Yii Sip sii

2.1K 229 16
                                        

Ponsel Forth berdering, dia tidak ingin melirik apalagi mengangkatnya. Matanya masih terfokus pada Beam. Forth masih menunggu jawaban Beam. Tapi ponselnya terus saja berdering.

"Sebaiknya kau angkat dulu Forth," kata Beam.

"Tidak! Sebelum kau menjawabnya."

"Aku janji, aku akan menjawabnya Forth. Angkat dulu. Siapa tahu penting."
Forth pun mengambil ponsel dari sakunya, lalu mengangkat teleponnya. Sang penelpon bertanya, apakah dia harus pulang ke Chiang Mai atau tidak? Karena sekarang ayah Forth telah menjadi tanggung jawab Beam, jadi dia merasa dirinya tidak dibutuhkan lagi. Ya. Penelpon itu adalah perawat yang sebelumnya merawat ayah Forth yang ikut dalam penerbangan ke Bangkok. Selama beberapa bulan ini, perawat itu tinggal di kondo kecil yang disewa Forth untuknya. Forth pun langsung bertanya kepada Beam, dia mengambil ponsel Forth untuk bicara dengan perawat itu. Beam bilang jangan pulang. Beam masih membutuhkan perawat itu, karena Beam tidak akan selamanya bisa merawat ayah Forth. Dia seorang dokter di rumah sakit. Semua orang membutuhkannya juga.

Setelah telepon terputus. Forth kembali menatap serius kepada Beam.

"Apa?" tanya Beam.

"Beam..."

"Sebenarnya ada apa, Forth? Kenapa kau tiba-tiba menanyakan itu setelah sekian lama kita bersama?"

"Aku hanya merasa... aku tidak pernah mendengar kau mengatakan, bahwa kau mencintaiku." Aura sedih tertancap di wajah Forth.

Beam mengulum bibirnya. "Kau masih belum mengerti?"

"Apa, Beam?"

"Aku sekarang sadar. Kau juga harus sadar. Cinta bukan hanya kata-kata. Tidak perlu ada yang bilang, siapa yang mencintai siapa. Kau harus bisa mengartikannya sendiri."

Forth terdiam sesaat. "Jadi, kau mencintaiku atau tidak Beam?"

"Shit!!" gumam Beam.

"Kenapa kau malah menyumpah, Beam?"

"Kau dengar tidak apa yang baru saja kubilang?"

"Eng..." Forth mengerutkan dahinya.

"Setelah apa yang kita lalui, setelah apa yang telah aku lakukan untukmu, dan untuk ayahmu. Menurutmu itu apa? Apa kau masih ingin bertanya lagi, apakah aku mencintaimu atau tidak?"

"Erh... berarti kau mencintaiku Beam..." Forth berusaha memeluk tubuh Beam sambil tertawa kegirangan. "tapi... kenapa kau tidak pernah membiarkanku menciummu?" Forth melepaskan pelukannya.

"Sekarang kau duduk dengan benar dulu..." Beam tersenyum sambil mendudukan Forth. Sementara dirinya berdiri. Beam mendekatkan wajahnya ke wajah Forth. Dekat dan semakin dekat. Beam lebih mendekat lagi ke arah telinga Forth, lalu berbisik, "belum saatnya istriku..." Beam dengan cepat langsung menjauhkan dirinya dari wajah pria itu. Forth menjatuhkan rahangnya. Beam berlari keluar. Forth menyusulnya.

"Beam. Beam... awas kau, Beam. Kemari. Beam..."

Saat Forth mendapatkan Beam, Di depannya ada Kit. Dia menggelengkan kepalanya. Tangannya, dia lipatkan di atas dadanya.

"Ck! Apa yang kalian lakukan, hah? Ini rumah sakit bukan taman bermain," ujar Kit.

Forth dan Beam hanya menahan senyum dan saling menatap. Kit pun berlalu, meninggalkan dua orang yang sedang hangat-hangatnya merasakan cinta.

"Kenapa dia marah?" tanya Forth.

"Tidak. Dia tidak marah."

"Eh?"

"Sudahlah... sebaiknya kau pulang. Aku akan menemui Kit."

Walaupun Forth menolaknta karena dia masih merindukan Beam, tapi Beam adalah orang yang selalu berupaya keras dalam melakukan keputusannya. Forth akhirnya pulang.

VULNUS (It's Fate) Where stories live. Discover now