Mataku terbelalak. "Kau membaca profilku? Kau dapat darimana? Kau stalker?" Aku memberondongnya dengan pertanyaan.

"Satu-satu saja sayangku, yang pertama aku mendapat profil itu langsung dari ibumu, ya walaupun bukan aku langsung yang meminta sih, tapi orang suruhanku. Yang kedua aku bukan stalker, itu saja," jelasnya.

Aku bisa bernafas lega sekarang. "Ya sudah kita ke taman depan saja,"

"Oke,"

***

Kami berdua berjalan menyusuri jalanan taman tersebut. Lampu taman yang dinyalakan saat malam membuat suasana taman tersebut terasa romantis jika kau bersama orang yang kau sayangi.

"Ayo duduk di sana," tunjuknya pada sebuah bangku di bawah pohon maple. Aku mengikutinya dari belakang.

"Oke, namaku Ong Seongwoo. Bukan Gong Seongwoo tapi Ong Seongwoo, bukan Hong Seongwoo tapi Ong Seongwoo, bukan Ung Seongwoo tapi Ong Seongwoo,"

Aku terkejut. Orang ini bicara apa, sungguh aneh. Untung tampan.

"Namaku Hong Seolji,"

"Jinjja?wanjeon?real?heol," ucapnya lagi.

Dia tersenyum lebar hingga gigi putihnya tampak. Astaga manis sekali. "Sepertinya kita memang berjodoh,"

"Berapa umurmu?" Tanyanya lagi.

"Aku 21 tahun,"

"Waah masih muda, aku 31 tahun,"

Apakah kalian mendengar suara piring pecah? Itu adalah suara hatiku, bukan itu bukan suara hatiku melainkan akalku. Ternyata tebakanku benar aku akan menikahi om-om yang disembunyikan oleh wajah manisnya, dia bahkan tidak terlihat seperti orang berusia 31 tahun. Dia tampak seperti orang seumurku, astaga ibuku pasti sudah gila.

"Ajussi," panggilku spontan.

"Ei, aku tidak setua itu, panggil aku oppa,"

Aku bergidik geli. "Oppa? Jangan bercanda, kau lebih pantas dipanggil ajussi,"

"Apakah wajah tampanku ini seperti seorang ajussi? Apakah ada ajussi yang lebih tampan dariku?" Astaga percaya dirinya tinggi sekali sampai menyentuh langit, dan menunggu untuk ditabrak pesawat.

Aku cengo. Yang benar saja, kuakui dia tampan, tapi tak kukira dia akan seperti ini. "Oke aku tidak akan memanggilmu ajussi, tapi aku juga tidak akan memanggilmu oppa,"

"You can call me monster," eh dia malah bernyanyi.

-_______- itu adalah ekspresiku saat ini.

"Aku akan memanggilmu Seongwoo saja,"

"Call me baby babe call me baby," 

Pak tua ini terus menyanyi, dan lagi dia menyanyikan lagu EXO.

Aku baru saja akan berdiri, saat dia tiba-tiba menarik tanganku agar duduk di sampingnya lagi. "Oke aku serius,"

"Aku akan memanggilmu Ong saja,"

"Eehh," kedua sudut bibirnya turun, melengkung ke bawah. Dia terlihat sangat menggemaskan saat ini, aku ingin mencubit pipinya. Tapi tidak, aku tidak akan menyentuhnya. Aku tidak sudi menyentuhnya. "Itukan akan menjadi margamu juga," rengeknya.

"Ah terserahlah," aku bangkit kembali. Lagi-lagi dia menarik tanganku untuk kembali duduk. Kali ini yang kurasakan bukan kerasnya kayu yang menjadi bahan bangku itu, yang kurasakan adalah sesuatu yang empuk, dan hangat.

Astaga aku duduk di atas pahanya, kuulangi di atas pahanya!

Aku menahan nafasku, wajahku saat ini sejajar dengan wajahnya. Dagunya ia tumpukan pada pundakku, dan dia bernafas di telingaku. Astaga! Geli! Tapi nagih :((

"Jangan pergi, aku masih ingin di sini bersamamu," ucapnya dengan suara yang entah bagaimana menjadi berat, dan terdengar seksi.

Wajahku memerah karena malu bukan tersipu. Siapa sih yang tidak malu jika pengunjung taman tersebut melihatmu dengan posisi seperti itu? "Hei lepaskan, orang-orang melihat ke arah kita,"

"Biarkan mereka tahu bahwa kau ini calon istriku," dia mulai memelukku dari samping. Lagi-lagi jantungku seperti akan melompat dari tempatnya. Semoga dia tidak merasakannya.

"Turunkan aku atau aku pergi," ancamku akhirnya.

"Iya-iya," ia mengangkatku seolah aku ini bukan apa-apa melainkan kapas yang sangat ringan.

Aku kembali duduk di sampingnya, dan profesi sampingannya kembali. Ia menanyaiku seperti seorang wartawan.

"Kau kuliah sekarang?"

Aku menggeleng. "Tidak, aku bekerja sebagai webtoonist, aku sudah bisa menghasilkan uang,"

"Kau tidak usah mebghasilkan uang jika kau bersamaku. Aku akan menghidupimu, dan anak-anak kita nanti,"

Excuse me?  Aku tidak salah dengar kan? Anak? Kami bahkan belum menikah, dan dia sudah memikirkan anak. Lagipula bisa saja aku kabur bersama Guanlin di hari pernikahanku dengannya. Kenapa orang ini percaya diri sekali? Terbuat dari apa dirinya?

"Aku menghasilkan uang bukan karena aku butuh, tapi aku ingin. Jadi kau sama sekali tidak punya hak untuk membuatku berhenti bekerja,"

Dia kembali memelukku dari samping. "Aku tidak akan melarangmu untuk menjadi webtoonist kau boleh melakukan apapun asal kau tidak kelelahan,"

Lihat pria di sampingku ini, bersikap manja tidak kenal tempat. Lagipula kami juga baru hari ini bertemu, dan dia sudah semanja ini padaku. Dan juga perhatiannya uuu bagaimana aku tidak meleleh? Belum menikah saja dia sudah perhatian begini, bagaimana jika sudah menikah? Mungkin dia akan menerorku dengan beratus pesan jika aku belum makan--mengingat kebiasaanku melewatkan jam makan.

"Hei lepas," ucapku seraya mendorong tubuhnya menjauh sedikit.

Ia mendongak--masih dalam keadaan memelukku. "Salahkah aku memeluk calon istriku sendiri?"

Dia mengucapkan itu dengan aegyo kuulangi dengan aegyo. Bagaimana aku bisa hidup seperti ini? Aku akan mati muda jika ia terus begini. Aku akan terkena serangan jantung.

~TO BE CONTINUE~

My Unexpected Wedding Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz