Nikah Sama Om-Om?

6.5K 167 24
                                    

Hong Seolji, itu namaku. Aku seorang gadis berusia 21 tahun. Aku seorang webtoonist, kerjaanku hanya mencari cerita, bernafas, menggambar, menggambar, dan menggambar. Sampai ibuku bosan melihatnya.

Hari ini aku sedang mencoret random kertas sketsaku di depan tv ditemani oleh segelas es teh, dan keripik kentang. Ibu juga duduk di sofa sambil merajut, entah merajut apa aku juga tidak tahu.

"Seolji-ya," panggil ibu.

"Nee?"

"Bagaimana kalau kau menikah?" Tanya ibu yang langsung membuat garis yang kubuat tercoret keluar dari jalurnya.

"M-menikah? Aku bahkan belum 25 tahun bu, aku masih muda,"

Ibu menghela nafas, menghentikan gerakan tangannya yang semula sibuk dengan rajutannya. "Ibu lelah melihatmu menggambar, menggambar, dan menggambar. Ibu juga ingin melihatmu berjalan bersama seorang pria sambil tersenyum bahagia. Adikmu bahkan sudah memiliki pacar," ucap ibu dengan suara yang terdengar frustasi.

Aku menatap ibu dengan tatapan memelas. "Bu memiliki pacar itu pilihan setiap orang, dan pilihanku adalah tidak memiliki pacar. Aku ingin fokus dengan dunia menggambarku dulu sebelum aku menikah, karena saat menikah nanti aku akan disibukkan dengan keluargaku," jelasku pada ibu.

"Makanya ibu menyuruhmu menikah agar kau tidak punya pilihan heuheuheu,"

Oke, aku lupa jika ibuku memang tidak normal seperti ibu lainnya. Jujur saja ibuku ini sedikit unik, unik dalam hal positif pastinya. Aku bahkan bingung bagaimana ayahku bisa jatuh cinta pada ibuku. Ibuku termasuk orang yang gesrek dan aku mewarisinya, sedikit.

"Pokoknya kau menikah dengannya, ibu tidak mau tahu. Aku akan segera mendapatkan cucu hahahaha," ibu tertawa ala-ala villain dalam film superhero.

"Baiklah, karena aku anak yang berbakti, dan budiman maka aku akan menuruti ibu,"

***

"Lin-lin, ibuku mau menikahkanku dengan orang," ucapku mengeluh pada sahabatku. Guanlin sibuk menyesap americano pahitnya itu.

"Memangnya kau ingin menikah dengan hewan?" Ucapnya ketus.

"Duhai sahabatku kenapa kau tidak pernah berkata manis padaku, kau terlalu banyak minum americano hingga ucapanmu itu terlalu pahit untuk didengar orang lain,"

"Manis,"

"Apa?" Tanyaku terkejut. Dia ini sedang memujiku atau apa? Wajahnya datar sekali.

"Tadi kau bilang aku tidak pernah berkata manis, aku baru saja mengatakannya puas?" Guanlin tersenyum lebar. Ada satu hal yang kusukai dari Guanlin, senyumnya sangat manis. "Dan lagi telinga tidak bisa merasakan pahit,"

"Astaga kau memang savage, aku salah mengatakannya," aku hanya menepuk dahiku.

"Aku hanya bercanda," Guanlin tersenyum lebar. "Jadi siapa orang yang akan kau nikahi ini?"

Aku menatapnya memelas. "Aku juga tidak tahu, gila bukan?"

"Ya kau memang gila, keluargamu pun gila. Aku bahkan sampai tertular gila," ucap Guanlin.

"Ya aku tahu kau tergila-gila padaku," ucapku percaya diri.

Guanlin mendecih. "Tidak sudi aku tergila-gila dengan orang gila sepertimu. Kau terlalu banyak makan micin,"

"Kau juga menyukai micin, kau sama gilanya denganku,"

"Terserah,"

"Aku harus apa?" Keluhku lagi. "Aku belum ingin menikah, ah andaikan aku lelaki. Aku pasti bisa menentukan hidupku sendiri," aku memainkan jariku.

"Turuti, dan hadapi," saran Guanlin. "Suatu saat aku akan menjemputmu,"

"Kau? Menjemputku?"

"Ya, aku akan menjemputmu,"

Mendengar pernyataan Guanlin membuatku berpikir keras. "Sudah jangan terlalu kau pikirkan. Otak kecilmu itu tidak akan sampai, cukup teruskan gambaranmu,"

"Ya, ya, dan kau urusi studiomu itu,"

Kami terdiam. Guanlin sibuk memainkan handphonenya. Aku hanya memandang keluar jendela cafe yang kami tempat. Langit sore sudah mulai tampak, senja akan terganti oleh malam.

"Aku tidak ingin pulang," keluhku lagi. "Aku menginap di apartemenmu ya?" Pintaku pada Guanlin.

"Tidak," ucap Guanlin datar, ia masih setia memainkan game nya, mobile legend.

"Kumohon," dengan sangat terpaksa aku merayu Guanlin dengan aegyo.

"Tidak,"

Aku menendang kakinya. "Kau teman tidak berguna,"

"Kau harus menghadapinya Seolji-ya, kalau kau tidak mau kau harus menolak, kalau kau memang ingin ya laksanakan," sarannya, ia meletakkan handphonenya, dan mengusap tanganku yang terulur di atas meja.

"Aku tidak ingin membuat ibuku sedih. Aku tidak pernah membahagiakannya,"

"Kalau begitu laksanakanlah, tapi jika kau ingin menolak, pulanglah sekarang, dan bilanglah pada ibumu,"

"Hah," aku menghela nafas kasar. "Baiklah, aku akan pulang. Kau tidak usah mengantarku, aku ingin menikmati hariku sebagai jomblo sebelum jadi istri orang,"

Aku meninggalkan Guanlin, jujur aku sedih. Dia tidak memberiku banyak saran.

Aku menyusuri trotoar diiringi suara kendaraan yang menggebu-gebu. Kutatap langit gelap yang masih bercampur oranye, kulirik burung-burung yang akan pulang ke sarangnya.

Aku berhenti di sebuah taman. Aku duduk di salah satu bangku di sana, aku termenung.

Aku berpikir apa yang akan kudapatkan saat sudah menikah nanti? Uang bulanan? Aku juga menghasilkannya, kasih sayang? Orang tuaku, dan adikku sudah memberikannya. Pernikahan sepertinya hanya akan mengekangku dengan pekerjaan rumah, dan sebagainya. Di saat gadis seumurku masih menikmati masa mudanya, aku sudah menimang anak.

Aku menggeleng keras. "Demi kebahagiaan ibu!" Sorakku.

***

"Aku pulang!" Seruku di depan pintu sambil melepas sepatuku.

"Seolji-ya masuklah," ucap ibu.

"Nee,"

Saat akan memakai sandal rumah aku menemukan hal ganjil. Sepatu pria yang mirip sepatu ayahku. Astaga! Apakah yang akan menikahiku ini pria tua yang jelek?! Astaga!? Aku ingin kabur saja.

Baru saja aku akan memakai sepatu kembali, ibu muncul di belakangku dengan tatapan horor. "Mau kemana kau?"

"A-ada yang tertinggal di cafe tadi,"

"Ambil besok saja, kemari kau," ibu langsung menarik kerah belakang bajuku. Astaga aku seperti seorang pencuri yang ditangkap di rumahku sendiri.

"Maaf ya Seongwoo, anak ini memang bandel," ucap ibu sok manis. Ibu seolah memiliki dua kepribadian.

"Tidak apa-apa tante,"

Astaga kenapa pak tua ini suaranya lembut sekali? Aku langsung mengangkat kepalaku, dan saat itu juga mulutku menganga lebar.

~TO BE CONTINUE~

My Unexpected Wedding Where stories live. Discover now