03

1.2K 88 1
                                    

Beberapa jam lalu, Ansel Wilhemus meninggalkan teman sekamarnya di hotel setelah ditolak mentah-mentah untuk clubbing bareng. Padahal dia tahu persis kalau Stevan membutuhkan hiburan setelah seminggu penuh tidak berhubungan dengan pacarnya di Jakarta. Namun lelaki itu memilih untuk nonton TV di kamar hotel sambil menyesali nasib karena tidak membawa ponsel. Benar-benar konyol.

Jadi, Ansel memutuskan untuk meluangkan waktunya di bar selepas minggunya yang hanya berisi meeting dan memantau perkembangan beberapa hotel miliknya di Bali. Dia benar-benar butuh refreshing, menyicip beberapa gelas alkohol pasti bisa sedikit meringankan kepalanya. Memang akan lebih sempurna lagi apabila dia punya teman mengobrol santai. Terkutuklah Stevan karena lelaki itu menolak ikut.

Jemari Ansel sudah sangat ingin menelepon seorang perempuan yang dia tahu tinggal di Bali. Mereka pernah menjalani beberapa kali hubungan singkat tak terencana karena bertemu di tempat yang sama. Ujung selalu mirip, berakhir di atas ranjang. Kadang di ranjang kamar hotelnya, atau di ranjang kamar vila milik perempuan itu.

Namun Ansel selalu berhati-hati dalam memainkan perannya, dia tidak ingin ada kesalahpahaman. Semua perempuan, baginya, tidak boleh diberikan harapan yang terlalu tinggi. Ketika dia menjadi orang pertama yang menghubungi wanita, sang wanita selalu berpikir Ansel menginginkan lebih daripada hanya malam erotis untuk melepaskan kebutuhan primitifnya. Tidak akan pernah terjadi. Jadi, Ansel mengurungkan niatnya menghubungi perempuan itu.

Lain cerita apabila saat ini dia tidak sengaja bertemu dengan wanita yang sama malam ini. Ansel mungkin tidak perlu berpikir dua kali untuk mengajaknya bercinta. Dia sudah tahu bagaimana rasanya dan kepuasan selalu menjadi akhir yang menyenangkan.

Ansel melirik jam tangan digitalnya. Baru jam sepuluh malam, gumamnya dalam hati, dan gue udah bosan aja. Dia pasti akan ditertawai oleh Stevan kalau pulang sepagi ini. Dia masih ingat pesan rekan kerjanya untuk tidak membawa pulang perempuan ke hotel. Mengingat itu, Ansel mengulum senyum. Dia memang tidak berniat menghabiskan waktunya bersama wanita mana pun, tidak di saat kamar hotelnya berpenghuni orang lain. Dia bisa datang di lain waktu dan melakukannya lain kali. Saat ini, dia hanya bosan, ingin bicara pada seseorang tentang apa saja.

Lelaki itu akhirnya mengedarkan pandangannya sekeliling ruangan. Mencari mata yang terlihat tertarik padanya. Siapa tahu ada seseorang yang bisa mengusir kebosanannya. Dia mulai menilai sekelompok perempuan muda yang terlihat bersenang-senang di sana. Pakaian mereka minim, membuat Ansel bebas mengeksplorasi lekukan tubuh mereka. Cara mereka berbicara, berbisik, dan tertawa jelas merupakan pancingan bagi setiap pria di sana. Namun, belum sempat Ansel memutuskan apa-apa, matanya menangkap sosok seorang perempuan yang duduk sendirian jauh di belakang para perempuan itu.

Keberadaan perempuan itu sungguh kontras dengan hingar bingar yang ada di sekeliling. Dia tampak sedang bekerja. Menulis sesuatu di atas sebuah buku sambil diterangi lampu dari ponselnya. Yang lebih konyol lagi, di atas meja wanita itu ada botol air mineral dengan gelas minumnya.

Siapa yang begitu bodoh bekerja di tempat seperti ini? Bahkan manajemen bar pasti punya ruangan sendiri untuk bekerja.

Ansel mengembuskan napas tidak peduli. Dia memalingkan muka dan memesan Vodka pada bartender. Dengan sekali teguk, Ansel menghabiskan satu sloki minuman keras itu yang langsung terasa membakar tenggorokannya. Meresapi sensasinya untuk beberapa saat sebelum dia meminta satu sloki lagi.

Lagi-lagi matanya begitu nakal untuk kembali mengamati perempuan itu. Digerakkan oleh rasa penasaran, Ansel menenggak habis minuman keduanya lalu berjalan ke arah perempuan itu. Sepertinya dia sudah mendapatkan teman bicara malam itu.

[Edisi Revisi] How to Let GoWhere stories live. Discover now