"Yoojung langsung kembali ke Daegu. Aku tidak bisa mengambil resiko membawanya menginap untuk ujiannya esok lusa."

Jelas Jisoo sembari melenggang masuk ke dalam dan kembali bermain bersama kucing-kucingnya. Ahh— sebetulnya itu kucing-kucing Seungcheol. Tapi Jisoo menjadikan hak milik-nya.

Mingyu melirik Seungcheol yang meringis di sampingnya. Mereka berdua akan melupakan status Tuan-Pelayan jika sudah berdua seperti ini. "Jadi— ingin cerita bagaimana tuan muda Jisoo memiliki bercak-bercak merah di lehernya?"

Seungcheol terkejut. Ia menoleh ke arah Mingyu dengan pandangan tak percaya. "Apa begitu terlihat?" bisiknya. Mingyu mengangguk antusias.

.

Hari-hari Seungcheol setelahnya berubah 180 derajat. Selain mengurus rumah sakit sekaligus menjadi dokter, dia juga harus menjadi supir pribadi Hong Jisoo ke makam kakeknya yang selalu ia sambangi tiap sebulan sekali untuk mengawasi bunga-bunga yang ditanamnya disana.

Tidak hanya kalian, Seungcheol juga berjengit ketika mendengar hal itu. Siapa orang gila yang menanam baby breath di makam kakeknya? Hanya Jisoo. Katanya:

Jangan menggunakan buket, yang ada akan mati dan harus menggantinya berulang-kali.

Selain ke makam Dokter Wu, Seungcheol juga selalu mengikutsertakan Jisoo ketika dirinya hendak bekerja di pagi hari. Pemuda manis itu akan langsung menyebrang setelah mobil mereka berhenti. Tak ada selamat tinggal, hanya kecupan di bibir dan berlari dengan tangan direntangkan menuju kedai yang bertuliskan Suga(r) pada papan reklame. Lalu sudah ada Yoongi yang menghela nafas berat sambil mengelap meja-meja kayunya tiap melihat si pelanggan setia dari kejauhan.

Tentang Choa dan anak-anaknya yang lucu, Jisoo membuat sebuah taman besar di belakang rumahnya. Khusus untuk kucing-kucing Seungcheol yang justru sering mencakar wajah tampan pemuda satu itu. Hanya pada Jisoo saja Choa dapat mengeong ramah dan menbiarkan anak-anaknya digendong.

Yahh— mungkin Choa mengganggap Jisoo sekaum dengannya.

Semua hal itu terjadi secara rutin hingga setahun lamanya. Seungcheol sungguh menikmati kehidupan barunya yang sekarang. Bahkan kondisi sang istri yang merupakan tunawicara pun tak pernah ia permasalahkan lagi. Malah sepertinya, Seungcheol merasa bangga ketika melihat pemuda manis itu tersenyum penuh jumawa di depan pameran-pamerannya.

Dengan adanya Jisoo disisinya, ia bahkan hampir melupakan sosok Jeonghan. Kekasih tercintanya sedari masa kuliah.

Hanya terkadang, Seungcheol selalu menyempatkan diri untuk berdiam di beranda. Memperhatikan foto sang kekasih dengan rokok yang dihisapnya kuat-kuat. Jisoo tahu? Tidak. Pemuda manis itu juga sibuk merekam ketukan di tiap malam. Menceritakan hal baik dan keluh kesahnya sepanjang hari.

Seungcheol juga tahu mengenai rekorder tua pemberian Dokter Wu untuk Jisoo. Ia pernah melihatnya di atas nakas. Tapi tak ada sedikit pun keinginan yang terbesit untuk sekedar mendengarkan isi rekorder yang diyakini Seungcheol hanya berisi ketukan.

Sekarang sudah kembali memasuki musim gugur, dan Jisoo merasakan haus yang sangat ketika jarum jam tepat berada pukul 2 dini hari. Ia baru saja selesai merekam diary ketukannya di dalam ruang lukis miliknya. Melepas apron dan menyambar gelas dari dalam lemari pendingin sebelum menenggaknya dengan cepat.

Ahh— Jisoo brain freeze.

Dirinya mengutuk kebiasaan buruk yang tak pernah hilang sedari kecil itu. Tapi stress nya memang hanya akan hilang dengan air dingin yang ditenggak cepat.

Setelah kepulangannya dengan Seungcheol dari Milan, memang dirinya tak pernah memiliki masalah dengan sang suami. Hanya pertengkaran kecil memperebutkan paha ayam atau remote televisi. Seungcheol juga pandai menjaga hati. Tak ada satu pun laki-laki atau pun perempuan yang terlalu dekat dengannya. Pekerjaan sebagai desainer dan seniman milik Jisoo, juga tidak terlalu ada masalah.

RECORDS -Cheolsoo-Where stories live. Discover now