bab. 6

160K 8.8K 32
                                    

Pagi yang cerah secerah senyumannya. Kirana menghirup udara segar dari balkon kamar sembari merasakan kehangatan terpaan mentari pada wajah putihnya. Saat itu juga ia bisa memanjakan bola mata pada langit biru tanpa awan. Bahkan ada beberapa ekor burung terbang ke sana ke mari.

Jarang-jarang ia bisa merasakan suasana seperti ini. biasanya pagi-pagi sekali Kirana sudah siap untuk berangkat kerja. dan pulang kerumah pun ketika hari sudah mulai gelap. Hanya saat libur seperti ini lah ia bisa menikmati indahnya suasana pagi. 

Membahas tentang pekerjaan. Kirana baru sadar hari cutinya akan segera berakhir. kalau ia kerja siapa yang mengurus papa. kalau cuma mengharapkan bibi Yanti pasti beliau tidak akan sanggup. Dari pekerjaan rumah saja sudah kewalahan apa lagi ditambah dengan mengurus papa.

"Harus cari pengasuh buat Papa nih."

Langkah Kirana menjauh dari balkon hendak keluar dari sana. Melewati tangga menuju kamar sang papa.

Ia ingin melihat keadaan beliau.

"Papa, sudah bangun?"

Kirana tersenyum lembut melihat pria tua itu tengah membuka mata. Ia mendekati ranjang yang mengambil duduk sisi kasur.

Seperti biasa, Toni enggan untuk menjawab. Dia hanya memandang dengan pandangan kosong serta sayu pada Putrinya. Entah apa yang di pikirkan. Tiba-tiba saja hati Kirana kembali sedih.

"Pa? Papa masih inget Kiran kan? Aku anak Papa."

Kirana menggenggam kedua telapak tangan papanya. Lalu mencium punggung telapak tangan itu bertubi-tubi. Dengan penuh kasih sayang. Kirana memandangi wajah kusut papanya, yang telah lama ia rindukan. 

"Pa, kenapa Papa pergi di saat-saat seperti itu, Papa tau? Kiran sangat kehilangan Papa, Kiran sedih Papa pergi ninggalin Kiran," ia membelai rambut Toni lembut. 

"Nenek, Kiran dan semua keluarga kita terus mencari Papa."

Pandangan Kiran masih lekat pada wajah papanya. Lalu mencium pipi kiri Toni lama.

"Kiran tau, Papa sangat terluka kehilangan Mama, Kiran tau itu."

"Kiran juga sedih, Sangat sedih."

"Kiran sayang sama Papa, Kiran Sayang Mama, Kiran juga sayang sama Nenek."

Kirana mulai merasakan kedua matanya memanas mengingat anggota keluarganya satu per satu tiada. ia mencoba menggerakkan kedua bola mata itu segala arah mencegah air mata agar tak keluar. Tapi rasa ingin menangis tidak bisa ia hindari. Tanpa sadar setetes air mata lolos dari pelipis mata indah miliknya.

"Kiran nggak mau kehilangan papa! kiran nggak mau! Hiks!" tubuh kecilnya mulai gemetar menahan tangis."Kiran mau Papa sehat!"

"Kiran mau seperti dulu! bermain bersama Papa! pergi mancing ikan kesungai bareng papa lagi!  Apa papa nggak ingat!"

Kirana mulai terisak.

"Kiran kangen dengar suara papa! Kiran kangen dimarahin Papa lagi!"  

Kiran mencoba menahan tangis, mencoba menghapus air mata yang sudah membasahi kedua pipi. Namun kesedihan itu terus saja melanda hatinya.

Ia mengingat masa-masa indah saat bersama kedua orang tuanya dulu.  Mengingat ketika dia bersama Papa, menanam bunga di taman rumah. Serta membantu mencari cacing tanah untuk dijadikan umpan ketika memancing Ikan sebagai hobi papa. 

Kiran masih teringat ketika dia dan Mama berada di dapur berdua, memasak makanan kesukannya penuh dengan canda tawa. Kiran masih teringat persis ketika Mama dan papanya menemani tidur hingga ia terlelap.  Membacakan cerita, dipeluk dan dicium penuh kasih sayang oleh kedua orang tuanya. 

Saat-saat itu sirna ketika mamanya jatuh sakit dan pergi meninggalkan mereka untuk selamanya. 

Tangis rindu gadis itu pecah seketika. Ia Memeluk erat tubuh kurus papanya. Dia membayangkan rasa sakit kehilangan akan terjadi lagi terhadap papa. Kirana bener-bener tidak sanggup untuk kehilangan sekali lagi. Sedih yang masih tersimpan di hati saat kepergian Nenek masih begitu nyata dirasakan. 
.
.

Jangan lupa vote dan komen ya  😊😊

Abang Dokter (Pindah Lapak Lengkap)Where stories live. Discover now