Kangen Em

10.8K 2.7K 355
                                    

Minggu ke tiga setelah pertemuan pertama antara Tanjung dan Ema, Sepekan setelah kejadian pujian cantik yang di terima anak gadis satu-satunya bapak Sandjaya pengusaha ayam petelur di kawasan Mandai ujung kota Makassar itu, Namun tidak ada komunikasi lanjutan antar ke duanya.

Mungkin kalau Tanjung itu pria jaman now pada umumnya, Tanjung pasti sudah mengirimkan chat pada Ema meskipun hanya sekedar 'Hai Em, Lagi apa?', Atau mungkin kode lewat statusnya tapi nihil. Ponsel Tanjung saja hanya bisa telepon dan sms, Lagi pula sms sekarang mahal kalau tidak di daftar paket terlebih dahulu.

Ema juga tidak berharap banyak, Ema tahu Tanjung sudah mahasenior di kampus, mungkin bukan hanya Ema yang di perlakukannya seperti itu, Namun pasti banyak dari angkatan lain itu fikirnya.

"Ema, Ke kampus nak?" Mama Ema keluar dari kamarnya dan mendapati anak gadisnya mengikat tali sepatu di depan pintu.

"Iya Ma, Takut telat"

Ema pernah berfikir untuk tinggal di kost dekat dengan kampusnya agar tidak perlu bolak balik dengan jarak tempuh yang cukup jauh, Namun Ema urungkan mengingat Ia anak satu-satunya. Pasti Mama Papa sepi di rumah berdua, Siapa yang bantuin mama? Siapa yang tolongin papa di kandang?Cuma Ema.

"Ya udah, Ema berangkat takut ketinggalan bus"

"Eh? Mau naik bus?" Heran sang Mama.

"Iyalah Ma, kayak biasanya"

"Tapi tadi temen kamu nelpon di hp mama minta ijin jemput" Mama Ema menggerak-gerakkan ponselnya seolah menunjukkan ia baru saja di telepon seseorang yang mengaku teman kuliah Ema.

"Heh? Di hp mama?"

Dan hanya satu nomor yang pernah Ema hubungi di ponsel mamanya. Ya, Hanya Tanjung. Seketika senyuman terulas di bibir Ema.

Dan benar saja itu Tanjung di depan pagar rumah Ema dengan motor CBnya "Selamat Pagi tante"

"Pagi. Gak mampir dulu?"

"Lain kali tante, takut terlambat"

Ema meraih tangan mamanya lalu menciumnya "Dadah mama, Ema berangkat dulu"

"Hati-hati nak"

Tanjung memberi helm pada Ema yang langsung di kenakan gadis yang sudah duduk di boncengan sembari memegang ujung jaketnya itu.

"Kok tahu rumah Ema?"

"Nanya sama mama Ema"

"Kok nelponya ke mama bukan ke Ema?"

"Kakak ga punya nomor telepon Ema, Punyanya nomor telepon mama Ema"

Ema menepuk jidatnya yang di lapisi helm, Tentu saja Tanjung tidak menghubunginya karena Ema bahkan tidak pernah memberikan nomor teleponnya pada Tanjung hingga pemuda itu pada akhirnya menelpon ponsel mamanya, Ponsel yang Ema gunakan untuk menghubungi Tanjung terakhir kali.

"Kenapa kak Tanjung jemput Ema? Gak jauh sampe ke sini? Kepinggiran kota? Kak Tanjung emang tinggal di mana?"Cecar Ema.

"Di Hertasing"

"Loh, Jauh banget sampe ke Mandai kak, Ya ampun"

Ema kaget, Lingkungan rumah Tanjung itu persisi di tengah kota, Dekat mall dan fasilitas lainnya dan sekarang Tanjung menjemput Ema ke ujung kota Makassar? Yang benar saja, Kalau bayar taksi bisa sampai 100-120 ribu saking jauhnya.

"Gak apa-apa sekalian nengokin bandara, Liat pesawat" Jawab Tanjung setelah berfikir tentang alasannya- Rumah Ema dekat bandara, Suara bising peswatnya aja kedengaran, cocok lah di jadikan alibi.

"Tapi dari rumah kak Tanjung ke kampus tinggal 10 menit"

"Gak apa-apa Em ya ampun, Pengen ngabisin bensin aja gue nih" Ujar Tanjung Enggar Ismail si raja alasan.

Ema menggeleng-geleng, Ada-ada saja Tanjung ini, Bukannya hemat bensin malah mau ngehabisin.

"Kak Tanjung belum jawab kenapa ngejemput Ema jauh-jauh dari Hertasning ke Mandai?" Desak Ema.

"Kangen Em"

Aku tidak pernah pandai merangkai puisi, Tapi sajak ku mengalir kala menatap mu, Bahkan saat memikirkan mu, Apalagi kala merindukan mu. Kata orang cuma orang jatuh cinta dan patah hati yang bisa tiba-tiba jago bersyair, Entah aku yang pertama atau yang kedua Ema. Sejujurnya aku tidak ingin jadi yang kedua -Tanjung Enggar Ismail.

-to be continued-

Udah liat teaser Tanjung Ema?

(Don't forget to touch the stars below if you like the story 😊 👉🌟)

TANJUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang