Kelopak Kedelapan

20.8K 1.7K 565
                                    

"Krist"

"Krist"

"KRIST PERAWAT!"

Krist yang terlalu fokus membaca lembaran-lembaran kertas putih di tangannya langsung mendongak untuk melihat Cherreen yang tengah memasang wajah memerah karena menahan kesal.

"Ah iya. Apa?" tanya Krist tanpa merasa bersalah.

"Aku memanggilmu sejak tadi" Cherreen menyilangkan tangannya di depan dada sambil memanyunkan bibir merahnya.

"Ah maaf Cher, aku harus membaca ini berkali-kali agar melekat di dalam otakku" Krist memijat kepalanya yang terasa pening.

"Heuh.. Krist hari ini hari pernikahanmu, berhentilah membaca tulisan terkutuk itu dan nikmati saja acara besarmu. Its your day dude!"

"Cher orang gila mana yang bisa menikmati hari pernikahannya disaat besoknya ia harus sidang skripsi. Ha ha ha maaf saja tapi aku tidak sepintar dirimu nona Cherreen Horvejkul"

Krist benar-benar merasa frustasi, ia tak bisa tidur sejak semalam, bukan karena hari ini ia akan menikah dengan Singto, melainkan karena besok ia harus menghadapi sidang skripsinya.

"Santai saja Krist, kunci utamanya adalah kau harus tetap tenang, jangan tegang dan jangan terlalu banyak menerangkan teori. Percayalah bahwa kau bisa" Cherreen mencoba memberikan masukan untuk sahabatnya.

"Bagaimana bisa tenang, besok itu penentuan gelar 'sarjana pertanian' ada di belakang namaku atau tidak"

Cherreen hanya terkekeh geli melihat tingkah Krist yang sudah mirip seperti orang yang akan dijebloskan ke dalam kandang macan. Ya walaupun sebenarnya saat Cherreen menuju sidang skripsinya, saat itu ia pun tak kalah paniknya dengan Krist.

Ceklek

"Krist"

Ibu Singto menyembulkan sedikit kepalanya dari balik pintu untuk memanggil Krist. Wanita paruh baya itu tersenyum lembut pada Krist seakan-akan memberitahunya bahwa ini sudah waktunya.

Karena terlalu fokus pada sidangnya besok, Krist yang tadinya tak memikirkan penikahannya sama sekali langsung merasa gugup, keringat dingin mulai membasahi tangannya.

Krist mengambil nafas dalam, ia berdiri dan menatap cermin besar yang berada di dalam ruangan itu sedangkan Cherren membantunya untuk kembali merapikan tatanan busana dan rambutnya.

Sebuah bucket bunga Apple Blossom tergenggam erat ditangannya. Krist menengok dan melihat ayah Singto tengah mengulurkan lengan untuknya.

 Krist menengok dan melihat ayah Singto tengah mengulurkan lengan untuknya

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

Krist memejamkan matanya sebentar. Ia membuang nafas panjang dan dengan yakin ia tersenyum pada ayah Singto lalu mengalungkan tangannya pada lengan sang mertua.

Pintu gereja St. Louis terbuka dengan lebarnya, suara dentingan piano mengiringi langkah kaki Krist menuju altar. Ia dapat melihat Singto dengan sangat jelas, pria itu tengah berdiri di depan altar dengan mata yang terkunci pada Krist sejak pemuda itu masuk ke gereja.

(Udah terbit🎉) Singto Krist Story : Apple BlossomOnde histórias criam vida. Descubra agora