• Attention #17LoEmangBego •

Mulai dari awal
                                        

"Cowok jadi-jadian." jawab Radit enteng.

"Anjir lo."

Sejak tadi Viona merasa gendang telinganya ingin pecah mendengar keributan di belakangnya yang tidak ada ujungnya.

"Lo berdua bisa diem nggak? Kalo nggak mending ke Ragunan sono main sama temen lo pada." ujar Viona sambil menutup kedua telinganya.

"Cantik-cantik sadis lo Vio." ucap Angga.

"Bodo." jawab Viona, kesal.

"Gara-gara lo sih Mad, yayang Vio gue jadi marahkan." tunjuk Radit ke Angga.

Viona berdecih. Sedangkan Angga tidak mau disalahkan atas semua yang terjadi. Bagaimana bisa ini menjadi salahnya, inikan terjadi karena Radit juga. Jadi ini itu salah mereka berdua.

"Gara-gara lo juga nyet." ujar Angga tidak terima.

"Elo,"

"Elo,"

"Ya lo lah. Siapa tadi yang main jitak-jitak kepala gue. Lagian ini kepala mahal." bela Radit pada dirinya sendiri.

"Mahal, permen susu kali ah. Salah lo juga, ngapain lo ngatain gue duluan. Jadi ini salah lo lah." Ucap Angga sambil bersedekap.

"Elo lah," ucap Radit masih belum terima.

"Ya elo lah."

Rasanya amarah Viona sudah sampai di ubun-ubun. Rasanya ia sudah tidak tahan lagi untuk menjadi orang yang penyabar untuk selamanya.

"PUSING GUE. KALO LO BERDUA NGGAK MAU DIEM, GUE BAKALAN AMBILIN LAKBAN!" teriak cewek itu sekencang-kencangnya.

Saking kencangnya teriakan Viona, membuat seisi kelas beralih menatapnya. Tapi Viona hanya bersikap cuek. Tanpa mau peduli jika ia sedang menjadi objek seluruh teman-temannya.

Radit yang belum tahu maksud dari Viona, ia menanyakannya agar lebih jelas.

"Lakban buat apaan Vio?"

Viona mengepalkan kedua tangannya, hingga kuku-kukunya memutih.

"Buat ngelakban mulut lo."

"Eh,"

***

Di lain tempat Zahra masih mematung gara-gara sikap Adam kepadanya barusan.

Gue ceroboh banget sih. Entar dikiranya gue suka lagi, padahal mah amit-amit kalo gue sampai punya suka sama cowok kayak dia. Amit, amit.

Cewek itu merasa malu sekaligus kesal saat mengingat-ingat kejadian tadi. Ia merasa, pamornya turun drastis saat ia ketahuan mengagumi wajah maupun suara orang yang menjadi rivalnya saat ini.

Zahra menepuk dahinya, lalu beralih menatap jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Dan benar saja, tinggal beberapa menit lagi bel masuk akan berbunyi.

Tidak terasa waktu dapat berputar begitu cepat. Andai saja waktu dapat di putar. Tapi sayang ini waktu, bukan oreo yang bisa kita putar semau kita.

Zahra terburu-buru menuruni anak tangga rooftop. Sangking terburu-burunya ia tidak melihat jika ikatan tali sepatunya terlepas.

Cewek itu hampir sampai di tangga terakhir. Tapi saat  melewati tangga terakhir, kakinya tidak sengaja menginjak tali sepatu yang terlepas tadi.
Alahasil, Zahra jatuh tersungkur ke ubin lantai dengan cukup keras. Mungkin jika bokongnya dapat berbicara, ia akan berbicara sesakit apa yang ia derita.

"Awh, bokong gue sakit." ujar Zahra sambil mengelus-elus bokongnya dengan posisi duduk.

Dari depan Zahra berada ada sesosok cowok yang sedang memperhatikannya. Namun cowok itu hanya berekspresi datar sedatar-datarnya. Sedatar triplek milik tetangga depan rumahnya. Di tambah lagi satu tangan cowok itu dimasukkan ke dalam saku celana yang ia kenakan. Dan itu menambah kesan menawan dari cowok itu.

AttentionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang