PERCAYA

6.9K 2K 246
                                    

Ema kikuk dalam aksi damai yang ia ikuti pertama kalinya dalam hidupnya itu.

Kebetulan hari ini hari minggu, tempat Tanjung dan kawan-kawannya melakukan aksi di depan benteng Rotterdam dekat dari pantai Losari ramai dengan orang-orang yang berlalu lalang bahkan banyak yang singgah menonton aksi teaterikal mereka.

"Ema, tolong ini di bagiin bibit pohonnya yah." Joana mengangkat sekardus penuh bibit pohon untuk di bagikan ke hadapan Ema dan beberapa perempuan lain yang ikut aksi.

"Iya, hehe." Ema menyengir lalu mulai membagikan bibit pohon di hadapannya.

"Cewek. Sibuk ya?" Tanjung datang menghampiri Ema yang sangat ramah kepada setiap orang yang lewat dan meminta bibit pohonnya.

"Eh kak kok di sini? Gak ke sana mantau anak-anak?" Heran Ema, "Selamat hari lingkungan hidup ya." Ema tersenyum kepada seoarang anak kecil sembari memberi bibir pohon jati putih yang di pegangnya.

"Mau nememin Ema." Jawab Tanjung yang ikut tersenyum dengan interaksi yang di lakukan Ema.

"Ema gak apa-apa kak sendiri di sini."

"Tapi kakak gak bisa ngebiarin Ema sendiri, tadi dari jauh kakak liat banyak cowok yang nyamperin modus minta bibit, padahal minta nomor telpon tuh." Ujar Tanjung dengan nada setenang mungkin meski ada kecemburuan di sana.

"Sok tahu deh kak Tanjung." Balas Ema sembari menggelengkan kepalanya, meski memang benar sudah dua orang yang meminta nomor kontaknya tadi.

"Bibit mangga ada?" Sela seorang pemuda.

"Ada kak, ini. Selamat hari lingkungan hidup." Ema memberikan bibit yang di pegangnya, namun sang pemuda malah menatap Tanjung.

"Tanjung? Ya ampun bro. kok di sini? Jangan bilang elo belum lulus?" Sapanya akrab. Tanjung menggaruk kepalanya lalu menyengir canggung karena lupa dengan siapa ia berbicara sekarang.

"Iya, hehehe gitu lah. Kesibukan apa sekarang? Eh, siapa lagi nama lo gue lupa-lupa inget." Tanjung berbasa-basi.

"Gue Ilham, kita dulu pernah sekelas pas semester empat. Udah inget?" Tanya seseorang bernama Ilham itu.

 Udah inget?" Tanya seseorang bernama Ilham itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ah, Ilham. Ya ampun Ham apa kabar? Kerja di mana sekarang? Beuh makin ganteng lo." Puji Tanjung bertubi-tubi meski hanya di balas tawa kecil Ilham.

"Gue jadi PNS sekarang di tempatkan di kantor Walikota. Eh siapa nih Jung? Junior? Kenalinlah."

Ilham menatap Ema dengan kerlingan nakalnya, Ema merasa sangat tidak nyaman dengan tatapan itu. Melihat hal itu Tanjung tersenyum kecut.

"Dia Ema," Ilham menjulurkan tangannya untuk di jabat namun bukannya Ema malah Tanjung yang menjabatnya, "Gue wakilin, soalnya-" Tanjung mendekatkan bibirnya ke kuping Ilham, "Dia punya gue bro." Ujarnya galak.

Ilham tersenyum sinis dan merasa di remehkan, pemuda itu kembali menatap Ema yang cantik dengan rambut terikat, kaos putih dan celana jeans hitam.

Bagaimana mungkin Ema mengabaikannya yang tampan, mapan dengan masa depan cemerlang dan memilih Tanjung yang masih berstatus mahasiswa itu? Mustahil!

"Elo aja kali Jung yang ngaku-ngaku. Hai, Ema gue Ilham." Ilham tidak menyerah mengajak Ema bersalaman, Ema terlihat risih mengabaikan jabatan tangan Ilham dan bersembunyi di belakang punggung Tanjung.

Tanjung mengenggam tangan Ema yang tadinya menarik baju kaosnya, "See?" Tantang Tanjung.

Ilham semakin panas, "Ya udah, btw ini aksi apa sih? Rame bener, bikin macet aja." Cibirnya.

"Hari lingkungan hidup, sekalian bagi-bagi bibit pohon, teaterikal, dan pembacaan tuntutan." Jawab Tanjung yang masih mencoba ramah.

"Tuntutan apa? Emang mahasiswa kayak kalian bakal di denger pemerintah? Percaya deh saat kalian nanti udah kerja. Kalian akan nyesel pernah ikut aksi-aksi kayak gini. Buang-buang waktu." Ujar Ilham yang sudah mendapat tatapan sini para peserta aksi di sana.

Ilham mengambil selebaran tuntutan yang akan peserta aksi bacakan, "Tolak reklamasi pantai?" Ilham mengangkat alisnya lalu menatap Tanjung.

"Woy dengerin!" Ilham meminta perhatian dari para mahasiswa yang ikut aksi, "Tuntutan kalian tolak reklamasi pantai. Sementara dia," Ilham menunjuk Tanjung, "Ayah dia prof. Ismail yang nanganin proyeknya, ke kantor gue aja kalau gak percaya gue kasi datanya. Kalau mau aksi mikir makanya!" Tutupnya dengan dengusan jengkel.

"Brengsek-" Baru saja Tanjung ingin mengenggam kerah Ilham namun di cegah oleh Ema, Yudistira dan beberapa juniornya di sana.

"Kak udah. Jangan, ini aksi damai loh." Yudistira memperingatkan hingga Tanjung akhirnya menarik nafas mengatur emosinya.

"Ilham," Panggil Tanjung hingga pemuda itu berbalik dan kembali memandangnya remeh.

"Hidup ku adalah hidup ku. Bukan hidup ayah ku. Jika ayah mu maling kau mau di panggil maling juga? Tidakkan? Begitu juga aku. Pikirkanlah!" Tanjung melangkah dan menepuk pundak Ilham lalu sedikit mencengkramnya.

"Dan satu lagi, kalau cewek udah kelihatan risih jangan di paksa. PNS kok gak punya manner! Malu sama Negara yang ngegaji kamu mahal." Tutup Tanjung lalu pergi dengan menggandeng Ema meninggalkan Ilham dan seluruh juniornya di aksi damai itu.

"Kak Tanjung gak apa-apa?" Ema mengenggam tangan Tanjung yang bergetar, entah karena marah atau takut yang pasti Ema yakin tangan itu butuh pegangan.

Tanjung menghentikan langkahnya, pemuda itu berbalik menatap Ema dalam lalu tersenyum.

"Selama Ema percaya sama kakak, kakak gak akan kenapa-kenapa." Jawabnya.

"Ema percaya kok sama kak Tanjung."

🌴🌴🌴

Ema aku tidak butuh seseorang yang menyempurnakan ku meski aku tidak sempurna. Aku hanya butuh seseorang yang menerima dan mempercayai ku. Dan hari ini aku menemukannya, kamu. - Tanjung Enggar Ismail.

-To be continued-

Selamat bermalam minggu mblo. 😊

(Don't forget to touch the stars Button if you like the story 😊 👉🌟)

TANJUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang