Seungcheol memang cerewet, dan ia meringis merasakan cubitan di pinggangnya.

"Aku harus, karena pamerannya bukan lagi pameran tunggal. Ada beberapa desain produk mahasiswa di Korea yang berniat ku pamerkan disana." Kata Jisoo. Sejujurnya, Seungcheol sedikit bangga. Bukankah istrinya itu sangat baik?

Tapi- "Kau kesana dengan Jun?"

Seungcheol hendak kembali protes ketika Jisoo mengangguk, tapi buru-buru Jisoo menutup mulut ember suaminya itu.

"Ada Minghao juga. Lalu ku pikir, aku juga bisa mengajak Yoojung."

Ahh- benar. Yoojung. Adik perempuannya itu memang menjadi lebih sering mampir ke rumahnya dan Jisoo sejak terakhir kali Seungcheol mengajaknya berkunjung. Akibatnya, Yoojung sangat betah, apalagi melihat kolam renang dan Jacuzzi di halaman belakang. Bahkan, Seungcheol harus mohon maaf pada Jisoo karena adiknya itu meminta kamar dengan tak tahu malu.

Jisoo sebenarnya tidak menolak, bahkan ia sangat bersemangat ketika mendengarnya. Yahh- efek menjadi anak tunggal sedari kecil. Tapi Seungcheol menolaknya mentah-mentah. Bagaimana pun, Seungcheol masih punya orang tua di Daegu, dan Yoojung juga masih kuliah bahasa disana. Jika adiknya tinggal bersamanya dengan Jisoo, bagaimana dengan kuliahnya? Orang tua mereka juga akan sendirian disana.

"Tapi Yoojung harus kuliah, sayang." Sepertinya Seungcheol sudah begitu terbiasa dengan panggilannya pada Jisoo.

Jisoo menggeleng pelan. "Kan libur musim dingin."

Ahh- benar juga, lagi pula hanya sebulan, orang tuanya tidak akan masalah. Seungcheol mengangguk mengerti. Ia mengelus pucuk kepala istrinya yang terasa begitu lembut. "Tapi katakan padaku jika Yoojung merepotkanmu."

Jisoo mengangguk semangat.

.

Sudah 2 hari setelah keberangkatan Jisoo ke Milan. Pemuda manis itu menyiapkan banyak stok makanan kaleng atau pun yang bahan sayuran di dalam lemari pendingin. Kopi pahit juga tersedia, sudah digiling dengan baik oleh Jisoo.

Koran pagi dan beberapa majalah ditumpuk rapi di atas meja beranda. Handuk Seungcheol juga sudah diganti, dan pakaiannya telah di cuci sempurna. Sepatu-sepatunya tersusun apik, dan Jisoo juga mengizinkan Seungcheol menggunakan Chan-nya lagi.

Benar-benar istri yang piawai.

Tapi tidak disangka jika suatu yang mengejutkan membuat Seungcheol seketika melupakan sosok Jisoo. Sebuah pesan singkat dari Wonwoo, jika katanya terjadi masalah di rumah sakit yang ada di Jerman. Cabang rumag sakitnya yang menjadi tempat kerja Jeonghan sekarang.

Benar. Bukan kah sekarang Seungcheol adalah pemilik rumah sakit ini? Dokter Wu juga sudah tiada. Katakan lah Seungcheol adalah pria terbrengsek yang pernah ada. Tidak mengingat istrinya yang baru kemarin lusa menitip pesan padanya agar menjaga diri. Menjaga diri dari godaan orang lain.

Seungcheol janji, tapi tidak jika itu Jeonghan. Ia tahu jika Jeonghan yang begitu bersemangat dengan promosinya ke Jerman, hal itu lah yang membuat Seungcheol ragu untuk membawa Jeonghan kembali ke Korea. Menghentikan semua sandiwara dan berbahagia bersama di Skotlandia. Negara impian mereka ketika menikah nanti.

Tapi semuanya harus berakhir karena si bisu Hong.

Tidak. Seungcheol tidak benar-benar menyesal karena menikahi Jisoo, tapi Seungcheol hanya kesal karena Jisoo tidak se-depresi yang dikatakan Dokter Wu padanya.

"Kau akan kesana?"

Soonyoung menangkupkan jemarinya pada secangkir cokelat panas. Mereka sedang berada di kedai Suga(r), berdasarkan permintaan Seungcheol sendiri. Lalu, hanya Soonyoung teman baiknya selain Lee Seokmin.

RECORDS -Cheolsoo-Where stories live. Discover now