EMPAT BELAS

59.7K 4K 217
                                    

Happy Reading
Vote, komen dan share cerita ini kalo kalian merasa suka😊😊
Thank you!

***
Tepat pukul sepuluh malam Raya pulang dalam keadaan Nath tertidur karena seharian bermain dengan Evan, suami Rahma yang selalu menyempatkan bermain dengan anaknya. Setelah menidurkan Nath, Raya membuka pintu kamarnya dan terkejut ketika melihat Alvin duduk bersandar dikepala ranjang seperti menunggunya pulang dengan sorot pandangan dingin.

Raya tidak mengerti, mengapa Alvin terlihat dingin jika seharusnya dirinyalah yang bersikap begitu. Raya masih berdiri diambang pintu tak berani untuk melangkah maju ataupun mundur. Rasanya begitu menegangkan dibanding ketika menonton film horor.

Raya benci situasi ini. Dimana ia merasa tersudut ketika ia tak berbuat apapun.

"Mas belum tidur?" Tanpa bisa dicegah bibir Raya refleks berbicara yang menurutnya tak masuk akal. Jika Alvin sudah tidur mana mungkin pria itu tengah menatapnya seperti seekor ular yang siap menelannya bulat bulat.

Sudut bibir Alvin tersenyum miring. Bangkit lalu berjalan mendekat kearah Raya yang masih diam terpaku ditempat.

"Sekarang jam berapa?" Kalimat pembuka yang Alvin keluarkan begitu menusuk. "Bagus ya, seorang istri pergi gitu aja ninggalin suami sampai pulang malam begini."

"Apa begini seorang istri memperlakukan suami?"

Kepala Raya mendongak menatap Alvin lalu menyipitkan kedua matanya seolah sedang berbicara, apa ia tak salah dengar?

Apa Alvin tidak pernah berkaca?

"Apa pantas Mas menyalahkan aku disaat kamu sendiri yang tidak pernah punya waktu untuk kami," Raya melirik foto pernikahan mereka. Dadanya sesak seperti digerogoti rayap.

Alvin menarik napasnya kasar.

"Jangan membantah. Aku ini kepala keluarga, seharusnya kamu sebagai istri menghormati suami,"

Raya memutar kedua bola matanya.

"Suami mana dulu yang harus dihormati seorang istri? Suami yang doyan selingkuh dan berbohong apa pantas dihormati?" Teriak Raya didepan wajah Alvin. Tenggorokannya nyaris kering karena seharian ini ia malas minum, terakhir kali minum saat siang tadi dirumah Rahma itupun hanya segelas teh hangat. "Lebih baik kita berpisah, Mas. Aku pikir ini jalan terbaik."

Atmosfer diantara mereka begitu menegangkan ketika Raya memilih untuk bersuara. Ia benci merasa terpojok dan disudutkan oleh suaminya. Selama delapan tahun pernikahan baru kali ini Raya berani membalas ucapan Alvin dengan berteriak didepan wajahnya. Tak ada air mata, hanya ada tatapan kebencian yang tertanam jelas dihati dan matanya.

Semua teramat jelas terekam dibenaknya.

Degup jantung Alvin berdetak tak beraturan ketika mendengar Raya mengucapkan kata pisah. Rasanya aliran darah ditubuhnya mendadak berhenti, oksigen didalam kamar ini seperti sudah habis.

Tangan Alvin terangkat ke udara dengan ringan mendarat begitu saja dipipi kanan Raya tanpa rasa apapun.

Plakk.

Suara tamparan begitu nyaring memecahkan gendang telinga. Namun Alvin mencoba menulikan telinga seolah ia hanya mendengar suara musik yang mengalun merdu ditelinganya.

Kulit pipi Raya seperti terbakar, begitu panas dan membekas. Seumur hidup Raya, Ayahnya tak pernah menampar atau membentaknya. Ayahnya hanya akan diam sampai Raya menyadari kesalahan dan meminta maaf sendiri.

Tatapan mata Raya mendadak kosong.

Rasa marah serta kecewa hanyut begitu saja saat Alvin menamparnya. Tangannya menelurusi gagang pintu hendak pergi dan menjauhi api yang sedang membara namun segera dicegah oleh Alvin yang mencekal lengannya lalu menariknya hingga Raya terjatuh ke atas ranjang.

Hujan Berjuta Rasa(Completed)Where stories live. Discover now