Twenty Two

2K 219 36
                                    

Kemarin Wonwoo nembak gue.

Ga pernah sekalipun terlintas di benak gue, kalau Wonwoo ternyata punya perasaan sama gue. Kemarin itu ibaratkan petir di siang bolong. Ga pernah terpikirkan dan ga pernah diharapkan.

Wonwoo itu baik, pintar, tampan dan satu lagi yang paling utama, dia bisa menerima gue apa adanya. Kalau aja memilih cowok itu ada alat sebagai tolak ukur, mungkin Wonwoo adalah orang yang bisa melewatinya dengan sempurna. 

Wonwoo itu memiliki banyak kemiripan dengan gue. Kita suka hobi yang sama, kita terkadang memiliki pemikiran yang sama, juga kita membenci suatu hal yang sama.

Contohlah Wonwoo itu menyukai tempat yang jauh dari keramaian, sama halnya dengan gue. Dan gue ga terlalu suka makanan yang semacam ikan, begitu pula dengan Wonwoo.

Kalau bersama dengan Wonwoo, mungkin gue bisa menjadi apa pun yang gue inginkan. Tanpa perlu memikirkan masalah yang datang membelenggu.

Tapi sayangnya, untuk kali ini gue ga memiliki perasaan yang sama dengan apa yang Wonwoo rasakan ke gue.

Selama ini, kebaikan Wonwoo yang dia kasih ke gue. Gue anggap sebagai kebaikan seorang teman. Ya, selama ini gue hanya memandang Wonwoo sebagai teman yang baik. Ga lebih dan ga kurang.

Namun terkadang ada sesuatu yang membuat gue merasa bimbang. Terkadang gue merasakan sesuatu yang berbeda saat bersama Wonwoo, dan hal itu ga pernah gue rasakan ketika bersama Hoshi.

***

"...Ra?"
".....Leera?"
"WOY! HAN LEERA!!! NAPA LU?! DIEM-DIEM BAEE?!!"

Gue mendongkak dan hampir aja tangan gue menampar wajah Mingyu yang mukanya hanya berjarak beberapa centimeter di depan gue. "WHAA!! Muka lu kedeketan, kampret!! Ngatur jarak bisa kali?!!"

"Gua daritadi manggil elu, Ra! Tapi lu bengong aja daritadi! Kenapa Lu? Kesabet setan, hah?!"

"Ck! Sembarangan banget lu, Ming! Yaudah, mau lo apa?"

Mingyu menghela nafas gusar sambil menghempaskan poninya ke belakang, lalu kembali memasang wajahnya yang so cool itu.

"Lo dipanggil Pak Yana di ruang guru." ucapnya dengan suara datar.

"Hah? Kenapa?"

"Ya mana gue tau? Tanya aja ke orangnya sendiri?"

Setelah itu Mingyu melongos pergi, ga ngepeduliin suara gue yang terus memanggil namanya. Oh, terserahlah. Ga ada gunanya juga gue nanya ke dia.

***

Tok tok tok...

"Permisi , Assalammualaikum. Pak Yana nya ada?" Gue membuka pintu ruang guru dengan perlahan, berusaha meminimalisir suara yang dikeluarkan dari pintu tua itu.

Gue mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan, dan itu Pak Yana! Sedang melambaikan tangannya, menyuruh gue untuk mendekat.

"Ada apa ya, Pak? Kenapa saya dipanggil kesini?" Untuk sementara gue berusaha bicara se sopan mungkin di depan guru. Supaya gue mendapatkan imej murid yang baik.

"Maaf repot-repot manggil kamu kesini, ya. Ini nih, bapak mau ngasih liat kamu sesuatu." Pak Yana mengambil secarik kertas dari laci mejanya, kemudian menyerahkan kertas itu ke gue.

HOSHI : THE PERVERTWhere stories live. Discover now