"13"

21.7K 898 7
                                    

"What?! Gagal ginjal? Lo serius?"

"Gue serius, itu artinya hidup gue nggak lama lagi." Angga tak dapat menyembunyikan kesedihannya. Suaranya sudah bergetar, namun ia tetap berusaha agar tidak menangis.

"Ngga, lo yang sabar ya! Pasti ada hikmah di balik musibah yang lo alamin saat ini." ucap Yuda sambil memeluk sahabatnya, Angga.

"Mungkin ini hukuman buat gue karna gue nggak bisa menjaga amanah bunda. Gue udah buat adik gue nangis gara-gara sikap gue."

"Kalo memang lo merasa bersalah sama adik lo, minta maaflah sama mereka dan juga lo harus merubah sikap lo sama mereka. Gue yakin mereka akan maafin lo. Karna bagaimana pun, lo adalah kakak mereka." tutur Yuda.

"Mungkin Karin bisa, karena dia orangnya mudah memaafkan. Tapi Dira, gue nggak yakin."

"Lo coba aja dulu! Seenggaknya lo udah minta maaf sama mereka."

Kemudian Angga dan Yuda berjalan beriringan ke luar rumah sakit.

***

Keesokan harinya bertepatan dengan hari Minggu, Angga berniat meminta maaf dan menebus kesalahannya pada Karin dan Dira.

Di ruang makan, keadaan masih seperti biasanya. Hening, tidak ada suara apapun kecuali suara sendok yang beradu dengan piring. Sampai akhirnya Angga memulai percakapan.

"Kita jalan yuk!" hanya itu yang dapat diucap Angga. Ia khawatir apabila kedua saudaranya menolak.

"Ha?" sahut Karin dan Dira bersamaan. Angga telah menduga respon kedua adiknya akan kurang mengenakkan.

"Kita jalan ke mana gitu, buat refresing, lagian kan kita sudah lama nggak pergi bareng. Aku kangen aja sama masa-masa ketika ayah sama bunda masih sama kita."

"Ke mana kak?" tanya Karin. Sebenarnya ia merasa aneh dengan sikap kakaknya, sudah lama ia tidak seperti ini. Ditambah ada kata aku dalam ucapannya.

"Ya ke mana gitu, yang asik."

"Bagaimana kalau ke bioskop kebetulan ada film yang bagus, atau kita ke taman aja biar hemat budged." tawar Karin. Ia begitu antusias dengan ajakan Angga, karena memang ia sangat merindukan momen seperti ini.

"Ra, kalo kamu mau ke mana?" tanya Angga kepada Dira. Dira terlihat kurang senang dengan ajakan Angga.

"Aku nggak bisa, aku sudah ada janji sama teman aku, kalo kalian mau jalan berdua aja aku nggak ikut." jawab Dira dengan ketus.

"Kali ini aja, Ra. Kakak mohon. Masak temen kamu melulu yang diprioritaskan, sekali-kali kita juga diprioritaskan, dong. Iya kan, Rin?"

"I..iya kak." jawab Karin gugup, ia takut apabila Dira dipaksa ia akan berbuat semena-mena lagi pada dirinya.

"Kalo aku bilang nggak bisa ya nggak bisa, kalian jalan aja sendiri." sahut Dira, setelah itu ia langsung meninggalkan meja makan menuju kamar. Tak lama kemudian ia keluar dengan membawa tas dan meninggalkan rumah.

***

Akhirnya Angga dan Karin memutuskan untuk pergi ke taman. Di tempat inilah mereka bertiga dulu sering bermain bersama. Masa-masa yang indah sebelum masalah datang menghampiri mereka.

Sesampainya di tepi kolam yang ditumbuhi banyak bunga teratai, Angga mengutarakan niat utamanya mengajak kedua saudaranya jalan, "Rin, kakak minta maaf kali selama ini telah membuat kamu bersedih, kakak udah nuduh kamu yang enggak-enggak, kakak janji mulai saat ini kakak nggak akan marah-marah lagi."

"Sebelum kakak minta maaf sama Karin, dari dulu Karin udah memaafkan kakak. Kak, jujur Karin rindu sama kakak yang seperti ini, kakak yang pengertian dan juga penyayang. Karin minta kakak jangan sepertu dulu lagi, Karin nggak mau melihat kakak marah-marah terus." akhirnya Karin bisa mengeluarkan uneg-unegnya pada Angga, ia merasa beban pikirannya sedikit terangkat. Kini tinggal Dira yang menjadi beban pikiran Karin.

"Iya, kakak janji nggak akan buat kamu sedih ataupun nangis lagi, kakak akan berusaha menjadi kakak yang baik. Yang bisa membimbing dan menjaga kamu dan juga Dira sebagaimana ayah menjaga dan membimbing kita dulu. Sampai kalian menemukan pendamping hidup kalian." tak terasa mata Angga telah berkaca-kaca setelah mengucapkan itu, karena ia tidak yakin akan bisa bertahan sampai selama itu, mengingat penyakit yang ia derita.

"Kakak kok nangis, kenapa kak?" tanya Karin, tidak biasanya dan bahkan tidak pernah ia melihat mata Angga berkaca-kaca, kecuali hari di mana ayah mereka meninggal dunia.

"Nggak, kakak cuma terharu aja sama apa yang kamu ucapkan tadi." elak Angga.

Tak terasa mereka bercanda ria di taman sudah cukup lama, hingga senja yang berwarna jingga terlihat di langit barat.

"Rin, ada kabar gembira." ucap Angga.

"Kabar gembira apa kak?" tanya Karin penasaran.

"Mau tahu?"

"Mau lah kak."

"Mau tahu aja atau mau tahu banget?"

"Ih, kakak! To the point aja lah kak, Karin penasaran tahu gak."

"Dua bulan lagi bunda pulang."

"Yang bener kak?"

"Kamu belom tahu?"

"Belom, handphone Karin kan rusak kak, kemarin jatuh di bak mandi."

"Ya udah minggu depan kakak belikan, tapi kakak nggak bisa membelikan yang mahal, soalnya bunda belom ngasih kiriman uang."

"Yang murah aja nggak apa-apa kak, yang penting bisa buat komunikasi."

"Kakak seneng deh punya adik kayak kamu, pengertian. Seandainya Dira bisa seperti kamu."

"Sudahlah kak. Kita beri aja pengertian buat Dira, lambat laun pasti dia bisa berubah."

#tobecontinue

Broken Home ✔Where stories live. Discover now