chapter 19

1K 63 3
                                    

Aku berangkat menggunakan mobilku sendiri, tidak bersama Radit, Sean ataupun Kean karena sebelum kesekolah mama minta diantar ke supermarket yang satu jalan dengan sekolahku.

"Makasih ya sayang." Ucap mama seraya turun dari mobil.

"Cleo berangkat dulu ma." Aku melambaikan tangan pada mama.

"Hati hati!" Mama tersenyum seraya melambaikan tangan juga dan aku berangkat kesekolah.

Aku sampai disekolah ternyata bersamaan dengan datangnya Sean disekolah juga. Bahkan mobil kami parkirnya bersebelahan.

Aku turun dari mobil juga bersamaan dengan Sean, kami memasuki sekolah juga bersama-sama. Mungkin ini sudah jalan Tuhan yang tidak bisa ku ubah.

"Lo ga barengan sama Dinda?" Tanyaku pada Sean saat kami jalan bersama.

"Engga, gue gapernah berangkat bareng Dinda." Jawab Sean. Loh, bukannya kemarin mereka bersama?

"Kemarin?"

"Gue cuma ketemu sama dia didepan." Ucap Sean. "Dinda ga kasih izin gue jemput dia, katanya takut sama orang tuanya."

"Ohh, iya si. Orang tuanya emang rada membatasi Dinda untuk kenal sama orang."

"Lo tetangganya kan?" Tanya Sean padaku.

"Iyaa." Jawabku mengangguk. "Tapi jauh."

Karena mengobrol, tak terasa kami sampai didepan kelasku. Itu artinya hari ini Sean mengantarku sampai didepan kelas, seperti yang sering dia lakukan beberapa hari yang lalu sebelum dia berpacaran sama Dinda.

Kalau ditanyai aku senang atau tidak? Tentu saja aku senang, bahkan senang sekali. Tapi mengingat sekarang Sean adalah pacar Dinda, aku menjadi merasa tidak enak dengan Dinda.

"Kok lo malah jadi nganterin gue sih Se." Ucapku seraya tertawa kecil.

"Yah, udah kebiasaan." Sahut Sean tertawa juga.

"Buruan kekelas gih, lo olahraga kan? Ntar kalo telat dihukum looh."

"Yauda gue kekelas dulu. Jangan nakal yaa kalo gue tinggal." Ucap Sean seraya mengacak-acak rambutku pelan. Aku terbawa perasaan sampai ingin menangis.

"Ihh iya iyaa." Aku tersenyum pada Sean, kali ini senyumku tulus, tidak seperti kemarin. "Byee!"

"Byee!" Sean melambaikan tangan dan pergi.

"Sean!" Teriakku dan Sean berbalik.

"Apa?"

"Gue sayang sama lo!" Ucapku, tapi dalam hati.

"Emm gapapa kok." Ucapku lagi. Sean memberi isyarat ok menggunakan jarinya dan pergi.

Aku memasuki kelas dan ternyata Maddi sudah ada dikelas. Sepertinya dari tadi Maddi melihatku bersama Sean didepan kelas. Aku langsung  menghampiri dan duduk disamping Maddi.

"Maddi.." Ucapku seraya melepaskan tas yang ada dipunggungku tadi.

"Kenapaa?" Tanya Maddi seraya meletakkan handphone nya.

"Tadi lo liat ya?" Tanyaku balik kepada Maddi dan dia hanya menatapku saja.

"Jangan bilangin Dinda ya, please!" Sambungku memohon kepada Maddi. "Tulung tenan, gue gamau Dinda marah."

"Iyaa iyaa, btw lo dapet bahasa kaya gitu dari mana? Dari tempat asal lo? Di London ada pelajaran bahasa jawa?"

"Engga, gue denger anak kelas sebelah bilang gitu, gue ikut ikut deh hehe." Sahutku dan Maddi hanya ber-o-ria.

Miracle | CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang