Mimisan Candu

5.9K 562 42
                                    

Panas terik matahari masih menjadi penguasa lapangan sekolahnya sejak beberapa menit yang lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Panas terik matahari masih menjadi penguasa lapangan sekolahnya sejak beberapa menit yang lalu.

Al menyapu pandang ke arah penjuru kelas yang sedang kosong. Pelajaran olahraga benar-benar mampu merubah suasana ruangan ini. Kelas nyaris senyap, hanya ada ia sendiri dan seragam putih beberapa siswa yang tercecer tak karuan di sisi meja dan lantai.

Terfokus pada lamunan sepi, Al membiarkan layar gawainya meredup. Merasa sedikit bosan. Kalau saja Iki dan Ijan tidak ikut olahraga juga, mungkin bibirnya tak akan jadi sekering ini. Menghela napas lagi, akhirnya remaja itu memilih menelungkupkan kepala di sela lipatan tangan.

Menjadi anak langganan UKS membuat guru olahraga memberi Al sedikit keringanan. Anak itu hanya diperbolehkan ikut di bidang materi saja. Beliau bilang tidak mau ambil resiko. Jadi, ya ... kalau waktunya praktek seperti ini, Al nyaris dibunuh rasa bosan.

Lagi dan lagi, dalam kungkungan hening, Al kembali digiring untuk bergelut dengan akal sehatnya. Di posisi ini, ia harus bersyukur atau mengeluh?

Suara tapakan sepasang sepatu berhasil mengalihkan perhatian Al. Anak itu buru-buru mengangkat kepala, berharap jam olahraga lekas selesai dan kelas kembali ramai. Namun, binarnya lantas redup. Ternyata hanya seorang cewek sedang mengambil botol air yang mungkin tertinggal.

"Em ... lo sakit, ya?"

Al yang baru saja hendak terpejam terpaksa kembali membuka mata. Menatap heran atensi cewek yang duduk di seberang depan kursinya. Gadis itu tampak mengelap sisa air di bibir sembari membenarkan ikatan rambut. Bertanya tanpa beban.

"Enggak sih, gabut doang gue di sini," jawab Al sekenanya.

"Ck, lawak lo. Seriusan nanya gue." Gadis itu menoleh, menghadap lurus ke arah Al hingga tanpa sengaja mata keduanya pun bertemu.

"Gue sehat, Alhamdulillah. Cuma gurunya aja yang lebay. Ya udah, malah enak dikasih ngadem di sini."

"Seriusan nggak sakit?"

"Enggak lah. Memangnya lo ngarep gue jawab apa? Ck, kayak penting aja." Al kemudian terkekeh sumbang. Membuat dua lubang di pipinya menyembul lucu.

Tanpa sadar, cewek itu ikut tersenyum. Di satu sisi merasa malu karena terlalu berharap lebih akan jawaban Al, di satu sisi lagi, terpesona dengan kemanisan cowok itu. Ah tidak, bukan cuma manis. Tetapi kelewat tampan.

"Lo anak baru pindahan SMA sebelah 'kan? Yang katanya didepak karena jarang masuk? Bar-bar juga ya lo." Al kembali terkekeh. Dalam hati bersyukur, setidaknya ia tak mati kebosanan lagi.

"Iya. Gue Ivy. Lo Al, 'kan?"

"Eh, kok lo tau nama gue? Kan belum pernah kenalan." Kedua alis tegas Al menyatu, memasang wajah kelewat serius seakan mengharap jawaban lebih.

Bukannya salah tingkah, yang ditanya malah mengunci tatapan seolah terbuai dengan wajah tampan Al. Wajah laki-laki itu memang terkesan pucat, tapi sialnya bagi Ivy, itu adalah rona wajah idaman. Terlebih, Al mirip ... oppa-oppa Korea!

Pacarku Psycho-Sick Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang