LIMA

64.9K 4.5K 444
                                    

🎵Best Part-H.E.R; Daniel Caesar🎵

Bandara adalah tempat terakhir yang tak ingin Raya kunjungi dalam hidupnya sebab tempat inilah yang selalu menjadi momok menakutkan bagi setiap orang. Berpisah atau bertemu dan Raya kali ini harus berpisah dengan Alvin untuk beberapa hari karena pria itu akan mengurus beberapa pekerjaan di Surabaya. Sebenarnya Raya ingin sekali ikut namun Nath sedang sakit membuat ia mengurungkan niatnya.

"Kamu beneran gak apa-apa aku tinggal?"

Raya ingin menangis detik ini juga saat mendengar pertanyaan Alvin. Pms membuatnya mudah sekali sensitif. Pikiran yang tidak-tidak terlintas di kepalanya begitu saja. Apa perlu ia membuntuti semua kegiatan Alvin di Surabaya?

"Tapi kamu bakal balik lagi kan?" Tanya Raya kembali tepat di telinga Alvin sebab sejak tadi Alvin tak berniat melepaskan pelukan mereka.

Alvin hanya bergumam sebagai jawaban. Raya menoleh ke kanan dan ke kiri sepertinya semua orang di sekitar Raya merasa tak peduli melihat tingkahnya yang seperti ini. Toh, status mereka sudah suami istri, bukan remaja yang baru merasakan jatuh cinta.

"Ya sudah sana, Mas nanti pesawatnya pergi," ucap Raya sebari mendorong tubuh Alvin agar segera menjauh darinya.

"Love you," bisik Alvin sebelum pergi dan hendak mengecup bibir Raya namun buru-buru Raya menoleh membuat Alvin hanya mencium pelipisnya.

Raya menatap tepat di manik mata Alvin mencari sebuah kebohongan disana, "I know."

Alvin menyeret koper kecil miliknya ke dalam dengan kacamata hitam yang bertenger di hidung mancungnya dan topi putih menutupi rambutnya. Baru beberapa langkah Alvin berjalan dirinya sudah di suguhi oleh perempuan berambut panjang menggunakan jaket kulit press body dan celana levis ditubuhnya membuat Alvin meneguk air liurnya secara tak sadar lalu mendekat kearah gadis itu dan memeluknya erat.

"Maaf nunggu lama, sayang."

***

Sesudah mengantar Alvin, Raya memutuskan untuk berkeliling sekitar bandara untuk membeli minuman dingin. Saat minuman sudah berada dalam genggamannya Raya duduk disudut cafe dan mengeluarkan ponsel untuk melihat Alvin apakah sudah memberinya kabar. Namun nihil, hanya pesan dari operatorlah yang ia dapat.

Memasukkan ponselnya kembali dan menyeruput minuman dingin sesekali menatap sekitar cafe yang penuh akan seni. Setiap dindingnya dipenuhi oleh lukisan-lukisan yang dicat menambah kesan elegan dan modern. Meja dan kursinya terbuat dari kayu serta jendela besar yang langsung memperlihatkan pemandangan pesawat-pesawat yang silih berganti mendarat. Raya bersyukur sekali dirinya memilih tempat disudut cafe ini sebab ia mampu melihat pemandangan yang luar biasa bagus sekali.

"Raya?"

Merasa terpanggil Raya menoleh ke sumber suara. Betapa terkejutnya Raya saat melihat pemandangan didepannya ini. Bukan pesawat. Melainkan seorang pria berseragam putih dengan dasi berwarna hitam tak lupa topi kebangaannya yang menambah ketampanan pria ini.

"Rafa?" Tanya Raya ragu.

Pria itu tersenyum lalu melepaskan topi yang dikenakan dan duduk tanpa permisi membuat Raya tertegun menjauhkan kepalanya yang terlalu dekat dengan wajah Rafa.

"Lupa aku? Heh," cibir Rafa.

"Ingat kok, kamu, Rafa Airlangga Bastikara, anak Bapak Gideon Bastikara dan Ibu Amanda Bastikara," ucap Raya tersenyum menang. "Right?" Tekan Raya sekali lagi.

Rafa terkekeh lalu mengacak rambut Raya sebari tertawa membuat lesung pipinya terlihat disebelah kiri. Detik itu juga Raya menahan napas lalu menjauhkan tangan Rafa yang betah nangkring diatas kepalanya.

Hujan Berjuta Rasa(Completed)Where stories live. Discover now