2.0. LunatiC : Si Cengeng

Start from the beginning
                                    

"Mereka tidak," Gilang bernafas lega. "Tapi, Nina... akan membuatmu sesak nafas!" Ucapku yang sukses membuat Gilang menatapku horror.

Hening sejenak.

"Kalian masih tinggal bersama rupanya." Gilang berhenti.

Kami telah sampai dihalaman panti. Halaman luas dengan satu pohon mangga yang berdiri kokoh di depan rumah, juga pot-pot berisi bunga yang ditanam Rika akhir-akhir ini.

"Aku pikir semua akan berubah seiring waktu berlalu..." Gilang menatap Bintang yang menghiasi langit hitam ini. Aku ikut menatap bintang bersamanya, dan memori berputar dalam otakku.

"Hei, ingat bintang yang kita lihat bersama dimalam itu?" Suara Gilang menggema. Menjelma bagaikan sebaris mantra yang membawaku menuju ke masa lalu. Saat kita masih tertawa bersama.

Malam itu, aku, Gilang, Nina, Rudi, dan Dave dihukum oleh Pak Roni karena pulang terlambat setelah mengunjungi Rika di panti. Lelah dari hukuman, kami beristirahat sambil menatap langit malam yang indah. Bintang-bintang berkilau dan bertaburan layaknya permata.

Saat itu, aku tahu kami semua merasakan perasaan yang sama. Kebahagian sederhana yang kami bagi bersama.

"Saat itu aku mengucapkan permohonan" Aku melirik kearah Gilang yang juga ikut melirik kearahku.

"Ya, aku tahu saat itu tidak ada bintang jatuh tapi aku tetap mengucapkan sebuah permohonan" Ucapnya Kikuk.

Ya Tuhan, apa aku tidak salah dengar? Gilang, orang paling jenius di sekolah-percaya pada mitos seperti itu?

"Jadi, apa permohonanmu?" tanyaku.

"Rahasia. Itu tidak akan terwujud jika aku membocorkannya" jawabnya.

"Kalau begitu tidak usah cerita dari awal" rajukku.

"Semoga kita tetap bersama"

"Apa?"

"Permohonanku" Aku menatap nya yang kembali intens menatap langit.

"Bukankah kau bilang itu tidak akan terwujud jika kau membocorkannya?"

"Entah, aku hanya ingin memberitahu mu" Jawabnya.

"Ayo masuk, malam sudah semakin dingin" Ajakku. Gilang berjalan mengikuti.

***

Semua pasang mata diruangan ini menatap objek disebelahku tanpa berkedip. Sedangkan yang ditatap hanya tersenyum.

"Hai, apa kabar semuanya?" Satu kalimat sapaan darinya membuat ruangan ini heboh. Dengan sigap, mereka mendekati Gilang dan memeluknya.

"HUWAAAAA... GILANG!!! KENAPA KAU MENINGGALKANKU SENDIRI?!" Ucap Nina sambil memeluk Gilang -amat- erat.

"Hiks... Gilang... Gilang..." panggil Rika sambil menangis-juga memeluk Gilang erat.

"GILANG BODOH! KENAPA KAU-?! HUWAAAAA...." Rudi, hanya bisa menangis tanpa menyelesaikan kalimatnya.

Aku yang melihat hanya bisa tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Terharu dengan keadaan ini dan merasa kasihan dengan Gilang yang sedari tadi mencoba untuk melepaskan diri sambil mengatakan, "Lepaskan... aku tidak bisa bernafas" dengan susah payah.

Tapi, tetap saja mereka tidak mendengarkan Gilang.

Beberapa saat kemudian suasana kembali tenang. Rika, Nina, dan Rudi telah berhenti menangis. Kami duduk diruang tamu dengan secangkir teh yang baru saja Nina siapkan.

"Aku minta maaf karena telah pergi tiba-tiba, aku hanya..."

"Tidak ingin menyakiti kami?" Nina memotong pembicaraan Gilang, membuat pemuda itu menunduk.

LunatiC : Deep World Dark Side [END]Where stories live. Discover now