12. All of you is MINE

48.3K 1.9K 55
                                    

Arthur memasuki kamarnya sendiri, membuang kesembarang tempat jas yang telah ia tanggalkan dari tubuhnya dan melonggarkan dasi yang seakan-akan mencekik lehernya. Ia menutup pintu secara kasar membuat tubuh mungil yang sedang meringkuk diranjangnya terkejut namun tak berani menatapnya secara langsung.

Arthur membuka kancing kemejanya, membiarkannya terbuka memperlihatkan bulu halus yang ada didada bidang itu. Mungkin jika ini adalah waktu yang tepat dengan senang hati Jane akan mengelus bulu-bulu halus yang tercukur rapi disana, namun ketakutan akan pamannya melunturkan segala gairah yang ia miliki selama ini.

Jika pria lain senang bermain dengan fantasi bdsm mereka, maka Arthur bukanlah pria yang seperti itu. Arthur lebih dominan memakai bdsm untuk mengekang Jane, untuk keperluan dan keharusan agar gadis itu tidak meninggalkannya.

Ia bisa saja menyewa seorang jalang dan tidak perlu repot-repot mengurusi gadis belia, tapi kehausan akan jiwa dan raga Jane mengharuskannya memperlakukan gadis itu dengan kasar. Arthur awalnya tidak ingin menyakiti keponakannya itu, tapi tindakan Jane kali ini telah melewati batas. Dan Arthur tidak akan meminta maaf jika ia dengan sangat akan menyakiti Jane..

"aku ingin tahu apa kegiatanmu selama disana Jane?" Arthur berasa disisi ranjang, sementara tangan gadis itu masih dalam keadaan setengah menggantung dikepala ranjang akibat borgol.

"aku tidak melakukan apapun" rintihnya, tangis pilu itu masih terdengar ditelinga Arthur, bahkan lebih keras dari sebelumnya.

"kau tahu apa akibatnya jika berbohong Jane!" cecarnya, Jane hanya mengangguk lemah, bahkan tidak berani menatap pria yang kini berada disampingnya itu. Hanya elusan jemari lembut yang menyusuri setiap wajah hingga pelipisnya yang Jane rasakan, membuat Jane memundurkan sedikit wajahnya kalau-kalau Arthur melakukan tindakan reflek. Seperti tamparan atau jambakan mungkin, walau Jane yakin pria itu tidak akan setega itu. Tapi siapa yang tahu isi hati seseorang jika sudah dilanda emosi? Belum lagi, Arthur adalah pribadi yang sangat dingin dan keras.

"be a goodgirl for Uncle, and you'll be safe" ucapnya dengan suara seraknya membuat tubuh Jane makin merinding dibuatnya.

"dan kau berhenti dari pekerjaanmu.." ucap Arthur yang meninggalkan Jane menuju kamar mandi, Jane hampir tidak percaya. Karir yang selama ini ia bangun dengan susah payah, sementara pamannya itu dengan seenaknya menghentikan pekerjannya sebagai potographer profesional. Entah apa yang akan ibunya katakan, ibunya yang berada di London pasti akan sangat kecewa padanya.

Tapi nasi sudah menjadi bubur, jika ia melawan pria itu lagi Jane yakin nasibnya akan lebih buruk dari ini...

...

Jane masih termenung, kini tubuhnya berbaring lemah. Mungkin air matanya kini tengah mengering menyisakan bengkak dibawah matanya, tak menghiraukan rasa lapar dan haus. Jane sungguh tidak menginginkan apapun saat ini, selain pergi dari Arthur.

"makanlah!" Arthur hadir dengan membawa nampan yang berisi makanan dan minuman yang aromanya sangat menggugah selera, Jane menutup mata. Berpikir sejenak sebelum ia membukanya kembali, jika ia menolak, maka pria itu akan murka. Sebaiknya turuti saja jika kau ingin dirimu selamat, batin Jane membenarkan.

Jane bangkit dari tidurnya, mendudukan diri dengan posisi miring, lengan sebelah kanannya bersandar dikepala ranjang. Arthur menyuapinya dengan sabar, sembari sesekali tersenyum. Jane mengernyit heran, Arthur bisa sekejam dan sebaik ini.... Cicitnya dalam hati, tapi ia mengenyahkan segala pemikiran itu. Arthur tetaplah Arthur, sesuatu dalam diri pria itu sangatlah kejam.

Tak terasa makanan yang ada dipiring telah habis masuk kedalam perutnya, Arthur menyuguhkan segelas susu seperti kesukaan gadis itu. Jane menghabiskannya hingga tandas, beberapa tetes cairan putih itu mengalir dibibir Jane. Membuat Arthur dengan sigap membersihkannya dengan ibu jarinya, secara erotis membuat bibir itu terlihat seksi.

Arthur menggeram, mengenyahkan segala pikiran dan segera membawa nampan piring dan gelas kosong itu kembali kedapur.

...

Arthur memandikan Jane, gadis itu sempat takut pada awalnya. Tapi Arthur berjanji bahwa ia hanya memandikannya, dan seperti biasanya pria itu selalu menepati janjinya. Ibarat gadis kecil, Arthur sangat bersemangat memandikan Jane. Rambutnya yang basah dan kulit mulusnya dengan air mengalir.

"Uncle..."

"hm?" pria itu bergumam.

"boleh aku bekerja?" tanya Jane, dari balik pantulan cermin pria itu nampak fokus memberikan sabun ketubuhnya. Tanpa menghiraukan pertanyaan Jane barusan.

"tidak" jawabnya santai, seperti tidak terjadi apa-apa. Saat ini wajah pria itu nampak santai, tidak seperti tadi saat ia membopong tubuh Jane memasuki rumah, hanya ada wajah penuh emosi dan bentakan dari mulut pamannya itu.

"mengapa?" tanya Jane lagi.

"karena aku tidak ingin kau bertemu dengan teman lelakimu itu" cecar Arthur, padahal Jane dan John hanya berteman baik. Memang John pernah mengungkapkan isi hatinya kepada Jane, tapi gadis itu menolak apalagi setelah dirinya dan Arthur memulai affair.

Seketika Jane mendapat sebuah ide diotaknya.

"bukankah ini semua hanya perjanjian Uncle?" tanyanya dengan nada rendah, tak ingin membangunkan banteng pemarah itu.

Arthur menghentikan kegiatannya, menatap tajam Jane dari pantulan cermin kamar mandi. Dan disitulah Jane merutuk dirinya, takut terjadi sesuatu padanya jika salah bicara.

"benar Jane, ini semua hanya perjanjian. Dan perjanjian ini belum berakhir, tidak sebelum aku yang mengakhirinya" balasnya dingin, Jane dapat melihat aura dingin yang kembali terpancar diwajah tampan itu.

Pupuslah sudah harapan Jane, berniat ingin menyinggung hubungan terlarang ini malah membuatnya terjebak selamanya bersama pria yang tak lain adalah pamannya sendiri. Well, mungkin bukan paman kandung. Tapi itulah yang semua orang ketahui termasuk media pemberitaan.

"kalau begitu, aku akan bekerja ditempat lain" ucapnya lagi, Arthur berdeham dalam hati Jane selalu saja punya sejuta alasan agar bisa pergi dari ranjangnya.

"akan kupikirkan" jawab Arthur tanpa ekspresi, setidaknya pria itu memberinya sedikit harapan. Entah sampai kapan Arthur akan memikirkannya namun Jane sangat menantikan kesempatan itu.

Arthur melilitkan handuk ditubuhnya, mencari sesuatu didalam walk-in-closet dan membawa sebuah gaun berwarna hijau tosca. Lagi-lagi gaun milik mendiang aunty Samantha, wanita itu punya selera yang tinggi tentang fashion. Lihat saja gaun ini, begitu indah dan sangat pas dilekuk tubuh Jane.

"kau sangat cantik, janganlah pergi dariku Jane!" Arthur mendekap tubuh ramping Jane, inilah yang menbuatnya tidak rela meninggalkan Arthur. Pria itu sangat rapuh dibalik kekejamannya, sangat tidak manusiawi jika ia meninggalkan pamannya dengan kondisi seperti ini. Mungkin hingga sekarang, Arthur masih dalam keadaan berduka.

"Jane?" Arthur bergumam tepat disebelah telinga Jane, memberikan getaran aneh ditubuhnya ketika pria itu menyebutkan namanya dengan suara seraknya.

"yes Uncle?" jawabnya seraya membalas pelukan Arthur dengan sedikit berjinjit.

"maukah kau menikah denganku?"

Beautiful Submissive Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang