewa. Dijunjung tinggi bagai raja. Sempurna dari segala sisi hingga semua orang merasa tak punya pilihan selain mengaguminya.

Dialah sang matahari.

Pada momen seperti itulah Riv makin sadar betapa berbedanya dunia mereka. Ini bukanlah berbeda 'dunia' di mana Arraf adalah langit dan dia adalah bumi. Bukan. Riv tak merasa rendah. Tak ada yang rendah dan tinggi dalam perbedaan semacam ini. Yang ada hanya berbeda dalam konsep yang setara. Namun, dengan visi dan misi yang sama, Riv cukup yakin mereka bisa senantiasa berada dalam satu irisan meski domainnya berbeda.

Setelah perang jargon diselesaikan untuk lanjut ke acara berikutnya, Riv beranjak untuk ke kamar mandi. Arraf tak menyadari kepergian gadis itu. Baru di tengah menyimak sambutan dari ketua panitia, Arraf mencari-cari keberadaan Riv di tribun belakang. Namun, dia hanya melihat sosok Nirvana duduk di sana bersama anak FMIPA lainnya. Kepala Arraf pun celingukan dengan mata memindai. Mungkin Riv ada di kamar mandi. Atau, apa dia udah balik duluan? pikir Arraf.

Rotasi dan RevolusiWhere stories live. Discover now