4. Invitation

596 35 12
                                    

Ji Hyo menatap koper dan juga beberapa kardus yang berisi barang-barang miliknya. Dengan bantuan ibunya, ia telah selesai berkemas pagi ini. Ji Hyo tidak bisa menunda lebih lama lagi. Sudah dua minggu ia berusaha mengulur waktu, selalu maju dan mundur untuk mengambil keputusan, hingga akhirnya ia berhasil memantapkan hatinya. Mulai hari ini, ia akan pindah ke Seoul.

Rumah yang baru ia tempati selama dua tahun belakangan akan dibeli oleh salah seorang temannya. Untuk sementara waktu, Ji Hyo akan tinggal bersama Joon Ho di apartemennya, sampai ia mendapat tempat tinggal baru. Joon Ho tentu menerima kehadiran kakaknya dengan senang hati.

"Noona bisa tinggal di apartemenku selama yang Noona mau," begitu ucap Joon Ho dua hari yang lalu saat Ji Hyo meneleponnya.

Ji Hyo menarik napas dalam-dalam. Setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal, ia melangkah menuju jendela kamar, menatap pemandangan di luar dengan pikiran tak menentu. Apakah keputusanku sudah benar? tanyanya tidak yakin.

Hatinya serasa diremas. Meninggalkan Anyang, berarti dia juga harus meninggalkan segala jejak kehidupannya selama hampir tiga belas tahun terakhir. Berbagai kenangan yang ia dapatkan sejak ia pindah ke Anyang kini harus dikuburnya dalam-dalam, termasuk kenangan tentang Kim Jong Kook. Kakinya mendadak lemas, hingga Ji Hyo harus berpegangan pada teralis jendela agar tubuhnya tidak merosot ke lantai. Sanggupkah ia? Akankah ia kuat untuk mengambil langkah besar ini?

Kau harus... Kau harus bisa, Ji Hyo-ya!

"Ji Hyo-ya, kau sudah siap?" Pintu kamar terbuka dan Dong Wook muncul di sana. Tentu lelaki itu tidak ingin melewatkan kesempatan untuk membawa Ji Hyo ke Seoul.

"Ah... ya... aku sudah siap," Ji Hyo berusaha mengumpulkan kembali kekuatannya sebelum melepaskan pegangan dari teralis jendela.

Untungnya Dong Wook tidak menyadari gelagat aneh Ji Hyo. Ia meraih koper gadis itu, "Kalau begitu kutunggu di mobil."

Ji Hyo mengangguk. Sekali lagi ia memeriksa isi tas kecilnya, memastikan dompet dan juga ponselnya sudah ada di dalam sana. Begitu ia keluar kamar, ia melihat dua orang pria tengah mengangkati kardus-kardus miliknya untuk dimasukkan ke dalam mobil pindahan. Sebenarnya tidak terlalu banyak barang yang akan ia bawa, tapi Dong Wook bersikeras untuk menyewa jasa pengangkut.

Kembali, keraguan membuat langkahnya terasa berat. Ji Hyo berhasil melewati pintu depan rumahnya dengan segenap upaya. Tiba di halaman depan, ia berbalik menatap rumah itu. Bibirnya tanpa sadar berbisik, "Annyeong, Anyang. Annyeong, Kim Jong Kook."

Mulai detik ini, mau tidak mau, ia harus membunuh semua harapannya kepada lelaki itu.

***

"Hyung, Hyung, bangun!"

Jong Kook membuka kelopak matanya yang berat. Wajah Kap Jin muncul di depannya, "Oh, kau sudah selesai?"

Kap Jin mengangguk, "Kelihatannya Hyung lelah sekali. Lebih baik setelah ini kau pulang. Album terbarumu sudah hampir rilis, jadi yang harus kita lakukan sekarang adalah menjaga kondisimu sebaik-baiknya."

Jong Kook bangkit duduk dan memijat bahunya yang tegang. Beberapa saat yang lalu tanpa sadar ia tertidur di sofa yang ada di ruangannya. Hari ini ia dan Kap Jin tengah berada di kantor agensinya. Mereka harus mengadakan pertemuan dengan produser untuk membahas konser tunggal yang akan diadakan setelah album terbaru Jong Kook masuk ke pasaran. Namun karena kelelahan, Jong Kook meminta izin keluar di tengah rapat dan malah tertidur di ruangannya.

"Jam berapa sekarang?" tanya Jong Kook saat keduanya berjalan bersama menuju parkiran.

"Jam satu siang," sahut Kap Jin, "Hyung belum makan sejak pagi. Mau mampir membeli sesuatu?"

다시 (Again)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang