MENYEBALKAN

794 77 22
                                    

Jangan lupa tekan ⭐ dan Komen di bawah ini!

"Sampai kapan lo ngehindarin gue?" Gadis dengan rambut digulung ke atas itu menatap lelaki berpakaian seragam putih abu-abu, matanya begitu sendu.

Lelaki itu hanya diam saja, mulutnya seakan terkunci. Memandang gadis cantik bernama Viola itu pun rasanya membuat ia sangat muak.

"Wira, ini sudah 5 tahun berlalu. Apa pun yang membuat lo kecewa saat itu, nggak ada sedikit pun hubungannya dengan gue!" Suara lembut Viola berubah sedikit keras.

Air matanya lolos begitu saja, Bagaimana mungkin Wira yang dulu mencintainya kini berubah membencinya? Viola masih menyimpan rekaman indah saat Wira masih menganggap Viola sebagai ratu di hidupnya.

Wira tiba-tiba berdiri, melemparkan jaket denim ke arah Viola. Gadis itu sedikit terkejut, ia memandangi Wira. "Berhenti hidup di masa lalu Viola! Karena gue nggak lagi hidup di sana. Sebesar apapun cinta gue ke lo, cinta itu nggak akan bisa menutupi luka gue."

Pandangan Wira turun ke bawah-rok mini Viola memamerkan paha mulus gadis itu. "Gue masih lelaki normal, nggak seharusnya lo nemuin gue dengan pakaian yang akan mengundang birahi gue," sindir Wira. Viola menelan ludahnya, ia menarik jaket denim Wira untuk menutupi pahanya.

Wira tersenyum kecut. "Sekali lagi lo muncul di hadapan gue, lo akan tau akibatnya!" ancam Wira. Ia benar-benar tidak ingin melihat Viola lagi dalam kehidupannya, gadis itu seperti luka bagi Wira. Meski diobati, lukanya tidak akan pernah sembuh, hanya akan semakin menganga lebar dan menyakitinya.

***

Aiza duduk sebentar di bawah pohon depan mushola. Gadis itu baru selesai melaksanakan shalat dhuha. Ia diizinkan Pak Tanu untuk tidak mengikuti pelajaran olahraga. Mengingat kondisinya belum pulih karena insiden pingsannya kemarin. Ia memejamkan matanya bersamaan dengan suara pesan masuk di ponselnya. Aiza mengambil benda pipih itu dari saku bajunya.

1 pesan baru

+6285234521xxx

Mungkin sabtu aku ke Jkt...

Aiza membuka pesan itu dan hanya membacanya tanpa ingin membalas. Ia kembali menaruh ponselnya dan segera menuju ke lapangan. Meski gadis itu tidak berolahraga, setidaknya ia tahu kegiatan olahraga yang sedang diajarkan Pak Tanu.

Jarak antara Mushola dan lapangan sedikit jauh sehingga Aiza sedikit kelelahan. Ia pun duduk di pinggir lapangan. Teman-temannya kini melakukan pemanasan sebelum bermain bola basket . Beberapa siswa perempuan melakukan pemanasan dengan bermalas-malasan dan selebihnya memilih fokus.

"Gimana kondisi, lo?" Sebuah pertanyaan mengarah dari sebelah kiri Aiza. gadis itu menoleh, Wira sudah duduk di sampingnya dengan melipat kedua tangan di dadanya.

Seperti biasa, Aiza tidak menanggapi ucapan lelaki yang sedang fokus memandangi Reza. Sahabatnya tampak cekatan memasukkan bola basket ke dalam ring.

"Gue nanya kondisi lo bukan berarti gue peduli, itu karena kita sebangku," jelasnya.

Dalam kekhawatirannya, masih saja Wira bersikap angkuh. Tentu lelaki itu teramat gengsi untuk mengakui bahwa mungkin saja ia penyebab utama pingsannya Aiza. Sebenarnya tanpa ia bertanya, matanya bisa memastikan kalau Aiza baik-baik saja, tapi pertanyaan sebenarnya adalah apa penyebab gadis itu jatuh pingsan.

Wira menghela napas, lelaki itu menunggu Aiza agar mau membuka suara tapi tetap saja gadis itu seperti patung. "Lo punya mulut, kan? Gue rasa pertanyaan itu cukup jelas tertuju ke lo, Aiza Hilya," kesalnya.

Wira mengepalkan tangannya melihat Aiza berdiri dan meninggalkannya. Gadis itu sungguh membuat emosi Wira berada di ujung tanduk. Dengan langkah gontai, ia menyusul Aiza dan berjalan di sampingnya.

"Lo budek, yah? Atau kuping lo memang nggak ada. Oh iya, ketutupan sama taplak meja, yah!" bisiknya mengejek. Wira mendahului Aiza dan tertawa penuh kemenangan  saat melihat wajah Aiza yang merah padam, bahkan lelaki itu berbalik lalu menjulurkan lidah ke arah Aiza.

"Dasar orang gila!" maki Aiza.

***

Pelajaran matematika sungguh membosankan, apalagi jika yang mengajar adalah Ibu Fira. Seorang guru yang sudah berumur tapi sampai sekarang belum juga menikah alias perawan tua. Suaranya yang mendayu-dayu saat ia mengajar membuat siswa terkantuk-kantuk.

Wira menopang dagu dengan kedua tangannya, memandang lesu ke arah papan tulis. Teman sebangkunya, Aiza pun sedang izin ke toilet, sehingga membuat Wira seperti orang bodoh. Jika ada Aiza, ia bisa menganggu gadis itu sampai menangis—setidaknya hiburan yang akan memanjakan matanya.  Wira benar-benar ingin keluar dari kelas sekarang, lelaki itu berbalik ke belakang. Melempar kertas ke arah Reza.

"Apa?" Reza bertanya tanpa mengeluarkan suara, ia hanya mengerakkan bibirnya.

Wira memberikan kode, Reza mengedipkan matanya sembari mengangkat jempolnya tanda mengerti. Dalam hitungan ketiga terdengar suara teriakan para siswi di kelas itu. Hewan kecil berwarna putih mengacaukan kelas.

"Tikus, tikus, tikus!"

Kelas  mejadi heboh, yang ketakutan pun harus naik ke meja demi menghindari tikus kecil  berjumlah dua ekor. Ibu Fira ikut berteriak saat tikus putih menuju ke arahnya. "Singkirkan tikus itu!" teriak Ibu Fira.

Aiza yang baru saja datang dari toilet seketika bingung dengan kondisi kelas yang kacau balau. Cicitan tikus putih mengalihkan pandangan Aiza saat melihat ketakutan Ibu Fira yang terus berteriak. Gadis itu berjalan ke arah Ibu Fira dan tanpa rasa takut menangkap tikus putih itu. Kini ia memegang dua ekor tikus putih, lalu membawanya keluar. Aiza kembali masuk ke dalam kelas setelah menaruh tikus putih dalam sebuah kardus.

Ibu Fira bernapas lega dan turun dari kursinya, begitupula siswa yang naik ke atas meja. "Terima kasih yah Aiza sudah menyingkirkan tikus-tikus itu," ucap Ibu Fira.

Aiza tersenyum. "Sama-sama, Bu!"

Wira menatap sebal pada Aiza, gadis itu lagi-lagi mengagalkan rencananya. "Kembali ke tempat kalian masing-masing, kita lanjutkan pelajaran," perintah Ibu Fira.

Sebenarnya wanita itu ingin mencari siapa pemilik hewan kecil itu, ia yakin ada siswa yang dengan sengaja ingin mengacaukan kegiatan mengajarnya. Tapi percuma saja, kelas Ipa-2 sudah dikenal dengan kelas biang rusuh. Apalagi dengan adanya Wira, semakin menambah predikat buruk kelas itu. Yang ada semakin mereka ditegur, maka semakin menjadi-jadi kenakalan yang akan mereka tunjukkan.

Ibarat pepatah; masuk telinga kanan, keluar telinga kiri.

Kelas kembali tenang, sementara Wira terus memandang Aiza setelah kembali ke bangkunya. Aiza tidak bodoh, ia tahu jika Wira teramat kesal padanya karena telah menggagalkan rencananya. Dari awal ia sudah bisa menebak jika tikus-tikus itu milik Wira, Aiza sempat menangkap Wira bertos dengan Reza.

Meski sedikit terganggu dengan tatapan Wira, tapi gadis itu tetap fokus mencatat penjelasan Ibu Fira. "Lo itu suka banget yah campurin urusan orang," tukas Wira.

"DASAR BUDEK!" umpat Wira. Ia tidak bisa lagi menahan untuk tidak menghardik Aiza.

"Wira berdiri kamu di depan!" tunjuk Ibu Fira.

Salam Cinta

Berulah lagi kamu yah, Wir

Ardian R
(10 Oktober 2021)

Jodoh Untuk WiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang