14. Home London

47K 1.6K 38
                                    

"aku hanya pergi beberapa hari" ujar Jane kepada orang diseberang telpon yang tak lain adalah sepupunya.

"bagaimana dengan pekerjaanmu?"

"aku tidak bekerja lagi Andrea, sementara ini aku akan berhenti sejenak hingga waktu yang tidak ditentukan" tambahnya.

"kau sangat mencintai pekerjaanmu Jane, apa yang terjadi? Apa ini semua ada kaitannya dengan Ayahku?"

"tidak Andrea, aku yang memutuskan. Hm, aku hanya butuh istirahat. Uncle tidak ada sangkut pautnya dengan hal ini" bohong Jane, ia tidak ingin Andrea mengkhawatirkan dirinya.

"baiklah, beri kabar jika sudah sampai"

Jane meng-iyakan dan langsung menutup sambungan telepon dengan Andrea menggunakan ponsel milik Arthur sebelum berpamitan pada sepupunya itu, mobil yang ia tumpangi mengarah kelandasan yang cukup luas. Sang supir yang tak lain adalah pamannya sendiri mungkin mendengar percakapannya dengan Andrea barusan. Pria itu hanya fokus kesetir kemudi, tanpa melepaskan pandangannya kejalan. Hingga mereka berdua tiba ditempat tujuan.

Jane membuka kaca jendela mobil, menurunkan kacamata yang sedari tadi bertengger dihidungnya. Bibirnya terbuka lebar dan dahinya mengernyit heran.

Sebuah Jet?

Gumam Jane dalam hati, terlihat sangat mewah dari luar. Jane tidak dapat membayangkan isi dari dalam jet tersebut.

"apa ini milikmu Uncle?"

"milik kita..." ucap Arthur datar seraya turun dari mobil dan membukakan pintu gadis itu. Jane masih merasa takjub, ia tidak pernah melihat langsung apa-apa saja aset yang dimiliki pamannya itu. Dan kini segala kemewahan milik pria itu sedikit-sedikit terlihat.

Arthur menggenggam jemari Jane menaiki tangga, sang pilot yang tak lain adalah pilot pribadi Arthur menyapa kedua orang itu dengan formal. Jane tak menangapi, berbeda dengan Arthur yang membalas sapaan itu.

Memasuki bagian dalam, Jane dibuat takjub kembali melihat segala kemewahan yang ditawarkan didalam sana. Satu pramugari telah mempersiapkan segala fasilitas didalam sana. Botol sampanye tertata rapi dimeja, sofa selembut sutra dan televisi menggantung dilangit. Jane hampir tidak pernah menaiki jet pribadi sebelumnya karena itulah ia merasa takjub.

Arthur mendudukan Jane disofa seberangnya, hingga gadis itu dapat melihat segala keindahan dunia dari balik jendela. Gadis itu tersenyum, membuat Arthur jadi ikut menyunggingkan senyum melihat kecantikan gadis itu.

"Jane?" panggilnya kepada keponakannya itu.

Jane menoleh menatap kearah depannya, pria itu selalu berpakaian formal walau ia memakai bawahan jeans sekalipun seperti saat ini. Mungkin karena terus tertangkap awak media kemanapun dirinya pergi. Arthur mengenakan kemeja berwarna putih, sangat pas ditubuh besarnya dengan kancing bagian atas dibiarkan terbuka, memperlihatkan dada halus yang membuatnya terlihat seperti Hot Daddy...

"apa yang kau pikirkan Jane?" tanya Arthur yang memiringkan kepala dan bersandar disofa menatap Jane yang terlihat sedang melamun, entah mengapa posisi seperti itu membuat kadar ketampanan pamannya itu bertambah. Belum lagi jambang itu sangat pas diwajah tampannya.

Jane menggeleng pelan, "aku hanya memikirkan ibu" ucapnya, Arthur mengangguk mengerti. Ia kemudian mengalihkan pembicaraan tentang sebuah pekerjaan untuk Jane, jika gadis itu merasa bosan seharian berada dirumah. Jane dapat bekerja namun tidak untuk prioritas, hanya jika waktu senggang dan itupun jika Arthur mengijinkannya.

"kau akan bekerja untuk label majalah hunt" ucap Arthur seketika Jane melototkan matanya.

"hunt? Maksudmu seperti Lisa Hunt?"

Arthur mengangguk, "hm, perusahaan itu cukup terkenal. Kau hanya bekerja jika ada proyek besar, kau tidak perlu bekerja setiap hari dengan ekstra lembur" kata Arthur, Jane hampir tidak percaya. Salah satu label ternama dari USA, Hunt adalah sebuah coorporation yang dimodeli oleh model ternama. Dan disainernya adalah salah satu supermodel wanita yang telah mendunia.

Tapi wajah Jane menjadi suram ketika ia memikirkan sesuatu, "tapi, Uncle. Bagaimana jika media berasumsi bahwa karirku adalah karenamu" ujar Jane seketika bahunya merosot.

"dengar Jane, Lisa adalah salah satu rekan ibumu. Sama seperti Lizzy, dia juga berasal dari London. Hanya saja dia menetap di Washington karena usahanya dan suaminya" ucap Arthur meyakinkan.

"lagipula, dia yang memintaku untuk menawarkan kesempatan ini" tambahnya.

"benarkah Uncle?" kedua mata Jane kembali berbinar.

"hm, dia sangat mengagumi kerja kerasmu selama ini. Itu artinya, itu semua karena kerja kerasmu, aku hanya menyampaikan" ucap Arthur.

Jane menjadi sangat yakin sekarang, wajahnya berbinar dan ia sudah tidak sabar untuk segera bekerja disana.

"terima kasih Uncle" ucap gadis itu sambil berpindah duduk disamping Arthur sembari memeluk pamannya itu.

"tentu Jane" balasnya mengelus lengan Jane yang melingkar diperutnya.

***

Jet pribadi milik Arthur tiba dilandasan kota London, udara dingin seketika menyeruak tubuh mungil Jane. Cukup lama ia meninggalkan kota kelahirannya itu.

Arthur menggandeng lengan Jane menuju mobil, sang sopir membukakan pintu dan kedua orang itu mendudukan dirinya dibagian belakang. Jane bahkan tidak tahu, aset pria itu berada dimana-mana.

"kau lapar?" tanya Arthur.

Bagaimana aku bisa lapar jika yang harus kuhadapi adalah ibuku sendiri, ucap Jane dalam hati ketika perasaannya mulai tidak enak.

"tidak, aku ingin langsung kerumah" ucapnya kepada Arthur, pria itu langsung mengarahkan sang sopir menuju rumah Jane, atau lebih tepatnya rumah Lizzy, kakak angkatnya.

Mobil berhenti disebuah perumahan elit kota London, Jane dan Arthur turun dari mobil secara bersamaan. Mereka berdua tidak membawa koper atau barang apapun karena Arthur tidak berniat untuk menginap, dikarenakan jadwal Arthur yang padat dan lagi ia tidak ingin selalu merepotkan Ethan yang kini tengah menggantikan posisinya sementara.

Jane menatap rumah yang nampak damai itu, nampak rapi dengan berbagai tanaman menghiasi pekarangannya. Arthur menggenggam jemari Jane, membuat gadis itu takut setengah mati kalau-kalau ibunya akan murka. Tidak seperti Arthur yang nampak santai dan selalu dengan wajah datarnya.

Arthur merapihkan kemejanya, berdeham sebelum mengetuk pintu dari kayu tersebut.

Cekle...

Pintu terbuka menampilkan seorang wanita dengan rambut yang hampir seluruhnya memutih dan kerutan dibagian wajahnya, tapi nampak masih cantik diusianya yang tidak muda lagi.

"Lizzy..." sapa Arthur seformal mungkin sementara Liz masih dibuat terkejut dengan kedatangan putrinya. Ia langsung memeluk tubuh Jane yanh disambut hangat oleh putrinya itu.

"kenapa kalian tidak memberi kabar jika ingin datang?" ujar Liz, seolah bahagia dengan kedatangan putrinya dan adik bungsunya itu.

"kami hanya mampir Liz, ada sesuatu yang harus segera kami sampaikan"

Deg!

Ucapan Arthur barusan seperti sebuah petir bagi Jane, ia tersenyum kikuk dan berhasil membuat Lizzy terheran.

"kita bicara didalam" ujar Liz yang mempersilakan kedua orang itu masuk dan mereka bertiga mendudukan diri disofa.

"aku akan membuat minum"

"tidak usah repot-repot Liz, kami hanya sebentar" ucap Arthur yang makin membuat Liz bingung, wanita yang cukup berumur itu duduk disofa seberang Jane dan Arthur.

Arthur lalu membuka suara, sementara Jane hanya bisa melipat ujung dressnya berdoa dalam hati.

"Elizabeth, aku meminta restu darimu untuk menikahi Jane, putrimu"

***

Jeng... Jeng... Jeng...

Beautiful Submissive Where stories live. Discover now