KENANGAN

751 85 5
                                    


Jangan lupa tekan ⭐ dan komen di bawah ini!

Wira memandang lekat gedung bercat pink. Rasanya sudah sangat lama ia tidak menginjakkan kaki di tempat itu. Terakhir kali, saat ia masih duduk di bangku SD. Wira harus bolak-balik ke rumah sakit Ercharndt Medic demi menjaga Nataniel-Ayah Wira yang sedang sakit.

Terkadang lelaki itu membolos karena terlalu kelelahan, ibunya pun tidak bisa diandalkan. Sebab, Lili lebih sibuk mengurus perusahaan. Menggantikan posisi suaminya.

Matanya menelisik seluruh isi rumah sakit itu, banyak yang berubah. Tatanan ruangannya tidak lagi sama. Namun, satu yang tidak berubah. Letak ruangan Sang Ayah masih sama, tepat berada di depan kolam ikan.

Wira menarik napas dalam-dalam, tangannya meraih knop pintu. "Ayah aku di sini!" lirihnya menatap kursi kosong di depannya.

Wira berjalan menuju kursi kosong, mengusap pelan meja berwarna coklat. Lelaki itu duduk, pandangannya teralih pada bingkai foto. Menunjukkan potret keluarga kecil bahagia. Wira mengambil bingkai itu, menatapnya begitu lama hingga ia tak sadar setetes air bening membasahi pipinya.

"Jangan tersenyum seperti itu Nataniel!" tegurnya pada pria dengan kemeja biru di dalam foto itu.

"Apa?" Wira mendengus kesal, meletakkan kembali bingkai foto itu. "Sudah kubilang, menjadi dokter bukan lagi cita-citaku."

Wira memejamkan mata, bersandar pada jok kursi. Terdengar suara pintu terbuka menampilkan pria berlesung pipi dengan bulu tipis di pipi belakang hingga dagu.

Mirip Wira!

"Duplikatmu datang!" ucap Wira menegakkan tubuhnya.

"Apa?" Pria itu bersuara saat Wira menatapnya tajam. Ia merentangkan tangannya, berharap Wira datang memeluknya.

"Kau tidak merindukan Pamanmu?" protes Pria berjas putih itu saat Wira tidak mempedulikannya dan malah duduk di sofa.

Pria itu menyusul Wira. "Paman merindukanmu!" Ucapan itu berhasil membuat Wira berdiri dan memeluk pamannya dengan erat.

"Ternyata ukurannya sudah besar," bisik pria itu di telinga Wira.

"Hah?" Wira melepaskan pelukannya. Ia sadar mata pamannya mengarah ke bagian bawah celananya. "Singkirkan matamu, Paman! Atau aku akan memecatmu sebagai Direktur Ercharndt Medic." Pria itu hanya terkekeh mendengar ancaman keponakannya.

Giandra Ercharndt  ̶ pria berusia 28 tahun yang sekarang menjabat sebagai Direktur Utama rumah sakit Ercharndt Medic, rumah sakit yang dibangun Ayah Wira. Pria tampan itu harus menggantikan posisi kakaknya.  ̶ sepeninggal Nataniel Ercharndt. Selain itu juga, Giandra adalah seorang dokter ahli onkologi. Siapa yang tidak akan bertekuk lutut di hadapan Dokter Gian. Ia memiliki segalanya, Wajah tampan, otak cerdas, banyak uang dan nilai tambahnya adalah Dokter Gian ramah pada siapapun, sangat jauh berbeda dengan Wira   ̶ keponakannya. Namun sayang, pria itu belum memiliki pendamping hidup.

"Aku setuju jika kamu memecatku. Dengan begitu, tugasku selesai dan aku bisa fokus mencari tulang rusukku yang hilang," balasnya. Ia menyilangkan kedua kakinya dan bersandar dengan santai.

"Bagaimana pun posisi ini akan secepatnya kuserahkan padamu Nata," tambah Gian.

"Bangunlah Paman! Khayalanmu terlalu jauh. Aku tidak akan pernah menempati posisi itu. Jika Paman bosan, berikan saja pada Wanita itu," tolak Wira.

"Jadi kamu masih membenci
Mamamu?" Gian memperbaiki posisinya. "Nata, kejadian itu sudah sangat lama dan kamu masih tidak bisa memaafkan Mamamu!"

Wira menghela napas. "Gelas yang sudah pecah, tidak akan pernah utuh kembali, Paman!"

Gian berdiri, menghampiri Wira. Pria itu mengacak rambut keponakannya pelan. "Terserah saja! Jika kau tidak ingin memaafkan mamamu, atau tidak ingin menempati posisi Paman, maka jangan kau lakukan! Tetapi setidaknya wujudkan impian Ayahmu.

Gian menepuk punggung Wira. "Paman harus kembali bekerja, jaga dirimu baik-baik!" pamitnya. Pria itu pun melangkah keluar namun ia harus terhenti karena perkataan Sang Keponakan.

"Aku tidak akan pernah menjadi seorang Dokter!" tegas Wira. Ia berdiri menyusul Gian.

Gian berbalik. "Wira!"

"Ayahku bahkan tidak mampu menyembuhkan dirinya sendiri meskipun ia seorang Dokter. Jadi tidak ada gunanya mewujudkan impian konyol itu," tekannya. Wira beranjak meninggalkan Gian.

"Kau lihat? Keras kepalanya mirip denganmu, Kakak!" adu Gian sembari mengacak rambutnya frustasi.

Salam Cinta

Ardian R
(12 Oktober 2021)

Jodoh Untuk WiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang