12

2.1K 97 14
                                    

Penerbangan dari Bali menuju Jakarta hanya memakan waktu kurang dari dua jam. Ansel memanfaatkannya untuk kembali beristirahat sepanjang perjalanan. Dia sudah membuat janji dengan orang lain begitu dia mendarat di bandara Soekarno-Hatta. Stevan tidak banyak bicara. Lelaki itu hanya mengomel singkat lalu membiarkan Ansel tidur.

Sesampainya di Jakarta, seorang perempuan cantik telah menunggu Ansel di arrival hall. Di samping wanita itu ada seorang anak perempuan cantik berkulit agak gelap, berambut hitam, dan bermata bulat. Melihat kehadiran dua orang itu dan membalas lambaian mereka, Ansel menoleh pada Stevan.

“Gue duluan ya, Stev. Udah dijemput. Lo nunggu taksi, kan? Atau dijemput cewek lo?” ujar Ansel. Stevan hanya menggeleng pelan tanpa menjawab. Dia masih sibuk memikirkan siapa yang menjemput Ansel di bandara.

Stevan baru akan bertanya ketika Ansel sudah berjalan menjauhinya dan mendekati wanita yang membawa anak tersebut. Jelas-jelas Ansel hanya basa-basi bertanya padanya. Stevan berjalan ke arah yang berlainan untuk mengambil antrian taksi. Dengan ekor mata, Stevan masih bisa melihat Ansel yang sudah menggendong anak perempuan itu, sementara si wanita dewasa mengambil alih koper Ansel.

Stevan memang tidak terlalu dekat dengan Ansel. Mereka memang pernah satu kampus tetapi tidak pernah sedekat sahabat, hanya saling kenal. Mereka bertemu kembali ketika masing-masing sudah memegang perusahaan masing-masing. Ansel mewarisi perusahaan hotel papanya, sementara Stevan baru merintis usaha start-up di bidang travelling. Setahu Stevan, status Ansel masih single, belum pernah menikah, apalagi memiliki anak.

Stevan menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak mungkin kalau ternyata Ansel sudah menikah. Jika iya, dia tentu saja tidak mungkin tidur dengan perempuan lain semalam. Lagipula, jika benar mereka menikah dan Ansel tetap ingin ‘bermain’ di luar, anak perempuan yang dibawa oleh perempuan itu pasti bukan anak mereka. Ansel jelas-jelas berdarah oriental. Begitu juga dengan sang wanita. Tidak mungkin anak mereka memiliki penampilan yang lain dari orang tuanya. Masih menyisakan tanda tanya di kepalanya, Stevan menoleh lagi ke arah terakhir dia melihat Ansel. Lelaki itu sudah tidak ada di sana.

Stevan menghela napas. Apa pun yang dilakukan Ansel tidak ada sangkut paut dengan dirinya. Lebih baik dia memikirkan cara meminta maaf pada pacarnya yang absen dia hubungi seminggu ini. Apalagi sebelum pergi ke Bali, mereka baru saja bertengkar.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 09, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

[Edisi Revisi] How to Let GoWhere stories live. Discover now