Yii Sip Et

2.4K 241 9
                                        

Beam membuka pelan pintu kamar Forth yang ternyata tidak terkunci. Saat itu Forth sedang memutar-mutar kotak berisi 200 permen milik Beam. Dengan berjinjit, Beam melangkah menghampiri sosok yang membelakanginya.

"Milikku!" Beam merebut kotak itu dari arah atas di belakang Forth. Dia terkejut tapi kemudian tersenyum.

"Kau ke sini akhirnya, Beam."

"Kenapa? Kau merindukanku?"

"Tentu saja, honey."

"Sekali lagi kau menyebutku seperti itu. Aku akan membuat tulang hidungmu patah."
Forth langsung memegang hidungnya sendiri, matanya mengikuti gerak tubuh Beam yang berjalan menuju balkon. Beam membuka kotak permen itu, dia mengambil asal salah satu permen, membuka bungkusnya. Kemudian dia melemparkan permen itu sangat jauh, dengan sekuat tenaga, terlihat dari cara tangannya mengayun dari belakang lalu melayangkan permen itu ke udara. Forth melihat itu, dia juga melihat raut wajah Beam saat melakukannya. Forth bangkit lalu menghampirinya.

"Sebenarnya, kau kenapa, Beam?" tanya Forth sambil meraih bahu Beam.

"Lihatlah..." Beam menunjukkan sisa permen dalam kotak itu. "sekarang, kau punya 199 kepercayaan dariku," lanjutnya.

"Hah? Kau ini bicara apa, Beam?" Forth melihat satu per satu permennya tanpa tujuan.

"Simpan saja dan jagalah kepercayaanku untuk kedepannya!" Beam meletakkan kotak permen itu di tangan Forth. Kemudian dia masuk kembali, duduk di sofa dan menyalakan TV. Dengan wajah yang masih kebingungan, Forth mengikuti Beam kedalam, duduk, dan mematikan TV. Beam kesal, dia berusaha menyalakannya kembali, namun tidak berhasil.

"Jelaskan maksud dari semuanya, Beam. Aku benar-benar bingung."

"Jelaskan apa?" tanya Beam polos.

"Semuanya! Jelaskan, kenapa kau menghindariku. Jelaskan kenapa kau marah padaku. Jelaskan kenapa kau menganggap permen-permen ini adalah sebuah rasa percaya. Dan aku, menghilangkan kepercayaanmu yang bagaimana? Apa aku berbohong padamu?" Forth menatap Beam dengan tatapan lembut.

Beam menghela napas beberapa kali sebelum menjawab, "aku menghindarimu karena aku sedang berpikir. Aku marah padamu karena kau tidak bisa kuhubungi, dan itu bertepatan dengan hari dimana kau mengambil foto bersama wanita. Aku tidak tahu kau akan mengatakannya atau tidak. Tapi saat kutunjukkan foto itu, kau malah menganggapnya lucu. Aku merasa dibohongi." Beam menghela napas lagi sebelum melanjutkan.

Lanjutkan! Ayo katakan Beam. Katakan bahwa kau cemburu. Ayo katakan, gumam Forth dalam hatinya.

"Tapi, jangan pernah kau menganggapku cemburu..." Forth berdecak, Beam seperti tahu apa yang baru saja Forth katakan dalam hatinya. "Aku hanya kesal. Aku kesal tidak bisa menghubungimu. Tapi kau malah senang-senang di sana." Beam masih meluapkan isi hatinya.

"Tidak Beam. Bagaimana kau tahu kalau aku senang saat itu."

"Aku ingin percaya jika saat itu kau memang tidak senang. Tapi aku melihat bibirmu tersenyum di foto itu. Apa berfoto dengan senyum seperti ini, bisa kusebut kau sedang bersedih, hah?" Beam menunjukkan foto itu lagi kepadanya. Forth melihatnya.

"Tidak Beam. Lihatlah! Senyumku tidak seperti senyum saat bersamamu, seperti ini..." Forth tersenyum lebar pada Beam.

"Kau menyebalkan!" ujar Beam tanpa ekspresi.

Ponsel Beam berdering. Ada telepon dari seseorang yang sangat penting dalam hidupnya, membuat Beam tersenyum menunjukjan deretan giginya. Kemudian mengangkatnya tanpa beranjak meninggalkan Forth.

VULNUS (It's Fate) Where stories live. Discover now